31 Oktober 2020
Penulis —  ropek

Bunda

“Anak Nakal! Ibu nanti jadi terangsang. Sebentar, sabar dulu,” katanya.

Aku tak peduli, shower aku nyalakan untuk membersihkan sabun-sabun di tubuh kami. Aku memanggut bibir bunda. Kemudian aku menetek kepada bunda, kuhisapi putingnya.

“Don, di kamar bunda aja yuk,” katanya.

“Mumpung Vidia sama Nur belum pulang.”

Aku mengangguk.

Bunda mengambil handuk dan membersihkan air di tubuhnya, aku pun melakukannya. Dan agak mengejutkannya, aku segera membopongnya.

“Eh… apa ini?” ia terkejut.

“Doni ndak sabar lagi, Bun.” kataku.

“Oh… anak bunda, jiwa muda,” katanya.

Kami keluar dari kamar mandi, aku masih telanjang, demikian juga bunda. Kami lalu masuk ke kamar bunda. Segera bunda aku letakkan di ranjang, kamar aku kunci. Bunda segera mulutnya kupanggut, kuciumi lehernya, payudaranya pun aku hisap-hisap. Kuremas, putingnya aku pelintir-pelintir, kuputar-putar, bunda menggelinjang.

“Nak… ohh… bunda terangsang banget,” katanya.

“Bunda, ohh…” aku menciumnya lagi.

Sekarang aku turun ke perutnya, lalu ke tempat pribadinya. Aku tak tinggal diam, segera aku ciumi, aku jilati, aku sapu memeknya yang basah sekali itu.

“Ohhhh… Donn… i-itu… aahhh…” bunda menggelinjang.

Kakinya terbuka aku memegangi pahanya. Kulahap habis itu memeknya, klitorisnya pun aku jilati, hal itu membuatnya menggelinjang hebat.

Nafas Bunda mulai memburu. Ia meremas-remas rambutku, ketika aku menuju titik sensitifnya, ia semakin menekan kepalaku. Aku pun makin semakin menekan lidahku, hal itu membuatnya bergetar hebat.

“Don… bunda… bunda keluar… aaahhhh… ahhhh… ahhhhhhhh!!” pinggul bunda bergetar.

Sama seperti orgasme-orgasme sebelumnya. Aku pun segera bangkit, melihat reaksi bunda. Pahanya menekan pinggangku. Saat itulah penisku sudah menegang, siap untuk masuk ke sarangnya.

“Bunda… bunda siap?” tanyaku.

“Masukkan… masukkan! Bunda sedang orgasme,” katanya.

Aku pun memposisikan penisku tepat di depan lubangnya, kugesek-gesek, bunda lalu mengangkat kepalanya. Matanya memutih, saat itulah pinggulnya naik dan penisku masuk begitu saja. BLESS!!!

“Ohhhh…!!” mulut bunda membentuk huruf O, menganga merasakan sesuatu yang selama ini ia inginkan. Ia memelukku, dada kami beradu dan aku memagutnya.

Bunda merebahkan dirinya lagi. Aku menindihnya. Aku peluk bundaku.

“Bunda, Doni masuk lagi. Masuk lagi ke tempat Doni lahir,” kataku.

“Doni… ohh… iya, iya… sudah masuk, rasanya penuh… ohhh,” kata bunda.

Aku lalu menaik turunkan pantatku. Penisku otomatis menggesek-gesek rongga vaginanya yang becek. Kami berpandangan, mata kami beradu. Pinggul bunda bergerak kiri-kanan membuat penisku makin enak.

“Bunda, bunda… ohh… perjaka Doni buat bunda… ohh… enak bunda… bunda apain penis Doni?” tanyaku sambil melihat matanya.

“Anakku, ohh… bunda enak banget, kepingin keluar lagi, ohh… bunda ndak pernah keluar berkali-kali seperti ini… ohh… aahhh… sshhh,” bunda menatapku lekat-lekat.

Kening kami menempel. Bibir kami saling mengecup berkali-kali.

Tak hanya di situ saja, aku sesekali menghisap puting susunya. Keringat kami setelah mandi keluar lagi. Tubuh bundaku yang seksi ini membuatku makin bersemangat untuk menyetubuhinya. Bunda… aku ingin menghamilimu.

“Bunda… ohhh… aku keluar… ahh… ahh… di mana?” tanyaku.

“Ohh… ahh… ahh, terserah Doni,” kata bunda. “Tapi… ohh… jangan di dalam… di luar aja… bunda takut hamil…”

“Maaf, bunda, tak bisa. Doni ingin menghamili bunda. Ohh, Doni sampai… Sperma perjaka Doni buat bunda… ini… ini…!!”

“Jangan… jangan… Doni… ahhh… aduh… bunda juga keluar… sama-sama… tapi… ahkhh… jangan di dalam… ahhhh!!!” bunda mengeluh panjang.

Aku mencium bunda bibir kami bertemu dan pantatku makin cepat bergoyang dan di akhirnya menghujam sedalam-dalamnya ke rahim bunda. Spermaku memancar seperti semprotan selang pemadam kebakaran. Kutumpahkan semua kepuasan ke dalam tempatku dulu dilahirkan. Mata bunda memutih. Pantatnya bergetar hebat karena orgasme.

Butuh waktu sepuluh menit hingga penisku mengecil sendiri, dan kakinya melemas. Aku pun kemudian bangkit. Bunda tampak lemas, ia seakan tak berdaya. Penisku serasa ngilu. Aku melihat ke vaginanya. Tampak cairan putih menggenang di dalam lubang vaginanya. Aku tersenyum melihatnya. Aku kemudian merebahkan diri di sebelah bunda.

Siang hari kami terbangun. Aku dulu yang terbangun. Melihat tubuh bundaku telanjang memelukku membuatku terangsang lagi. Aku menciumi bibirnya. Bunda masih tertidur. Aku lalu menggeser badanku, kemudian bangkit. Penisku sudah on lagi, mungkin karena melihat tubuh bundaku. Aku kemudian membuka pantatnya mencari lubang vaginanya.

Aku pun menggoyang-goyang. Maju mundur. Posisiku berlutut sambil bertumpu kepada kedua tanganku. Pinggulku mengebor pantatnya. Bunda membuka matanya, ia tersenyum melihat ulahku.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu