2 November 2020
Penulis —  maklela

Mak Lela

Mak Lela (3)

“Kamal senang ya sekarang?” dia menangis. “Kita sudah mengkhianati orang-orang yang paling berarti dalam hidup. Untuk apa semua ini Mal? Supaya, kamu dapat menyombongkan diri ke teman-temanmu berhasil meniduri mertuamu? Menambah rekor perempuan yang sudah kamu tiduri? Mak belum pernah merasa begitu kotor seperti sekarang!

Aku tidak tahu bagaimana menanggapinya. Apakah Mak Lela benar? Apakah ini semua tentang penaklukan perempuan? Aku memandang ke arahnya dan menyusuri tubuh telanjang Mak Lela. Payudara besarnya tertangkup di kasur, putingnya menutupi seprai. Tapi aku masih dapat melihat perut rampingnya berlanjut ke pinggul lebarnya, paha mulusnya dan betisnya yang berisi.

Terlalu banyak yang membuatku takjub. Aku merasakan gerakan di selangkangan dan penisku mulai mengeras, semua hanya karena memandangnya. Aku kemudian menyadari bahwa ini lebih dari semata birahi, lebih dari sekadar bersetubuh. Aku punya perasaan tertarik yang nyata kepada mertuaku. Dia memicu sesuatu dalam diriku yang aku tak tahu ada, dan aku menginginkan dia lagi, tidak cuma menidurinya, tetapi ingin bercinta dengannya!!!

Aku menunduk dan berkata “Mak Lela, nggak begitu Mak. Aku, eh… aku nggak menganggap apa yang kita lakukan ini remeh. Sebenarnya selama beberapa hari ini aku merasa semakin tertarik sama Mak. Melihat Mak aja aku langsung pingin.

Pada saat aku berbicara dia mengangkat kepalanya dan memandang aku melalui matanya yang basah.

Aku tidak bisa menjelaskannya Mak, aku hanya terpikat karena Mak sangat memesona, menggairahkan dan aku hanya merasa terdorong mencoba lebih dekat sama Mak. Ketika kita… melakukannya, benar-benar pengalaman yang sangat mendalam…” Matanya berkedip-kedip beberapa saat seakan-akan setuju dengan kata-kataku.

“Mak membuat aku tak sanggup menahan diri. Waktu aku melihat Mak di dapur tadi, aku tak mampu melawan keinginan itu. Aku sungguh-sungguh menginginkan, pingin sekali sampai aku lepas kendali. Rasanya seperti mencoba untuk menolak sesuatu yang harus terjadi. Aku tidak sanggup Mak. Sekarang pun aku masih pingin…

Kuarahkan bibirku menuju bibir Mak Lela dan mengecupnya lembut sementara ia menatap mataku. Kecupan itu berlanjut dan aku mulai menekan bibirku lebih kuat ke bibirnya. Ku dengar rintihan lembut keluar dari bibirnya. Aku melihat matanya mulai berkedip-kedip saat dia mulai menyambut kecupanku dan, akhirnya menyerah.

Kami kembali tenggelam dalam napsu yang meluap-luap, seolah-olah sudah berhari-hari tak pernah bersetubuh sejak yang pertama kali tadi. Entah berapa lama kami bermesraan hingga merasa kejantananku pulih. Aku bangga dapat mengembalikan gairah dalam beberapa menit, padahal biasanya aku baru siap untuk sesi kedua dalam satu jam atau lebih.

Tubuh kami mulai bergesek satu sama lain, mengikuti irama ciuman kami, mengirimkan percikan birahi yang mengalir ke selangkangan kami. Aku tidak sabar dan cepat memosisikan diri di antara kakinya, menggerakkan penisku ke atas untuk menyentuh kelentitnya dan ke bawah berusaha membuka pintu gerbang vaginanya.

sambil merintih satu sama lain. Aku tekan pinggulku ke bawah, berhenti sejenak saat kurasakan kepala penisku tepat berada di lubang kemaluannya. Selanjutnya, perlahan-lahan aku menenggelamkan penisku sekali lagi ke saluran yang terasa hangat itu. Bercampurlah gabungan sisa-sisa air maniku di vaginanya dengan cairan kental Mak Lela yang hangat di penisku yang kian lama semakin dalam.

“Oh, Kamaaaaal! Oh oh oh! ia seperti menjerit.

Aku juga merasakan yang sama kuat dan mulai merintih juga

“Maaaak. Mak apakan aku Maaak!!!.” aku merintih sambil merasakan nikmat persetubuhan.

Aku mengecup leher dan telinga Mak Lela, mencoba untuk mengendalikan desakan kuat di pangkal penisku. Bibirku menyapu pipinya hingga bibir basah kami bertemu satu sama lain. Kami lantas memulai gerakan lambat menyenangkan, penetrasi sensual yang sesuai dengan irama ciuman yang mendalam penuh perasaan.

Itu terus berlanjut. Tak satu pun dari kami ingin keintiman ini berakhir saat kami melekat satu sama lain, menggerakkan pinggul kami satu sama lain dalam persetubuhan ini! Tiba-tiba aku merasa sesuatu memicu percikan di pangkal selangkang dan mendaki ke kepala penis, memperingatkan bahwa aku akan kehilangan daya tahan.

Aku mempercepat gerakan sedangkan Mak Lela mengiba dan mendesah kenikmatan. Pinggul kami terus saling menyambut satu sama lain. Ketika aku merasakan aliran maniku tak tertahan lagi, vagina Mak Lela seperti menjepit penisku, mencengkeram dengan pagutan yang lentur!! Mulut kami berpisah ketika punggung Mak Lela melengkung dan kami berdua mengeluarkan jeritan tertahan.

Penisku memuntahkan gumpalan demi gumpalan jauh ke dalam tubuh Mak Lela. Terasa vagina Mak Lela mencengkeram, dan memerah semburan maniku! Kami saling berpegangan erat-erat, bergetar dalam hempasan orgasme yang meluap! Lama setelah aku berhenti penisku terus bergerak-gerak, dan berdenyut, mengirimkan guncangan lembut di kedalaman vagina Mak Lela, membuatnya bergetar di sekeliling batangku, dan sebaliknya mengentakkannya.

Ketika akhirnya semua mereda kami melonggarkan dekapan satu sama lain dan perlahan-lahan melandai, Aku masih berada di atas tubuh Mak Lela.. Napas kami berat dan tertahan. Pandangan kami masih meremang, akibat dorongan napsu yang terlepaskan. Aku menarik kepala dari lekuk leher Mak Lela dan menatap wajahnya.

Mak Lela melakukan hal serupa. Aku pikir kami berdua merasakan hal yang sama, rasa saling terikat kuat yang mengantar kami ke situasi yang belum pernah kami alami sebelumnya. Perlahan-lahan aku menurunkan kepala dan dengan lembut menekan bibirku ke bibirnya. Mak Lela melingkarkan kedua tangannya di leherku dan membalas ciumanku.

Ciuman ini, meski tanpa birahi, yang baru saja terpuaskan, ternyata lebih dalam, lebih bersemangat, dan lebih mesra ketika mulut kami menyatu selama beberapa menit. Aku bisa merasakan cairanku dan Mak Lela yang telah bercampur keluar dari vaginanya dan menggenang di bawah kami saat kami terus berciuman, penuh kasih, lembut, menyentuh mulut kami satu sama lain.

Akhirnya aku merasa penisku terlepas dari vagina hangat Mak Lela saat kami berhenti berciuman. Setelah itu kami berbaring berdampingan, tertidur.

Aku terbangun dari dengkuran oleh gerakan Mak Lela yang tergesa turun dari tempat tidur dan meraih dasternya di lantai. Aku mengangkat kepalaku dan hendak berbicara ketika dia menatapku, cepat-cepat menurunkan mata dalam perasaan bersalah.

“Bapak akan segera pulang… Aku harus… mandi dan berganti pakaian.” katanya.

Dengan itu dia pergi, meninggalkan aku sendirian. Aku bertanya-tanya apakah ini akan menjadi yang terakhir kalinya bersamanya di tempat tidur? Tapi aku segera menyadari bahwa aku juga harus mandi dan berpakaian serta datang ke RS, karena hampir tengah hari.

Saat aku selesai berpakaian aku mendengar bapak mertuaku datang dan menuju ke ruang tamu tempat aku dapat mendengar percakapannya dengan Mak Lela. Ketika aku siap berangkat, aku masuk ke dapur dan melihat bapak sendirian membaca koran. Dia bilang Mak Lela masih berkemas, mereka akan menemui aku dan Nana di RS.

Aku sudah sekitar satu jam di RS dengan Nana dan bayinya ketika kedua mertuaku tiba. Mak Lela mengenakan blus tangan pendek bergaris-garis biru dengan kerah lebar yang memperlihatkan sebagian bahunya. Setelannya adalah rok putih berlipit. Dia menghindari kontak mata dengan aku, seakan menganggapku tak ada di ruang perawatan Nana, akibat perasaan bersalahnya yang begitu besar.

Mak Lela dan Bapak mertuaku duduk berseberangan di ujung tempat tidur, bercakap dengan Nana yang berada di sampingku. Sementara Bapak berada di seberang, Mak Lela tepat saling berhadapan denganku. Selama percakapan mereka, Mak Lela menyilangkan kaki, menyebabkan roknya tertarik ke atas. Saat aku menatap mataku terhenti di pahanya yang sedikit tampak.

Namun itu saja sudah terlalu terlalu banyak mengingat hanya beberapa jam lalu aku telah berbaring di antara kedua rentangannya, memompa penisku sampai aku meledak jauh di dalam dirinya! Aku merasakan gerakan yang akrab dalam celanaku dan berlanjut dengan keinginan menyetubuhi ibu mertuaku sekali lagi!

Aku perlu keluar sebentar, jadi aku bilang ke Nana mau mencari makanan kecil di luar. Aku akhirnya berjalan di jalan-jalan di sekitar RS seperti anak yang mabuk cinta, mencoba berpikir apa yang akan aku lakukan dengan keinginan menyetubuhi Mak Lela. Setelah berpikir selama beberapa waktu, aku menyadari bahwa aku masih mencintai isteriku dan kehidupan yang akan kami miliki dengan bayi, dan aku harus menghentikan pikiran-pikiran birahiku terhadap ibu mertua.

Aku berjalan kembali ke RS dan menemukan bahwa mertuaku pergi berbelanja untuk persiapan pulang ke rumah. Aku masih agak lama di RS menggendong bayi dan menghabiskan waktu dengan isteriku. Aku ingin mereka segera pulang dan kembali ke kehidupan keluarga seperti sedia kala, termasuk menyetubuhi isteriku lagi!

Aku duduk di tempat tidur dengan Nana, yang menggodaku dengan mengingatkan bahwa kami masih lima minggu lagi hingga bisa berhubungan seks lagi! Hebat kali, pikirku, tidak ada persetubuhan dengan isteri maupun ibu mertuaku yang masih seminggu lagi di rumah akan membuatku gila. Aku akan menghabiskan lebih banyak waktu di kamar mandi dengan sabun!

Nah, menjelang makan malam aku sampai di rumah dan menemukan mertuaku di dapur mempersiapkannya. Mereka telah berbelanja bahan makanan dan membeli perlengkapan dan pakaian untuk bayi. Bapak mertuaku memberi salam biasa dan Mak Lela hanya menatapku dan memberiku senyum tertahan yang membuatku sedih. Ini akan menjadi malam panjang yang menyusahkanku.

Aku putuskan duduk di ruang tamu dan membaca koran, sementara mereka menyiapkan makan malam bersama. Sebelum meninggalkan dapur, aku tidak bisa menahan diri untuk mencuri-curi pandang ke Mak Lela, mengawasinya membungkuk untuk mengambil panci dan membuat mataku membuka lebar menatap bokong bulat dan betisnya yang berisi.

Sekitar setengah jam kemudian Bapak mertuaku bilang makan malam sudah siap dan aku melempar koran ke samping dan membayangkan posisi kami masing-masing di meja makan. Bapak mertuaku dan aku saling berseberangan, dan Mak Lela di tengah, tidak ada yang banyak berbicara, hanya sibuk mengurusi sajian makan malam.

Tapi kadang-kadang nasib memainkan perannya dalam hal-hal tertentu dan menawarkan kesempatan yang semula tak terbayangkan. Saat aku berjalan ke meja. Bapak telah mengambil tempat duduknya di satu ujung dan Mak Lela meletakkan piring ke tempat biasa, di kiri Bapak. Namun, mereka telah meninggalkan semua tas belanja di kursi yang lain kecuali satu di sebelah Mak Lela!

Kami mulai makan dan Bapak mertuaku paling banyak berbicara, sedangkan Mak Lela mengangguk atau menggelengkan kepala kepad suaminya, tetapi tidak pernah menganggap aku ada di sana. Pada satu titik aku melirik ke bawah dan melihat paha krem Mak Lela. Selama makan malam itu aku terus mencuri pandang ke paha itu, berhati-hati agar tidak ketahuan.

Namun aku kehilangan kendali dan menyerah pada keinginan menyentuhnya. Aku biarkan tangan kananku turun ke pangkuanku dan kemudian perlahan-lahan merayap ke samping kursi dan kemudian ke pinggir kursi Mak Lela, sambil mengamati mereka berdua. Mereka tengah membicarakan murahnya barang-barang belanjaan yang mereka beli dan tak memperhatikan aku.

Ujung jariku menyentuh paha putih Mak Lela, dan penisku tersentak di celana sementara Mak Lela menghela napas tiba-tiba! Bapak bertanya apakah dia baik-baik saja dan ia berpura-pura dengan mengatakan agak kedinginan dan mencoba santai ketika tanganku menjelajahi pahanya ke atas hingga menyentuh kelentitnya.

Mak Lela berjuang untuk kembali tenang dan berusaha bersandar menjauh dariku untuk melepaskan diri dari penjelajahan tanganku, namun sia-sia belaka. Dia mencoba menyilangkan kaki, tapi itu hanya membuka bagian bawah pahanya dan membawa jemariku dekat dengan gundukan browniesnya, yang mulai memancarkan kehangatan.

“Apakah kamu sudah gila???!!!” bisiknya, kesal. “Kita bisa ketahuan dan kehilangan semua yang kita sayangi!! Sekarang hentikan!!!”

Ia membanting tanganku kembali ke pangkuanku dan berdiri dengan piringnya untuk pergi ke dapur. Aku duduk di sana dan berpikir tentang apa yang dikatakannya. Aku pikir bahwa ia jelas takut hal ini akan merusak keluarga kami. Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya, jadi aku pun membawa piringku ke dapur dan setelah itu kembali ke ruang tamu menyalakan tv.

Dari tempatku duduk aku mendengar Mak Lela memasuki kamar mandi dan segera pula terdengar gemercik air yang keluar dari keran, sementara bapak mertuaku bergabung denganku di ruang tamu. Kami tidak banyak bicara satu sama lain, sebagian karena dia sedang membaca majalah dan sebagian karena aku merasa sedikit bersalah.

Sebenarnya aku dan Bapak mertuaku sebelumnya pun jarang mengobrol lama, tapi sekarang agaknya semua lebih sulit. Kami duduk selama beberapa waktu, dia membaca dan aku menonton tv sementara aku mendengar Mak Lela keluar dari kamar mandi dan pergi ke kamarnya. Jelas setelah beberapa saat bahwa Mak Lela tidak akan bergabung dengan kami dan dalam waktu singkat Bapak mertuaku bangkit, mengucapkan sampai besok dan pergi tidur.

Aku menonton beberapa film sesudah itu, tapi tidak bisa benar-benar berkonsentrasi, jadi aku menyerah dan pergi tidur. Aku hanya bisa berbaring selama lebih dari satu jam, membayangkan ulang peristiwa-peristiwa hari ini di benakku, terutama waktu yang dihabiskan dengan ibu mertua pagi ini. Kantuk datang perlahan-lahan, terasa lebih sulit dengan penis yang mengeras, tapi akhirnya aku tertidur.

Aku terbangun tengah malam oleh suara derit pintu kamarku ketika terbuka. Aku memang mudah terbangun dari tidur jika ada bunyi-bunyian, sehingga tidak perlu repot membangunkan aku. Ku lirik jam dan tampak angka 1:44 dan kemudian menoleh ke pintu, mencoba menyesuaikan diri dengan kegelapan. Aku berusaha tahu apakah seseorang benar-benar datang atau pintu hanya kebetulan terbuka tanpa sengaja.

Aku bisa melihat satu sosok melewati kusen pintu dan diam-diam menutup pintu di belakangnya. Sebagian besar kamarku disinari oleh pendar cahaya bulan yang menembus tiga ventilasi di sepanjang dinding, kecuali sosok dekat pintu itu yang tetap dalam bentuk bayangan. Perlu beberapa saat untuk siapa pun berjalan dalam remang cahaya bulan.

“Mak Lela… Kenapa Mak ke sini?” Aku bertanya dengan nada lirih.

Dia memandangku dengan ekspresi sedih.

“Kamal, maafkan Mak, Mak… Mak tak bermaksud mengagetkan kamu,” katanya “Mak uhm… Mak tidak bisa tidur. Mak belum bisa melupakan yang siang tadi. “Mak.. Mak sangat malu… tapi… Mak… tidak bisa menahan… Menahan itu…”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu