31 Oktober 2020
Penulis —  ropek

Bunda

“Dasar anak muda, ndak ada puasnya,” katanya.

“Bunda… Doni enak, bunda…” kataku.

Bunda cuma diam melihatku. Aku sesekali meremas toketnya. Aku goyang terus sambil kulihat wajahnya. Bunda memejamkan mata, mulutnya sedikit terbuka, mengeluh pelan.

“Bunda, enak banget… hhhmmmmhh… keluar… Doni keluar lagi, bunda…” kataku. “Pantat bunda enak banget.”

“Doni… ahhh… aaaaahhh… bunda juga… koq bisa ya??” kata bundaku.

Tangannya menarik tanganku, aku berlutut sambil menghujamkan sekeras-kerasnya ke memeknya. Aku pun keluar lagi. Tapi tak seperti tadi. Kali ini cuma lima kali tembakan, tapi begitu terasa. Setelah itu aku mencabut penisku dan ambruk.

“Bunda, Doni cinta ama bunda,” kataku.

“Cinta karena nafsu, kamu bernafsu dengan bunda, makanya seperti ini,” katanya.

“Tapi bunda juga ‘kan?” kataku menyanggah.

Bunda diam.

“Bunda tidak bangun? Tidak buka toko?” tanyaku.

“Toko tutup dulu, kemarin ibu bilang ke Mbak Juni untuk tutup dulu,” kata bunda.

“Bunda ingin istirahat dulu. Badan bunda serasa sakit semua, sebab sudah lama tidak bercinta lagi.”

Aku mengangguk.

“Kalau begitu, Doni pergi dulu,” kataku.

“Ke mana?” tanyanya.

Aku terdiam.

“Ke mana?” tanyanya lagi.

“Bunda merasa kehilanganku? Berarti bunda juga mencintaiku,” kataku.

Ia mencubit perutku. “Maunya,” katanya. Kami berpanggutan sebentar untuk beberapa lama sebelum kemudian aku meninggalkan kamar bunda tanpa baju.

Setelah itu, hubunganku dengan bunda berjalan sembunyi-sembunyi. Bunda sering dan selalu melarangku untuk mengeluarkan spermaku di dalam rahimnya, tapi aku tak peduli. Kalau ada kesempatan, saat itulah kami bercinta. Di dapur apalagi. Dan itu pengalaman yang sangat mendebarkan. Bunda bertumpu kepada wastafel.

Belum, bunda belum hamil. Ia masih menstruasi. Tapi nanti ada saatnya beliau hamil. Karena aku yang memaksanya. Tapi itu nanti. Sekarang beralih ke Kak Vidia dan Nuraini.

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu