1 November 2020
Penulis —  ajatsurajati

Terdampar di Pulau Sunyi

MASIH LANJUT DI TAHUN KEDUA

Setelah kejadian malam itu, semuanya berubah.

Be.. ru… bah.

Berubah karena pada akhirnya setiap malam aku seakan-akan berharap bahwa kejadian itu terulang kembali.

Vaginaku gatal sekali… dan aku sudah dua kali masturbasi sejak itu, tapi itu tidak menghilangkan birahiku yang sedang hot. Hanya memadamkan sementara saja.

Telah tiga malam berlalu tanpa kejadian apapun. Donny seakan-akan tak bernafsu lagi padaku.

Tapi dari pandangannya selama siang hari, dia terus menatap tubuhku. Pandangannya mengikuti kemanapun aku pergi, dan apapun yang aku lakukan. Aku yakin, dia ingin melakukannya lagi tapi mungkin keberaniannya belum muncul lagi.

Rasanya aku harus membuatnya lebih berani.

Jadi siang itu ketika kudapati Donny sedang bermain air di pantai, aku menghampiri.

“Donny… mama ikut berenang ya” Teriakku.

Donny tersenyum lalu melambaikan tangan.

“Ayo maaaa… sinii… mumpung belum hujan nih”

Ia bertelanjang dada. Kurus memang anakku, karena makanan kami terbatas disini.

Tubuhnya yang berwarna tembaga berkilauan karena basah dan disinari matahari.

Kurus namun ligat, ototnya kuat. Dan tubuhnya memancarkan aura berwibawa walaupun kurus kecil.

Lihat saja tonjolan-tonjolan uratnya yang menghiasi lengan.

Aku membuka bajuku. Baju yang kupungut dari koper-koper yang dulu ikut terdampar disini. Untung saja banyak yang muat di tubuhku karena tubuhku ini kecil mungil dan langsing dengan perut rata. Tapi, biarpun mungil, dadaku lumayan besar loh. Ukurannya 34 C. Mantap kan? dulu lelaki sering memandang ke arah dadaku.

Jadi didepan donny yang sedang bermain air, aku membuka bajuku. T-shirt biru longgar yang sepertinya sih pemiliknya dulu laki-laki. Lalu perlahan kuperosotkan celana pendekku.

Dari sudut mata, Donny memandangku lekat.

Aku berhasil menarik perhatiannya.

Aku sekarang hanya mengenakan celana dalam berwarna hitam dan bra yang agak kekecilan berwarna hitam juga.

Bra yang agak kekecilan ini membuat payudaraku luber keatas, membuatnya makin menonjol.

Ah… kulitku yang dulu putih licin sekarang menjadi kecoklatan karena sering terbakar matahari.

Tapi rasanya tidak mengurangi keindahannya. Jadi ingat dulu waktu sering jalan-jalan di Singapur. Suamiku dulu sering melirik cewek-cewek disana yang putih namun agak kecoklatan terbakar matahari. Seksi katanya.

Berarti aku juga seksi saat ini.

Dan aku mencebur di pantai, bermain-main dengan anakku.

Sepanjang bermain di pantai, Donny terus menatap dadaku penuh nafsu.

Pandangannya agak sedikit liar.

Dengan sengaja, aku berusaha bersentuhan dengannya. Menempelkan dadaku di punggungnya yang ligat.

Menyentuhkan pahaku di pahanya yang mengkilap dipenuhi urat.

Terkadang seolah tak sengaja, aku menyentuhkan pahaku ke selangkangannya.

Tapi aku tidak menemukan sesuatu yang keras disana.

Awas kamu Donny… awas kalau sampai tidak terangsang oleh mama!

*********

Malam itu aku sedikit cemas.

Sebelum tidur, sengaja aku memilih baju daster se-paha berbahan halus.

Tak lama setelah matahari terbenam, aku mulai berbaring di sudut gubuk tempat aku biasa tidur. Tak ada tempat tidur disini, hanya berlantai pasir yang aku tutupi menggunakan dedaunan kering kemudian aku tutupi dengan kain-kain baju yang tidak bisa aku pakai. Dulu berkoper-koper baju ikut terdampar bersamaku.

Entah jam berapa saat itu, aku membaringkan badan dan menutup mata.

Tak lama, Donny menghampiri lalu tidur di sudut lain di seberangku. Ia selalu bertelanjang dada.

Ah… anak itu… sebetulnya kasian sekali. Kehidupan kami disini begitu keras. Mudah-mudahan kami bisa cepat ada yang menyelamatkan.

Aku berguling ke kanan, lalu berguling ke kiri dalam remang malam. Samar-samar kulihat Donny mulai merebahkan diri. Dia juga berguling guling dari tadi. Seperti orang cemas menunggu sesuatu.

Kembali aku berguling, membuat dasterku tersingkap. Dalam remang bercahaya bulan, samar terlihat pahaku sampai ke pangkal. Dan aku berguling kembali, membelakangi Donny. Sekarang dasterku terangkat lebih tinggi. Seluruh pantatku yang masih bercelana dalam hitam ini pasti terlihat. Terakhir, aku terlentang bagai pelacur yang sedang menantang.

Tak lama, aku pura-pura tidur. Lalu menunggu.

Aneh… Donny belum tertarik juga. Sialan anak ini… apakah aku sebagai wanita telah kehilangan daya tarikku?

Aku baru berusia 35 tahun, rasanya masih banyak laki-laki yang tertarik padaku jika saja aku tidak terdampar disini.

Setelah beberapa lama aku gelisah menunggu, kudengar Donny bangkit dari sudut tempat dia tidur dan menghampiri aku. Mulai kurasakan sesuatu menjamah dadaku.

Aduh, aku lupa kalau daster ini tak bisa dibuka dari atas.

Gerayangan jemari Donny kurasakan menggelitik pucuk payudaraku yang perlahan mengeras. Gerayangan itu berpindah dari payudara kiri ke kanan. Sekarang ia meremas pelan.

Tak lama, telunjuk dan jempolnya memainkan putingku dari balik daster. Dan aku juga lupa, kenapa tadi aku pakai bra? supaya dia lebih bebas memilin-milin putingku. Tapi untuk apa menyesal? lebih baik menikmati apa yang ada.

Gerayangan tangan itu beralih ke pahaku, merayapi dan mengusapi sepanjang pahaku. Geli nya nyaris tak bisa aku tahan ketika kurasakan bibir hangat Donny mencium pahaku. Apalagi saat dia menggelisirkan bibinya di sepanjang pahaku dari bawah hingga keatas. Ingin aku bilang supaya dia jangan begitu, gak tahan sama geli nya.

Untung nggak lama, Karena sekarang dia sedang menciumi gundukan vaginaku.

Hangat sekali nafasnya terasa.

Tiba-tiba Donny berhenti mencium selangkanganku dan tangannya terasa lepas dari pahaku.

Kenapa?

Oh… ia melepaskan celana pendeknya.

Donny melanjutkan kegiatannya. Bahkan sekarang kedua kakiku direnggangkan pelan-pelan olehnya.

Donny merunduk di sela kakiku yang sekarang mengangkang, lalu kurasakan kembali ia menciumi bukit vaginaku yang masih mengenakan celana dalam hitam.

Beberapa lama kemudian, Donny memerosotkan celana dalamku. Tentu tidak mudah. Tapi pasti kubantu walaupun aku pura-pura tidur.

Dia kebingungan karena setelah bagian belakang celana dalamku nyangkut di bongkahan pantat. Jadi, kuangkat sedikit pantatku tanpa menimbulkan kecurigaannya. Loloslah celana dalamku sampai ke batas pangkal paha. Tapi sekarang dia kebingungan kembali karena kedua kakiku yang mengangkang menghalangi.

Donny merapatkan kedua kakiku, lalu dia pelan-pelan menarik celana dalamku kebawah. Kembali ia merenggangkan kedua kakiku, lalu berlutut disana.

Aaaaah… dia meraba-raba bibir vaginaku. Menyelusurinya turun naik, terkadang menyentuh klitorisku.

Vaginaku mulai basah, dan membuat jemari Donny yang turun naik membuat cairan itu menyebarkan cairanku ke klitoris. Aku tak sadar mengerang tertahan ketika Donny mengusap klitorisku dengan cara berputar mengitari. Tapi eranganku tak membuat dia kaget. Mungkin dia sudah tak sadar lagi dengan sekitarnya.

Vaginaku makin basah. Dan getaran-getaran kenikmatan itu semakin kurasakan menjalari klitorisku. Nafasku makin tersengal tapi berusaha kutahan.

Donny kurasakan sekarang mulai berada di atas tubuhku, dan ia menurunkan pantatnya.

Seperti melayang di langit ketujuh rasanya ketika sesuatu yang hangat dan keras menggesekki permukaan vaginaku. Saat klitorisku tertabrak ujung kemaluannya, aku menjerit kecil karena kenikmatan yang tak tertahankan dan tanpa sadar aku membuka mata.

Kami beradu tatap.

“Ma… mama…” seru nya kaget.

Aduh… kenapa aku tidak bisa menahan kenikmatanku hingga tadi melenguh? aku tak sadar membuka mataku tadi.

“Donny… eh… la… lagi apa…?” aku pura-pura.

“Eh…” dia kebingungan… tapi batang kemaluannya tetap menempel di permukaan vaginaku.

Giliran aku sekarang yang bingung… harus bagaimana?

Ketika tubuhnya bergerak, otomatis kemaluannya bergerak menggesek klitorisku lagi. Aku tak bisa menahan kenikmatan yang kurasakan sehingga secara reflex aku melenguh dan kedua tanganku memegang pantat donny sehingga tertahan disana.

“Ma… mama…”

“Eh…”

Donny bergerak lagi.

Aku mengerang lagi, dan kali ini aku menekan pantatnya agar lebih merapat, menekan batang kemaluannya semakin erat menempel.

“Maafin… Donny mah…” katanya.

Kami bertatapan, dan mataku melotot. Bukan… ini bukan melotot marah… tapi melotot menahan kenikmatan.

Tapi mungkin Donny menganggapnya aku marah, sehingga ia melepaskan tatapannya dari mataku.

Aku memeluknya, lalu mendekap. Dan dia runtuh di atas tubuhku. Seluruh bobot tubuhnya yang tidak terlalu berat itu ambruk. Aku memeluknya erat.

“Donny… ngga boleh begini…” bisikku. Biar bagaimanapun aku tidak bisa langsung mengijinkannya berbuat seperti ini kan? terpaksa pura-pura.

“I… iya mah…” jawabnya.

“Donny… ngga akan lagi… mah..” katanya.

Tapiiii… pantatnya bergerak, dan batang kemaluannya bergerak menggesek vaginaku.

Dan aku melenguh lirih menikmati. Namun aku tak tahan lagi.

Didorong oleh nafsu yang memuncak ke ubun ubun, aku bergerak. Membalikkan posisi tubuh hingga sekarang Donny yang tertindih olehku. Tubuh telanjangnya yang ligat berkulit cokelat tembaga itu terlentang, membuat aku semakin bergairah.

Tetapi ketika aku melihat ke bagian bawah tubuhnya, aku sedikit kaget.

Ya ampun… Donny…

Tititnya… kenapa cuman sebesar jempol?

Aku menyentuhnya. Otomatis Donny mengerang kenikmatan.

Otakku berputar… dan aku sekarang mengerti, kenapa waktu itu pada saat menggesekkan batangnya di permukaan vaginaku ujung tititnya hanya sampai menyentuh bagian bawah klitorisku.

Aku sebagai mamanya tidak pernah tahu bahwa anakku ini tititnya tidak normal.

Terakhir aku melihatnya adalah saat dia masih berusia 10 tahun bertahun lalu.

Erangan Donny membuyarkan lamunanku.

Aku jadi kasihan… apakah nanti dia akan dapat memuaskan pasangannya setelah menikah?

Apakah ada perempuan yang mau padanya nanti?

“Enak sayang?” tanyaku.

“Iya… mah…” jawabnya pelan.

Lalu aku mengangkanginya. Kedua kakiku mengangkang di samping tubuhnya.

Pelan, aku menurunkan selangkanganku dan… ketika ujung kemaluan Donny yang sebesar jempol itu menyentuh bibir vaginaku, aku merintih. Biar bagaimanapun, itu tetap saja batang kemaluan lelaki yang sedang keras walaupun cuman sepanjang jempol tangan. Ujungnya yang berbentuk helm membonggol dan mengkilap.

Aku terus menurunkan selangkanganku hingga titit kecil itu perlahan menyelusup ke lorong vaginaku tanpa kesulitan apapun. Donny merintih, dia pasti baru merasakan nikmatnya vagina wanita.

Selangkangan kami rapat, dan batang titit Donny terpendam didalam vaginaku yang licin.

“Mah… “ “Ya sayang… “ “Aku…”

“Kenapa Don… enak”

“Iya… mah… Donny… ga kuat…”

Waduh… aku segera menarik pantatku naik. Baru begitu saja Donny sudah tidak kuat menahan.

Kini dibawahku batang titit Donny tegak berdiri keras dengan kepalanya yang menjadi lebih besar dari sebelumnya.

Uh… anakku… memang tititmu tidak besar… tapi aku bernafsu sekali melihat tititnya berkedut-kedut.

“Kamu… keluar?” tanyaku.

“Belum mah… hampir” katanya.

Dengan telunjuk dan jempol, aku memencet batang leher tititnya yang sedang berdiri tegak. Ini jurusku untuk membuatnya tidak cepat orgasme. Donny meringis menahan sakit barangkali. Tapi tititnya masih tetap tegak setelah beberapa detik aku pencet.

Dan, kumasukkan kembali kedalam vaginaku hingga mentok. Aku terpejam menikmati titit pertamaku setelah dua tahun tak tersentuh. Perlahan aku bergerak keatas hingga tititnya hampir lepas, lalu kuhunjamkan lagi hingga melesak.

“Uh… “aku merintih.

“Mah… memek mama… licin… aduh…” katanya sambil terengah.

“Enak sayang…?”

“Enak… mah… tapi… longgar…”

Hah????

Enak aja… bukan vagina aku yang longgar, tapi titit dia terlalu kecil.

Setengah marah dibilang longgar, aku melesakkan tititnya dalam-dalam ke vaginaku lalu kujepit keras dengan otot-ototku.

Donny terbelalak, tapi tidak ada ampun baginya. Aku terus mengocokkan vaginaku di batang kemaluan kecilnya itu dengan keras, dan cepat.

Clep clep clep clep clep, suara vaginaku yang basah dikocok oleh batang kemaluan Donny anakku yang ukurannya tidak sempurna itu tetap membuatku bergairah juga.

Donny menceracau tak jelas.

“Maaaah… am… pun… enak banget… aaaah” katanya.

Aku makin bernafsu menghunjamkan seluruh batang tititnya di vaginaku.

“Maaah… mau… keluar…”

Dan aku makin cepat menurun naikkan pantatku, mengencangkan otot-otot vaginaku yang memegang erat batang kemaluan kecilnya.

Dan tiba tiba donny meregang.

“Aaaaaaaaah…” jeritnya

Aku menghunjamkan vaginaku ke tititnya. Membuatnya melesak makin dalam… walaupun cuma sepanjang jempol tanganku. Dan didalam sana, didalam lorong vaginaku… kurasakan titit Donny berkelojotan. Sementara tubuhnya terlonjak-lonjak tak karuan. Aku tetap menekankan vaginaku, agar dia makin merasa nikmat.

Donny masih terlus berkelojotan, menikmati persetubuhan pertamanya.

Namun anehnya, tidak kurasakan semprotan sperma nya didalam vaginaku. Biasanya akan kurasakan hangat jika ada lelaki yag ejakulasi didalam. Ini? tak berasa. Tak ada sedikitpun sperma yang dikeluarkan Donny.

Dan Donny masih terus terlonjak-lonjak lemah.

Dan aku? tetap saja kentang.

Aku tetap membiarkan batang kemaluan Donny yang sekarang melembek untuk terus berada di dalam vaginaku.

“Enak ya Don?”

“I… iya mah…” jawabnya malu-malu sambil senyum.

“Mau lagi Don?”

“Nggak mah… ngilu…” jawabnya berusaha lepas dariku.

“Eh… diam don… mama belum selesai”

“Aduh… ngilu mah…” jawabnya meringis.

Aku tak perduli, kugoyangkan selangkanganku perlahan hingga membuat Donny meringis-ringis menahan ngilu di tititnya.

“Udah mah… udah… aaah” katanya lemah.

“Belum sayang… mama belum selesai”

“Aaaaah… aaah…”

Donny merasakan ngilu, tetapi perlahan-lahan titit kecil itu kembali mengeras.

Aku terus menggoyangkan selangkanganku hingga titit itu benar-benar mengeras kembali.

Dan setelah mengeras, aku mencabutnya.

“Ke… kenapa ma…” tanya Donny keheranan.

“Mama ngga puas… titit kamu kecil sayang…” jawabku, menghinanya.

“Ma… maaf mah…”

“Diam… biar mama yang bergerak”

Aku memegangi pangkal tititnya yang sudah tegang itu.

Perlahan aku menurunkan selangkanganku hingga ujung helm tititnya menyentuh klitorisku.

Dan ujung tititnya yang membonggol berwarna ungu itu aku usapkan ke klitorisku.

Aku melenguh nikmat… ini lebih nikmat daripada ketika titit Donny masuk ke vaginaku. Terlalu kecil ukurannya. Entah kenapa titit anakku ini kecil.

Jadi perlahan aku terus mengoleskan kepala tititnya yang licin itu ke klitorisku. Donny meringis menahan rasa ngilu yang teramat sangat.

“Aduh mah… Donny ga kuat… aduuuuh… ngilu mah” katanya sambil berusaha menghentikan gerakan tanganku yang memegang erat tititnya dan mengoleskannya ke klitorisku yang kini mengeras.

Aku tak perduli, aku berusaha meraih kenikmatanku yang selalu saja dibikin kentang.

Dengan ganas aku semakin cepat bergerak, dan Donny semakin meringis. Dia menggigit bibir bawahnya.

“Enak… sayang…?”

“Enak… ma… aaaaah… tapi… ngilu… udah mah udah… tolong…”

Justru hal itu membuat aku semakin bernafsu. Aku begitu menikmati rintihannya yang sedang tersiksa oleh kenikmatan. Atau kenikmatan yang menyiksa? entahlah…

Ketika rasa itu semakin memuncak, aku semakin cepat lagi mengoleskan ujung titit donny yang katanya ngilu itu di klitorisku ke kiri dan kekanan. Dan ketika kenikmatan itu hampir datang, Donny berteriak sambil badannya terbangkit dan ia setengah duduk dibawah tubuhku. Pandangannya melotot.

“Mah… ngiluuuuu… AAAAHHHHH…” jeritnya.

Tubuh Donny kembali terlonjak lonjak, ditengah tengah ngilu atau linu yang dirasakan di ujung tititnya, dia ternyata untuk kedua kali merasakan puncak kenikmatan. Kali ini kenikmatan itu begitu menyiksanya, saking hebatnya rasa ngilu itu.

Dan aku begitu terangsang melihat penderitaannya. Aku sambil memandang anakku yang sedang terlonjak-lonjak didera kenikmatan akhirnya berhasil mencapai kenikmatanku juga. Kulepas batang titit Donny, dan mataku mendelik.

Sruuuut… sruuuuuuut…

Aku squirting banyak sekali. Airnya menyemprot ke wajah Donny yang sedang terlonjak-lonjak menikmati orgasmenya.

Badanku gemetaran, berkelojotan. Lututku tak kuat menahan beban tubuhku. Sambil terus berkelojotan, aku ambruk di atas tubuh Donny. Dan air squirt ku yang bening terus saja muncrat berkali kali membasahi seluruh tubuhnya.

Kami rubuh bersama, berpelukan tak berdaya dan tak bertenaga.

Bahkan untuk sekedar bergeser saja tubuhku tak mampu.

Kami tetap dalam posisi bertindihan hingga pagi.

Esoknya ketika kami terbangun, Donny bercerita bahwa bukan hanya batang tititnya saja yang kecil dan pendek tetapi buah zakarnya juga ternyata tidak pernah tumbuh sempurna. Ada namun kecil. Mungkin itu juga sebabnya setiap kali mencapai puncak kenikmatannya, Donny tidak pernah mengeluarkan sperma.

Aku sebagai mamanya tidak pernah tahu kondisi anakku. Mama macam apa aku ini?

Dan aku tetap merindukan batang kemaluan pria yang legam kekar dan besar menghunjam hingga vaginaku meregang.

Apakah akan kutemui suatu saat nanti?

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu