2 November 2020
Penulis —  Mr_Boy

Dirumah Bambu Bercinta dengan Ibu

Selama ayahku dikota, siang malam aku setubuhi ibuku. Sejak saat itu aku merasa bahagia dalam menjalani kehidupan sehari-hari, banyak sekali perubahan yang telah terjadi pada kami berdua.

Setiap pulang dari hutan sehabis menggembala kambing, ibu selalu memberiku ramuan ajaibnya, sehingga aku selalu ingin menyetubuhi ibuku dan mengeluarkannya didalam rahimnya.

Kami benar-benar sudah menikmati rutinitas seperti ini, dirumah bambu yang sudah dimakan usia akan menjadi awal keturunanku dimulai. Mandi bersama, makan sepiring berdua, tidur pun sekasur berdua, kami tak mau dipisahkan oleh jarak dan waktu. Seakan hati kami terikat kuat, sampai posisi ayah Dirumah ini pun tak akan mampu mempengaruhi cinta kami yang sudah mendarah daging.

Selama ayah dikota kami selalu melakukannya bersama-sama, bersetubuh mengisi rahimnya dengan benih-benih cintaku. Bahkan setelah bersetubuh, aku dan ibuku saling membersihkan kelamin yang becek dengan jilatan lidah kami secara bergiliran. Tentunya tak ada sedikitpun rasa jijik pada diri kami, malah kami merasa apa yang keluar dari kelamin kami seperti air pelepas dahaga dari birahi kami yang membuncah.

Hingga sudah delapan hari ayahku dari kota akhirnya pulang ke kampung dengan membawa oleh-oleh khas dari kota, kami sebenarnya antara senang dan khawatir. Senangnya ayah pasti melanjutkan kerja kerasku membuat anak sehingga takkan menaruh curiga, khawatirnya takut jika ayah tak pulang sampai berlama-lama, bisa gawat ibuku hamil tanpa disetubuhi ayah.

“Yah, kok lama sekali di kotanya? Bukannya katanya tiga hari?” tanyaku kepada ayahku.

“Tadinya pikir ayah begitu cup, tapi ternyata ada acara lain yang mengharuskan ayah menghadirinya. Tapi Alhamdulillah semua terbayarkan, berkat ayah menghadiri acara itu, ayah dikasih banyak kebutuhan pokok juga uang yang cukup untuk sebulan. Gimana Bu, dirumah baik-baik saja..?” Kata ayah bertanya kepada ibu setelah menjawab pertanyaanku.

“Alhamdulillah pak baik-baik aja tak ada masalah… Malah Ucup selalu ada menjaga ibu dirumah…” Ucap ibuku kepada ayah lalu melirik ke arahku.

“Syukurlah, padahal waktu bapak dikota tiba-tiba ingat ibu, seolah-olah seperti telah terjadi sesuatu pada ibu dan Ucup, makanya bapak khawatir waktu disana. Tapi ternyata tidak terjadi apa-apa, mungkin itu perasaan bapak kali…” Kata ayahku.

“Tenang aja pak, kan ada Ucup dan ibu yang menjaga rumah ini… Lagi pula, bapak kan bukan pertama kalinya pergi ke kota ya kan pak..?” Ucap ibu menenangkan hati ayah.

“Iya juga… ya sudah bapak mau tidur dulu, rasanya tubuh bapak lelah sekali Bu…” Kata ayah memijit-mijit kakinya.

“Biar ibu pijit pak, ibu ke dapur dulu ngambil minyaknya, bapak ke kamar aja. oiya nak bawaan bapak kamu masukin ke dapur ya…?” Suruh ibu kepadaku lalu tersenyum.

“Baik Bu..” balasku kepada ibuku.

Kami memang sudah membicarakan hal ini ketika sedang bersetubuh, jika ada ayah atau didepan orang lain akan bersikap seperti selayaknya seorang ibu kepada anaknya. Begitu pula sebaliknya, aku akan bersikap menjadi seorang anak yang berbakti kepada ibuku, meskipun kami sudah menjadi budak seks bagi diri kami sendiri.

Meninggalkan ibu yang sedang mijitin ayah, saya pergi dari rumah menuju ke rumahnya bibiku sekedar main dan menonton tv. Jarak dari rumahku ke rumah bibi sekitar ± 100 meter melewati jalan petakan sawah dan hutan bambu.

Ketika melewati jalan tidak terlalu seram seperti hutan, ada beberapa rumah panggung yang semuanya saya kenal.

Hari ini saya tak menggembala kambing atau nyari rumput, sudah ada dua karung rumput yang saya stok dipinggir kandang buat makan beberapa ekor kambing.

Aku dan bibiku seperti ibu kandung keduaku, sebab dulu saya pernah disusui oleh bibiku itu. Beliau memiliki 2 orang anak, laki-laki dan perempuan. hanya saja anak pertama yang laki-laki meninggal dunia karena penyakit panas, sedangkan yang perempuan masih ABG dan sedang ranum-ranumnya.

Meskipun saya bukan anak kandung bibiku, tapi bibiku itu sudah menganggapku anak kandungnya. Beliau jika memandangku seakan seperti putranya sendiri dan putrinya menganggapku sebagai kakaknya, sehingga kami memang sudah sama-sama memiliki ikatan batin yang kuat, walaupun tidak lahir dari rahim yang sama.

Gambaran tentang bibiku, beliau namanyaBi Sarah, usianya 30 tahunan. Nikah sangat muda diusia belasan tahun denganmang Amaryang usianya sudah menginjak 45 tahun.

Bibiku itu orangnya putih alami, seperti kebanyakan orang-orang yang tinggal di pegunungan yang dingin. Dimataku bi Sarah adalah orang terdekat yang saya sukai, mulai dari postur tubuhnya yang ramping dengan pinggulnya yang bulat, wajahnya yang selalu ceria dan jujur saja, bi Sarah ini terkadang sering jadi bahan pembangkit birahiku setelah ibuku disaat onani.

Meskipun bibiku selalu menjadi bahan maksiatku ingin merasakan kehangatan tubuhnya, namun aku tidak mau berbuat hal demikian, karena bi sarah orangnya sangat baik kepadaku. Juga

Marni anak perempuannya sudah ku anggap saudara kandung yang saya sayangi juga.

Hanya saja Mang Amar bagiku kurang bersahabat, kata-katanya yang kasar dan temperamental terkadang tidak hanya anak istrinya yang jadi korban, saya pun sering jadi sasaran emosinya yang tidak jelas dasar alasannya.

Tapi suaminya bi Sarah itu asal tidak ada sesuatu yang membuatnya terpancing emosinya, semua baik-baik saja. Saya pun kadang sangat akrab dengan mang Amar, pernah nyari kayu bakar bersama buat memasak bibiku, mencangkul sawah dan kegiatan bertani lainnya.

Setelah sampai di rumah bibiku yang terbuat dari anyaman bambu seperti halnya rumahku, ku lihat pintu depan terbuka dan ku ketuk pintunya.

“Assalamualaikum bi…?”

“Waalaikumsalam, ehh Ucup kemana aja kamu? udah seminggu gak pernah berkunjung ke rumah bibi..? Masuk cup…?!!”

Ucap bibiku menghampiriku yang berjalan dari arah dapur, lalu sebelum aku jawab saya cium tangannya.

_“Maaf bi… Ucup lagi jagain ibu dirumah, soalnya ayah waktu itu lagi pergi ke kota bersama ketua adat menghadiri pesta rakyat. Makanya Ucup khawatir kalau ibu butuh apa-apa tapi tak ada Ucup dirumah kan kasian…” Saya masuk lalu duduk di lantai yang terbuat dari anyaman bambu.

“Sekarang bapak kamu udah datang..?”

Tanya bi Sarah ikut duduk di sampingku.

“Udah bi, makanya Ucup main kesini karena kangen sama bibi dan Marni hehee..!”

“Bibi juga Cup khawatir sama kamu, kirain bibi kamu sakit atau lupa sama bibi… Kamu tahu sendiri kalau kamu itu sudah bibi anggap putra bibi sendiri…”

“Iyaa bi, maafin Ucup yaa…? Oiya, Marni kemana bi? Kok gak keliatan..?”

Aku lihat isi rumah tak melihat adik sambungku itu.

“Ohh.. si Marni adik kamu lagi main, udah beberapa hari ini nanyain kamu terus tuhh..!! Sampai dia kalau makan suka melamun… Ibu tanya ‘kenapa?’ dia bilang ‘gak nafsu makan kalau gak ada kakak…’ dasar marni-marni.. udah gede manja banget sama kamu…” Kata bibi sambil bersandar di dinding bilik bambu.

“Saya juga sudah menganggap bibi ibu Ucup, Marni pun sudah seperti adik kandung Ucup bi… Kecuali.. heheee…!” Bibiku tahu apa yang tersirat di kalimat terakhirku, dia hanya tersenyum dan mencubit perutku.

“Udah makan belum kamu? Bibi didapur ada sayur daun ubi sama ikan asin… Ambil aja di dapur, rumah bibi rumah kamu juga…” kata bibi melihat kearahku.

“Iyaa bi Ucup lupa belum makan soalnya pas ada ayah dirumah, Ucup pergi kangen bibi sampai perut belum diisi nasi…” Kataku sambil mengusap perut.

“Tuhh kan, makan dulu sana..! nanti kamu sakit lho…”

“Bibi sendiri udah makan..?”

“Kalau bibi udah tadi…”

“Ngomong-ngomong mang Amar kemana bi..?”

Tanyaku pada bi Sarah, karena kulihat seisi rumah tak ada mang amar.

“Mamang kamu lagi disawah… Setelah itu pasti kehutan nyari kayu bakar…” Kata bibiku yang duduk di sampingku dengan memakai daster.

Tiba-tiba datang Marni dari arah pintu depan, melihatku ada dirumahnya dia girang banget sampai duduk dilahunanku yang sedang bersila.

“Kak Ucup kemana aja sihh..?? Marni berhari-hari gak dikunjungi… Apa jangan-jangan kak Ucup udah punya pacar ya? Jadi melupakan marni…?!” Kata adikku ini yang sebenarnya kami sudah seumuran, hanya beda bulan saja.

Hanya didepan bibiku saja Marni mau duduk dilahunanku, jika ada ayahnya mang amar dia takut dimarahi karena sudah gede tapi masih seperti bocah kelakuannya.

Didepan bibiku aku dan Marni sudah terbiasa melakukan hal seperti ini, tak ada pikiran buruk tentangku walaupun kami pernah tidur bersama dikamarnya.

Untuk itulah kami bertiga bagaikan kopi dan gula, pelengkap suasana. Jika tak ada salah seorang diantara kami, seakan ada yang kurang dikeluarga bibiku ini.

“Kakak lagi jagain ibu dirumah dek, soalnya ayah Ucup lagi keluar kota… Kasian kan kalau ibu ditinggal dirumah sendirian? Maafin kak Ucup yaa..? Kangen gak sama kakak?” Kataku sambil ku usap-usap perutnya.

“Kangen banget atuh kak… Emang kak Ucup gak kangen sama Marni..??”

Kata Marni menoleh ke arahku, hampir tuh bibir bertemu membuat kontolku bereaksi dibawah pantatnya, tapi aku tahan sekuat tenaga agar tenang tak tegang.

“Kangen banget adek bawel… Huhhhhh…!!!” Aku kelitik pinggangnya sampai Marni naik turun sambil bilang aduh-aduh!

“Ihhh..! Kakak gellliiii…” Tapi anehnya Marni tak melawan, malah tetap diam saja pantatnya terus menekan-nekan batang kontolku.

Bibiku hanya tersenyum melihat keakraban kami berdua,“Marni, kakakmu itu belum makan lho..!”

“Kak Ucup belum makan..? Marni ambilin ya kak..? Marni juga mau makan..?”

Kata Marni bangkit dari lahunanku, meskipun sudah sangat sering melakukan seperti ini, tapi saya selalu hampir khilaf pada adikku yang cantik ini.

“Bukannya kamu tadi udah makan Marni sama ibu? Mau makan lagi…??” Ucap bi Sarah kepada Marni anaknya.

“Marni mau makan lagi bareng kak Ucup Bu…” Kata Marni langsung ke arah belakang, dapur.

Tinggal aku dan bi Sarah ditengah rumah, kami berdua asyik ngobrol tersenyum, tertawa sampai aku remas-remas jemari tangannya hingga membuatnya keenakan. Entah kenapa? kebiasaan aneh kepada mereka berdua ini selalu tak ada larangan atau berpikir buruk bahwa saya sebenarnya menginginkan mereka.

Ketika datang Marni pun aku dan bibiku masih berpegangan tangan, niatku yang iseng ingin merangsang birahinya jadi terpotong oleh kedatangan adikku yang membawa piring.

“Kak Ucup makan dulu…” Kata Marni menaruh piring berisi nasi dan lauk pauknya, lalu duduk bersila gaya wanita didepanku.

“Kamu gak makan sayang…?” Tanya kepada Marni, kata (sayang) itu kadang suka aku ungkapkan kepada Marni sehingga membuatnya begitu senang sampai memerah pipinya.

Ihh.. kak Ucup mah selalu bikin Marni deg-degan aja…” Katanya cemberut manja.

“Tapi suka kaan…? Hehee..!”

“Apa sih yang Marni gak sukai dari kakak? Marni selalu suka kok… Kak Ucup, aku pengen makan sepiring berdua sama kakak..”

“Ywdh, sini kita makan…”

Ajakku kepada marni.

“Bi? Bibi yakin gak mau makan lagi…?” kepada bibiku.

“Nggak, bibi udah kenyang… Bibi senang aja liat kalian berdua begitu akur… Cup, bibi titip Marni tolong dijaga ya..?! ” Kata bibiku saat kami sedang makan.

“Iya bi tenang aja… Ucup akan jagain Marni..” mendengar aku mengatakan demikian, Marni menyuapiku dan aku pun giliran menyuapinya.

Kami bertiga sangat senang dengan keadaan seperti ini, komunikasi yang baik, perhatian yang terus menerus diberikan, sampai kebiasaan-kebiasaan tabu seperti adikku sering duduk dilahunan meskipun seumuran denganku, tidur dikamar Marni bersama. Bukanlah hal tabu Dimata kami bertiga.

Bahkan tanpa sepengetahuan Marni dan mang amar, aku dan bibiku suka saya peluk dari belakang dan kejadian itu memang sudah dilakukan sejak dulu, sehingga kami menganggapnya sebuah kebiasaan yang membuat kami merasa nyaman.

Jujur saja meskipun aku sangat menyayangi mereka, menghormati bibiku, tapi sejujurnya aku melihat Marni dan bi Sarah sebagai ladang untuk menanam benih-benih keturunanku.

Saya tidak tahu kedepannya akan seperti apa? antara mereka berdua denganku, hanya saya berjanji, kelak suatu hari nanti rahim mereka, sel telurnya akan aku isi dengan jutaan spermaku seperti yang sedang terjadi pada ibuku.

Setelah makan, ngobrol dan bersenda gurau aku jadi mengantuk. Bibi pun sudah melakukan lagi pekerjaan rumahnya.

“Dek, pinjemin kakak bantal dong? Kak Ucup ngantuk pengen tidur…” Kataku langsung tiduran di tikar.

“Dikamar Marni aja kak tidurnya…?”

“Gpp kakak tiduran disini aja…” Kataku meringkuk.

Tiba-tiba Marni menghampiriku lalu jemari tangannya ditempelkan dipipiku, ibu jarinya mengusap kulit pipiku sehingga mataku terbuka melihatnya.

“Kenapa dek..?”

“Sini kak, tiduran di pangkuanku aja…”

Kata Marni bersender didinding bilik bambu sambil kedua kakinya diselojorkan lurus kedepan.

“Beneran gpp dek..?” Tanyaku.

“Iyaa gpp, malahan Marni senang kalau kak Ucup tiduran dilahunan Marni… Lagian ini kan bukan pertama kalinya lho… Udah sering kita lakuin yang lebih dari ini… hihi..” kata Marni yang membuatku penasaran.

Dalam hatiku berkata, ‘apa yang sering aku lakukan padanya?‘.

“Apaan sih? Kakak beneran gak ngerti…?” Kataku heran. Kepalaku sudah tiduran dipahanya menghadap kearah perutnya.

Lalu Marni menunduk sehingga mulutnya hampir mengenai telingaku, dia berbisik.

“Waktu kita tidur bareng, kakak suka meluk Marni sambil menggesek penis kakak dipantat Marni..” aku kaget sampai menelan ludah, bagaimana kalau Marni lapor bibi tentang kelakuan bejatku? Bisa gawat.

“Ja.. jadi selama ini kamu tahu dek? Kalau kakak suka gesek penis kakak dipantat kamu?”

“Iya, Marni tahu… Dari dulu kakak melakukan itu sama Marni..” Tegasnya.

“Maafin kakak ya dek..? Kalau Marni mau marah atau benci sama kakak, kakak terima. Memang sudah selayaknya kamu marah sama kakak…” Karena rasa malu yang amat sangat, aku bangkit dari lahunan adikku. Tapi Marni menahan kepalaku agar tidak menjauh dari lahunannya.

“Udah kak, kakak tiduran disini… Kakak mau kemana..?” Ucap Marni dengan wajah memelas.

“Kakak malu sama kamu dek.. ternyata kakak bukan kakak yang baik buat kamu…” Kataku menunduk masih tiduran dilahunannya menghadap perutnya. Mataku tak berani menatap mata adikku karena tak kuat menahan rasa malu.

Tiba-tiba Marni menggenggam erat jemari tanganku,“kak liat Marni.. kak Ucup..?!” Ku lihat mata adikku berkaca-kaca,“apa kak Ucup melihat Marni sedang marah sama kakak? Kalau Marni marah.. tak mungkin Marni selalu diam ketika kakak menggesek-gesek penis kakak di pantat Marni? Marni sangat menyayangi kakak… Marni percaya meskipun kakak seperti itu, tetap dihati Marni yakin kalau kakak menyayangi Marni ..” Ku lihat adikku Marni menangis tanpa suara, air matanya menetes ke wajahku bahkan tepat mengenai mataku. Ku rasakan kehangatan dari air matanya.

Aku lihat wajah Marni yang menunduk menatap wajahku, tatapan yang penuh rasa kasih sayang. Kecantikannya, kepolosannya, keterbukaannya membuatku jatuh cinta.

Tangan Marni yang menggenggam tanganku aku remas balik, lalu dengan mantap aku mengatakannya,“Dek, kamu sudah punya pacar..?”

“Belum kak..” jawabnya.

“Kalau kakak katakan sama kamu.. kakak jatuh cinta sama kamu lalu kakak jadikan kamu pacar, kamu akan menolak?”

“Marni akan menolaknya kak…” Jawabnya singkat.

“Ohh.. begitu ya..” aku menarik nafas, lemas dan kecewa.

“Kak, Marni belum selesai ngomongnya..! Kenapa sih kak harus pake kata ‘kalau?’ Pertanyaan kakak itu ngambang. Kakak harus serius ngomongnya…?!” Ucap Marni menatapku, sehingga kami saling bertatapan mata.

“Dek, kak Ucup jatuh cinta sama kamu. Andai kita bukan saudara sedarah.. kakak ingin menjadikanmu sebagai pacar kakak… Tapi dihati kakak, kamu begitu istimewa, sampai kakak tak rela rasanya kamu dimiliki lelaki lain selain kakak. Dek, maukah kamu jadi pacar kakak..?” Segala uneg-uneg didalam hatiku aku tumpahkan semuanya, lalu kulihat adikku terdiam dan aku pun dengan berdebar-debar menunggu jawabannya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu