1 November 2020
Penulis —  Nabila91

WIFE SWAP- kisah nyata

Hari berganti hari tiada peristiwa yang penting, sampai pada suatu hari, terjadilah peristiwa yang tak kuduga sebelumnya. Berawal dari kontak telepon dengan adik iparku:

“Hallo… Lagi ngapain Troy?”

“Lagi nyantai aja. Apa kabar Mbak?”

“Baek. Kamu bener-bener kangen sama aku?”

“Kangen sekali. Gimana ya… mm.. aku ketagihan Mbak… tapi takut ketahuan sama Mas Januar.”

“Ah, nggak apa-apa kok. Aku jamin abangmu nggak apa-apa.”

“Nggak apa-apa gimana?”

“Nanti deh aku cerita. Tapi kalau kamu mau dan ingin bebas, kan bisa ketemuan di hotel.”

“Ih, takut Mbak. Sekarang sering ada razia di hotel-hotel. Kalau sampai kena razia bisa heboh nanti. Mmm… kalau Mbak mau, aku ada usul…”

“Apaan tuh?”

“Aku punya temen, Piet namanya. Lengkapnya sih Pieter, tapi biasa dipanggil Piet aja.”

“Terus?”

“Rumahnya kosong, cuma dia sendiri di rumah itu. Orang tuanya di Amerika.”

“Terus?”

“Ya kita ketemuannya di rumah dia aja. Gimana?”

“Lho, kalau dia tau gimana?”

“Gakpapa Mbak. Orangnya fair kok.”

“Terus?”

“Jujur, aku sudah bilang kapan-kapan mau numpang pake salah satu kamar di rumah dia. Ya tadinya sih kalau Mbak gak keberatan, mau kuajak ketemuan di rumah dia itu Mbak.”

“Kalau dia tau kan malu, sayang.”

“Di dalam kamar tertutup, masa dia tau apa yang kita lakukan?”

Aku tercenung sesaat. Lalu terdengar lagi suara Troy di hpku, “Kita ketemuan aja dulu di sana. Nanti Mbak pertimbangkan di sana. Kalau Mbak gak sreg ya cari alternatif lain.”

“Tapi kamu jangan bilang aku ini istri abangmu. Gak enak.”

“Beres Mbak. Terus kapan kita ketemuan di sana?”

“Terserah kamu. Tapi harus di jam kerja.”

“Mmm… Senin pagi aja ya.”

“Senin lusa? Oke aku setuju. Soalnya tiap hari Senin abangmu suka pulang telat, kadang-kadang sampai malam. Rumah temanmu itu di mana?”

Troy menyebutkan suatu alamat rumah.

Kataku. “Kita langsung ketemuan di sana aja ya Troy. Jangan keliatan bareng perginya.”

“Baik, jam sembilan aku sudah stand by di rumah Piet. Mbak mau pake apa ke sananya?”

“Ya pake taksi aja.”

“Sip deh! Sampai ketemu di sana nanti ya Mbak.”

“Oke. Take care Troy.”

Setelah hubungan telepon terputus aku tercenung. Memang harus kuakui, Troy membuatku kangen terus. Maklum dia masih begitu muda, 19 tahun juga belum. Tentu sangat beda dengan suamiku yang sudah 30 tahun. Aku sudah membayangkan betapa nikmatnya dalam gasakan dan keperkasaan Troy nanti.

Rasanya lama sekali menunggu hari Senin tiba. Dua hari yang kunantikan serasa menunggu dua bulan lamanya. Aku resah sekali rasanya. Tapi kusembunyikan keresahanku ini, jangan sampai diketahui oleh suamiku.

Senin yang dinantikan tiba juga. Jam 7 suamiku sudah berangkat kerja. Setelah bunyi mesin mobilnya hilang dari pendengaran, bergegas aku menuju kamar mandi. Membersihkan tubuhku sebersih-bersihnya. Tak cukup dengan itu. Selesai mandi kusemprot-semprotkan parfum ke setiap sela yang mungkin tersentuh oleh Troy nanti.

Kukenakan celana jeans dengan t-shirt biru tua yang agak ketat. Tak lama kemudian aku sudah berada di dalam taksi yang sedang menuju alamat rumah teman Troy yang bernama Piet itu.

Rumah yang kutuju itu beberapa kilometer di luar kota. Aku agak tertegun melihat kemegahan rumah dengan pekarangan yang sangat luas itu. Pasti orang tua Piet bukan orang kebanyakan. Mungkin seorang pejabat tinggi atau pelaku bisnis papan atas. Hal itu membuatku ragu. Tapi begitu taksi berhenti di depan pintu pagar rumah megah itu, Troy datang menjemputku.

“Temenmu mana?” tanyaku dengan perasaan tak menentu waktu berjalan menuju pintu depan rumah megah itu.

“Lagi keluar dulu,” sahut Troy sambil menggenggam pergelangan tanganku, “Santai aja Mbak. Di sini aku merasa seperti di rumah sendiri.”

“Kita langsung aja ke kamar yang sudah disediakan di atas yok,” ajak Troy sambil menunjuk ke tangga yang menuju lantai dua. Aku menurut saja, meski terasa sikapku serba canggung.

Di dalam salah satu kamar lantai atas, aku mulai merasa tenang. Terlebih setelah Troy menutupkan pintunya.

Pandanganku tertumbuk ke sebuah foto besar berbingkai silver. Foto seorang anak muda di atas sebuah motor Harley Davidson. Tampan sekali anak muda itu. Aku menduganya seorang artis yang belum kuketahui namanya. Tapi Troy menunjuk foto itu sambil menerangkan, “Itulah Piet. Ganteng ya Mbak.”

Aku cuma mengangguk cuek, padahal hatiku berkata, “Ganteng dan sexy sekali temanmu itu…”

Kamar itu ada kamar mandinya. Maka bisikku, “Aku mau pipis dulu ya.”

Troy mengangguk sambil tersenyum. Aku pun masuk ke dalam kamar mandi itu. Bukan cuma mau pipis, tapi sekalian ingin mencuci memekku sebersih mungkin. Karena aku yakin memekku akan dijilati oleh Troy nanti, jangan sampai ada bau yang kurang sedap, meski sudah disemprot parfum di rumah tadi.

Celana jeans dan BH kugantungkan di kamar mandi. Keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan CD dan t-shirt. Rupanya Troy juga sudah melepaskan celana jeansnya, sama seperti aku, tinggal mengenakan t-shirt dan CD.

Senyum Troy tampak menggoda waktu aku menghampirinya. Lalu memelukku dengan hangat. Dan menciumi pipi serta leherku, lalu melumat bibirku dengan hangat dan membangkitkan gairahku.

Supaya Troy lebih leluasa menikmati kemulusan tubuhku, kulepaskan t-shirtku, sehingga payudaraku yang masih terawat kencang ini tak tertutup apa-apa lagi. Troy pun menanggalkan t-shirtnya. Lalu memelukku dengan hangat dan meraihku ke atas tempat tidur. Aku pun mulai menggelinjang nikmat ketika Troy mulai menjilati puting payudaraku.

Tak hanya itu, lidahnya mulai menjilati pusar perutku dan turun terus, sampai akhirnya kemaluanku mulai dijilatinya dengan penuh semangat. Aku pun mulai menggeliat-geliat dalam arus kenikmatan, sambil merengek lirih,“Troy… oooh… ini enak sekali sayang… kamu be… belajar dari siapa sih… kok pintar amat kamu main emut begini…?

“Belajar dari film bokep,” sahut Troy sambil menghentikan jilatannya sesaat, lalu menyedot-nyedot kelentitku membuatku mendesah-desah lagi dalam nikmat.

“Udah Troy… masukin aja… cepet… aku pengen melepas kangenku sama tititmu yang gagah itu…” pintaku sambil menarik bahu Troy agar naik ke atas tubuhku.

Troy mengikuti ajakanku. Ia mulai mengarahkan batang kemaluannya ke mulut memekku. Aku pun membantunya, merenggangkan pahaku sambil memegang batang kemaluan Troy dan menekankan puncaknya pas di mulut veggyku. Lalu aku mengedipkan mata, sebagai tanda agar ia mulai mendorong… dan… aaah… batang kemaluan Troy mulai melesak dengan mantapnya ke dalam liang kemaluanku!

Tapi setelah mulai menggeser-geserkan zakarnya maju mundur dalam liang kenikmatanku, ia berkata terengah, “Mbak jangan marah ya… sebenarnya Piet ada di rumah ini. Dia ingin nonton kita Mbak…”

“Apa?” aku kaget, tatapanku tertuju ke foto besar yang terpampang di dinding itu. Foto anak muda yang tampan itu, “terus kalau dia ngiler nanti gimana? Kamu kok ada-ada aja.”

Nada ucapanku seperti protes. Tapi diam-diam aku teringat pada peristiwa main bertiga dengan Benny. Apakah pagi ini akan terjadi kisah yang mirip itu?

“Dia orang sopan Mbak. Dia hanya ingin nonton. Tapi… kalau dia gak tahan dan ingin ikutan, mainin aja penisnya sama tangan Mbak… itu juga kalau Mbak gak keberatan. Pokoknya aku jamin tidak akan ada pemaksaan, Mbak.” Troy mulai mengenjot penisnya dengan gerakan syur, yang membuatku mulai terpejam-pejam.

“Nggak tau ah…” sahutku pura-pura tidak suka. Tapi diam-diam khayalanku mulai melambung… membayangkan sesuatu yang luar biasa indahnya.

“Dia menunggu izin Mbak untuk masuk ke kamar ini. Izinkan jangan?” tanya Troy sambil menghentikan gerakannya sejenak.

“Terserah kamu aja lah,” sahutku dingin. Padahal diam-diam aku ingin melihat apakah Piet itu setampan wajah di foto itu?

Tanpa menghentikan genjotan penisnya, Troy berseru, “Piet! Come in…!”

Aku rada degdegan juga ketika kudengar pintu dibuka. Soalnya aku dalam keadaan begini, keadaan telanjang bulat dan sedang disetubuhi oleh adik iparku.

Lalu tampak seorang anak muda tinggi semampai dengan wajah, Oh my God…! Tampan sekali cowok bernama Piet itu. Tubuhnya pun tinggi sekali, mungkin ada 190 cm tingginya. Dan senyumnya itu, oh… jangan-jangan aku bisa jatuh hati nanti…!

“Kenalan dulu dong,” Troy menghentikan entotannya sejenak, sambil menoleh ke arah Piet.

Aku yang sedang terlentang ini sempat juga berjabatan tangan dengan Piet. Ini adalah jabatan tangan yang paling canggung dalam hidupku. Karena aku sedang bertelanjang bulat, sedang dientot pula oleh Troy. Tapi di balik itu semua, aku benar-benar kagum melihat tampang dan sikap Piet. Jujur, aku belum pernah melihat cowok setampan Piet.

“Ayo lanjutkan Troy,” kata Piet sambil duduk di samping kananku, “Ini pertunjukan dahsyat… aku suka sekali.”

Troy pun melanjutkan permainan surgawi ini. Dengan mantap batang kemaluannya menggenjot liang kewanitaanku lagi. Sementara Piet seperti asyik sekali memperhatikan semuanya ini.

“Ahhh… ini merangsang sekali, jauh lebih edan daripada nonton bokep,” cetus Piet sambil menekan-nekan bawah perutnya.

Aku merasa kasihan juga. Meski sedang menikmati asyiknya enjotan penis Troy, kugenggam pergelangan tangan Piet dengan hangat. Piet senang kelihatannya dengan genggamanku.

“Ih, aku jadi ngaceng, Mbak…” katanya malu-malu.

“Masa…?” sahutku terengah, karena entotan Troy terasa makin gencar. Dan penasaran juga, sengaceng apa cowok tampan itu. Lalu kujulurkan tanganku, hinggap di bawah perut Piet yang masih berpakaian lengkap itu. Kutarik ritsleting celana jeansnya, agak susah dan Piet membantuku menarik ritsleting celananya.

Aku terkesiap. Mungkinkah ada penis sebesar itu?

Ketika kutatap wajah cowok abg itu, dia cuma tersenyum malu-malu, karena aku sedang berusaha menggenggam penisnya yang masih tersembunyi di balik celananya. Dan aku tak berhasil menggenggam sepenuhnya, saking besarnya batang kemaluan anak muda itu. Lalu kutarik-tarik celana jeansnya, sebagai pertanda agar ia melepaskan celananya.

Sambil tersenyum cowok rupawan itu menurunkan celana jeans dan CDnya. Wow! Aku benar-benar kaget melihat panjang dan besarnya batang kemaluan anak muda itu! Besar sekali! Panjang sekali! Apakah aku tak salah lihat?!

Perhatianku yang tertumpah ke alat kelamin Piet, membuatku kurang konsentrasi pada yang sedang Troy lakukan di atas tubuhku.

Aku menggapaikan tanganku. Anak muda bernama Piet itu mengerti dan segera mengangsurkan penisnya ke dekat tanganku. Darahku tersirap-sirap waktu memegang batang kemaluan yang sudah tegang itu. Benar-benar tidak tergenggam oleh tanganku! Diameternya hampir sama dengan diameter gelas! Dan panjangnya…

Aku mulai mengelus bagian kepala dan leher zakar Piet, sementara Troy tetap gencar mengentotku. Tapi ia masih sempat membisiki telingaku, “Dia belum pernah bersetubuh dengan perempuan, Mbak.”

“Masa sih?” tanyaku heran, sementara tangan kananku mulai berusaha meremas zakar Piet dengan lembut… dengan nafsu yang menjadi-jadi.

“Betul,” sahut Troy tanpa menghentikan entotannya, “Dia anak pingitan Mbak.”

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu