1 November 2020
Penulis —  megatron21

Sweet Home - Miss You Dad

Empat bulan berselang sejak hari itu. Hari dimana keperjakaanku kuberikan kepada Naya kakakku.

Kini aku dihadapkan dengan momok yang menhantui hampir seluruh remaja di seluruh dunia. Ujian kelulusan. Ya, bagiku sangat menegangkan untuk menjalani ujian ini. Jika aku tidak lulus, maka aku harus mengulang satu tahun lagi. Apa kata tetangga nanti kalau mengetahui kalau diriku tidak lulus ujian kelulusan.

Memang sih, nilai-nilai pelajaranku akhir-akhir ini semakin membaik. Itu semua berkat kerja keras Naya yang selalu mensupportku ketika aku belajar. Buat apa punya kakak pintar kalau tidak kumanfaatkan, pikirku. Apalagi kegiatan sex yang kami lakukan rutin setelah belajar. Membuat hasrat belajarku tak habis-habis.

Pagi itu aku bangun pada pukul setengah enam pagi. Mama dan Naya masih terlelap disisiku. Sejak enam bulan lalu kami selalu tidur bersama. Karena hampir setiap hari aku selalu melakukan threesome sex dengan mama dan Naya, seperti tadi malam. Aku bangkit menuju kamar toilet untuk mandi dan menggosok gigi.

“mau mandi bareng kak?” tanyaku.

“boleh…” kata Naya seraya memelukku dari belakang.

Air kran pagi itu terasa begitu dingin. Maklum lah, harga pemanas air cukup mahal. Untung saat itu ada Naya yang mandi bersamaku. Sehingga kami bisa berbagi kehangatan.

Kuusap payudara Naya dan kukecup bibirnya. Naya mendesah, diraihnya batang penisku yang belum menegang dan di remas-remas.

“hari ini kamu ujian kan?” tanya Naya.

“iya kak… Kenapa?”

“kita ML dulu yuk… biar kamu semangat ngerjain tesnya…” kata Naya.

“disini?” tanyaku.

Naya mengangguk dan mengangkat sebelah kakinya. Kedua tangannya dirangkulkan keleherku untuk menjaga keseimbangan. Aku memeluk tubuh Naya dan merapatkan tubuhnya padaku. Naya mengarahkan penisku ke vaginanya sambil menciumku. Setelah tepat berada di vaginanya segera kudorng pantatku. Seketika penisku sudah menancap divaginanya.

Lama kelamaan Naya mulai pegal mengangkat kakinya. Kini aku diarahkan untuk duduk di kloset. Naya duduk di atasku dengan posisiku memangkunya dan Naya membelakangiku. Penisku kembali ia arahkan ke vaginanya. Naya menggerakkan tubuhnya naik turun. Goncangan pada payudaranya menimbulkan bunyi seperti menampar.

“Ahhh… Ssssshhhhh…” begitulah desahannya.

Lama sekali kami berada pada posisi itu. Aku meminta Naya untuk bangkit dan berganti posisi. Naya menyandarkan sikunya di bak mandi. Kini kami bersetubuh dengan posisi doggy-style. Posisi ini adalah salah satu posisi yang paling mudah bagiku untuk melakukan penetrasi. Aku bisa menancapkan penisku sangat dalam agar lawan mainku tenggelam dalam kenikmatan.

“Tommm.. Ohhhh… Ohhh… Hmmmmppphhh.. Ahhh…” begitulah ia mendesah.

Penisku sudah mulai berdenyut tanda bahwa orgasmeku tidak jauh lagi. Kupercepat gerakanku untuk menggapai kenikmatan. Naya menyadarinya, bahwa sebentar lagi aku orgasme. Digenggamnya pergelangan tanganku dan ditariknya menuju dadanya. Seakan tidak rela aku menggapai orgasme sebelum dirinya.

Kuremas payudaranya, kupilin putingnya, dan kujilat tengkuk Naya. Naya melenguh karena kenikmatan itu. Irama gerakanku yang cepat masih kupertahankan. Tubuh Naya menegang. Vaginanya kini mencengkeram penisku semakin kuat. Aku tak kuasa menahan rangsangan itu.

“Ahhhh… Kakkk… aku udah mau keluar… Ahhh…” Kataku.

“sama tom.. kakak juga mau keluar… Aaahhhhh… Aaahhhhhhh…”

(sfk: Crot… Croooot… Crrrroooottt…) spermaku menyembur di rahimnya, bertepatan dengan erangan Naya yang tertahan.

“kakak udah sampai belum?” tanyaku terengah-engah.

Naya mengangguk.

“ayo kak, kita udahan mandinya… nanti kalo telat aku ngak boleh ujian…” kataku.

Kami bergegas menyelesaikan mandi dan menyiapkan diri menghadapi hari ini. Tampaknya persetubuhan kami pagi ini cukup membantuku menghadapi ujian. Pikiranku sekarang ini sangat senang, tenang, dan bahagia.

Aku dan Naya berpaitan pada mama. setelah mengantar Naya ke kampusnya aku bergegas menuju sekolahku.

Aku sampai diruang kelas sepuluh menit sebelum ujian dimulai. Kulihat teman-teman sekelasku semuanya sedang giat membolak-balik buku pelajaran. Mungkin sedang mengingat kembali apa yang dipelajari mereka kemarin.

Bel berdering. Semua orang kini mengambil posisi sesuai dengan nomor tes masing-masing. Aku duduk di barisan kedua dari belakang. Saf kedua dari kanan. Guru pengawas yang didatangkan dari sekolah lain mulai membagikan soal tes hari ini.

Jantungku berdegub kencang. Berharap apa yang telah kupelajari selama satu minggu terakhir bersama kakak bisa membantuku melewati ujian ini.

Guru pengawas kini berdiri di depan kelas. Membacakan peraturan dan tata tertib ujian. Rasa sesak memenuhi dadaku. Takut, khawatir, tidak percaya diri. Sampai saat dimana pengawas akhirnya memperbolehkan kami membuka lembar soal.

Kubaca soal-soal itu satu persatu. Mencari soal yang termudah terlebih dahulu untuk menghemat waktu, begitu kata kakak. Perlahan-lahan, nomor demi nomor kuterlusuri.

Perlahan aku mulai bisa tenang dan tersenyum. Terima kasih tuhan, apa yang kupelajari selama ini benar-benar tercantum dalam soal-soal itu. Aku mulai percaya diri dan mengisi jawaban di lembar yang telah disediakan.

Satu setengah jam berlalu. Lembar jawaban sudah kuisi penuh. Aku memanfaatkan waktu yang tersisa untuk mengecek kembali jawabanku.

Lega rasanya, delapan puluh persen jawabanku sangat kuyakini sebagai jawaban yang benar. Aku mulai tenang.

Hari demi hari kulalui menghadapi ujian tersebut. Hingga hari ini. Hari ujian terakhir.

Kulihat raut wajah teman-teman sekelasku. Ada yang tenang, panik, sedih, bahagia, perasaan mereka tercermin jelas.

Bunyi bel membangunkanku dari lamunan. Kertas lembar jawaban terakhir sudah diambil oleh guru pengawas hari itu. Sekarang hanya tuhan yang bisa menentukan nasibku. Yang penting aku sudah berusaha maksimal, begitu pikirku.

Aku dan teman-temanku bersorak. Merayakan berakhirnya ujian kelulusan ini. Walaupun tidak dapat dipungkiri ada beberapa yang masih terlihat muram. Mungkin dia tidak percaya diri dengan apa yang telah dikerjakannya.

Aku duduk bersandar dibawah pohon beringin tua di halaman sekolahku. Menikmati saat-saat terakhirku berada di sekolah ini. Teringat jelas semua kenanganku selama aku bersekolah disini. Menjadi anak baru, memiliki teman dan sahabat, kecewa dan jatuh cinta. Kutersenyum dalam lamunanku mengingat itu semua.

“brayy… gimana ujian lo?” tanya Andi. Andi merangkul bahuku.

“alhamdulilah… Aman bray… lumayan pede lah gw… walaupun gak seratus persen…” kataku.

“baguslah… Gw juga lumayan pede sih… walaupun beberapa kali hampir ketauan nyontek… hahahah” Andi tertawa dengan tawanya yang khas.

Kami berbincang sejenak mengenai masa depan. Andi berencana melanjutkan kuliah, impiannya adalah untuk dapat diterima di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Andi memang cukup cerdas jika kunilai. Walaupun kadang sifatnya yang ‘begajulan’ tidak dapat disembunyikan. Sedangkan aku belum memutuskan apa-apa.

Kami terdiam beberapa saat, mungkin melamunkan harapan-harapan kami. Tiba-tiba Andi berbicara.

“bray…” Andi memulai pembicaraan.

“oit…”

“menurutlu Indah orangnya gimana?” tanya Andi. Indah adalah teman sekelas kami sejak kelas satu. Dia adalah perempuan yang cantik. Rambut panjang sebahu berwarna cokelat, tubuh tinggi semampai, tipikalnya baik dan ramah, prestasinya juga tak kalah cemerlang. Dan lagi Indah adalah salah satu sahabat karibku juga.

“emang kenapa bray…?” Aku bertanya balik.

“jiahhh… dia malah nanya balik… Jawab dulu menurutlu Indah orangnya gimana?”

“hmmmm… gimana ya… dia itu orangnya baik, gak sombong, pinter, supel… tipe cewe idaman cowo-cowo lah pokoknya… emank kenapa lu tanya tentang dia bray… lu suka sama dia ya… Hayoooooo…” aku tertawa.

“hus ngaco… mana berani gw suka sama dia…” kata Andi.

“kok ga berani?”

“ya pasti di tolak lah hahahahah…” Lagi-lagi Andi tertawa dengan tawanya yang khas.

“yakin amat lo bakal di tolak…” Kataku.

“scara gitu… dia tuh dari kelas satu sukanya sama lo… Lo-nya aja yang ga sensitif” kata Andi.

“ohhh…” kataku. Aku memang tidak tau pasti apakah yang dikatakan Andi itu benar, atau hanya mengada-ada. Andi memang jarang membohongiku selama kami berteman.

“kok Cuma Oh… Lu sendiri gimana sama dia… ada rasa ga?” tanya Andi.

“sekali pun gw ada rasa… Lu kan tau prinsip gw.. gak akan pacaran selama gw masi minta uang sama ortu gw…” kataku

“yeeee… Tapi tetep aja lu ga jawab pertanyaan gw… lu ada rasa gak sama Indah…?”

“iye-iye… Ada rasa… lu mah ada-ada aja yang ditanya…”

“ada rasa kok ga di omongin Tom… Saling suka kan ga mesti pacaran…” kata suara di belakangku, yang aku yakin itu adalah suara Indah.

Aku berbalik kaget mendengar suara itu. Mukaku merah padam melihat Indah yang tersenyum. Entah sejak kapan dia ada dibelakangku. Andi sialan, rupanya dia menjebakku.

“hus… ngagetin aja lu Ndah…” Kataku sambil mengelus dada. Indah hanya tertawa.

“oke… Sampe disini tugas gw berakhir… selamat bersenang-senang pangeran dan tuan puteri… hahahahah” Andi berlari menjauhi kami.

“dasar monyong…” umpatku.

“maaf ya Tom… Gue yang minta tolong sama Andi untuk nanya itu semua… Soalnya ga ada waktu lagi. Sebentar lagi kita udah lulus…” kata Indah.

“hadehhh… tengsin abis gw dah… iya-iya gpp…” kataku.

“Tom… kalo udah lulus lo mau ngapain?” tanya Indah.

“blom tau… Antara kuliah atau langsung kerja… tapi kalo kuliah gw takut nyusahin mama dan kakak gw…” kataku.

“kalo gitu kerja aja Tom… Kalo udah punya penghasilan sendiri kan kita bisa pacaran…” Kata Indah.

“hus… Ada-ada aja lu Ndah…” kataku

“ihhh… kenapa kan katanya gak mau pacaran kalo masih minta uang saa ortu… kalo udah kerja kan gpp” kata Indah sambil tertawa.

Kami berbincang beberapa lama sampai sekolah sudah mulai sepi. Jam ditanganku menunjukkan pukul dua siang.

“Tom… anterin gue ambil tas dong…” kata Indah.

“emang lu taro dimana?”

“di kelas…”

“yeeee… Nanti kalo ilang gimana…”

“ngak lah… siapa juga yang mau nyolong buku-buku bekas…” katanya.

Kuturuti permintaanya. Kami berjalan naik ke kelas kami di lantai tiga. Benar saja, tasnya ada di meja di pojok kelas tempat Indah biasa duduk.

“nah… tu dia tas lu… Pulang yuk… udah sepi nih…”

“duduk sini sebentar sih… gue mau ngomong…” kata Indah pelan.

“emang ada apa Ndah… kayanya penting banget… ada masalah ya… kalo ada masalah cerita aja, kalo bisa gw bantu pasti gw bantu kok…” Kataku

Kami duduk di bayang-bayang tembok sekolah. Duduk dibangku kelas yang terbuat dari kayu. Kami berdua duduk bersebelahan, memandang keluar jendela menikmati langit siang itu.

“Tom… sebenernya gue udah suka sama lu sejak kelas dua…” kata Indah.

“maaf ya Ndah… gw sebagai teman dekatlu sampe ga tau hal itu… Habis memang gw ga ada niat pacaran juga…” Kataku.

“gue kurang menarik ya buatlu?” tanya Indah.

“hahaha… Ngak gitu ndah… Emanknya lu pikir gw homo yang udah ga suka sama perempuan?” kataku.

“terus…?”

“ya pasti menarik lah… lu baik, ramah, cantik, pinter, berprestasi lagi… mna ada cowo yang ga tertarik sama lu…” kataku.

“buktinya lu ga pernah ngomong suka tuh ke gue…” Kata Indah.

“karena di dunia ini ada dua orang perempuan yang paling gw sayang…” kataku.

“jadi lu udah punya pacar..?” tanya Indah.

Aku menggeleng.

“dua orang itu adalah mama dan kakak gw…” Kataku.”gw g mau nyusahin mereka hanya untuk pacaran yang belm tentu ujung-ujungnya sampai nikah. Lagipula gw pikir kecil banget kemungkinan seseorang yang pacaran sejak sekolh bisa langgeng sampai nikah. Seumuran kita kan masih labil.”

“jadi alasannya lu ga mau pacaran Cuma itu… jadi dua tahun ini gue mendam perasaan ke lo Cuma karena itu?” kata Indah

Aku mengangguk pelan. Sadar bahwa ucapanku barusan membuatnya kecewa padaku. Tapi apa boleh buat. Kurasa itu yang terbaik untuk kami.

“Tom…” kata Indah.

“hmm… apa ndah?” tanyaku.

“boleh ga gue minta sesuatu… kali ini… aja…” pinta Indah.

“selama gw bisa… Pasti gw kasih…”

Indah mendekatkan wajahnya padaku. Kurasakan keharumah di tiap hembusan nafasnya. Mungkin dia baru makan permen, pikirku ^^.

Aku memundurkan posisi tubuhku, khawatir bila tanpa sengaja aku mencium bibirnya. Bahaya, pikirku.

“perawanin gue Tom…” kata Indah.

Aku terentak kaget dan jatuh kebelakang karena posisi kursiku yang memang sudah miring.

“gile lu Ndah… Sadar-sadar… istigfar…” kataku.

Indah tak mendengarkan apa yang aku katakan. Indah segera duduk di pahaku dalam posisiku terbaring di lantai. Dibukanya kancing seragamnya satu persatu sampai kancing terakhir.

Aku terdiam, bingung apa yang harus kuperbuat untuk mencegahnya. Indah menyibakkan seragam tanpa melepasnya. Kini terpampang dua payudaranya yang masih terbalut bra.

“Tom… Kali ini aja… Penuhin permintaan gue… gue ga rela lu hilang dari hidup gue, tanpa gue meninggalkan sesuatu sama lo…” kata Indah. Diraihnya tanganku dan diletakkan di kedua payudaranya.

“Tom… Kok diem aja.

Aku masih terpaku dalam lamunanku. Penisku mulai memberontak. Kurasakan ukuran celanaku semakin menyempit. Di pangkuanku telah duduk seorang perempuan cantik yang rela memberikan kehormatannya padaku.

Aku diam sejenak. Akhirnya kuputuskan untuk mengakhiri semua ini.

Aku memindahkan tanganku yang berada di payudara Indah menuju kancing bajunya. Perlahan kukaitkan kembali kancing bajunya satu persatu. Indah menitikkan air mata.

“kenapa Tom… Kenapa… kenapa lu ga mau nurutin permintaan gue… Sekali ini aja Tom…” kata Indah sambil terisak.

Aku bangkit dan duduk di sampingnya. Kupeluk tubuh Indah dengan erat. Indah memelukku, isakan tangisnya kini semakin keras. Kuusap rambut Indah yang tergerai di bahunya.

“Ndah… Jangan…” aku berbisik ditelinganya.

“kehormatanlu gak pantas lu berikan ke cowo seperti gw…” kataku.

“apa yang udah kita jalanin selama tiga tahun sekolah bareng-bareng udah merupakan kenangan manis di hidup gue.” Kataku.

“lagipula…”

“lagipula apa Tom…” Tanya Indah yang masih terisak.

“keperawananlu harusnya lu berikan kepada suamilu nanti… bukan kepada cowo yang udah ga perjaka seperti gw…” Kataku.

Indah terkaget mendengar apa yang kukatakan. Dia melepaskan pelukannya padaku.

“maksud lo apa Tom… lo udah pernah ML sama perempuan lain?” tanya Indah.

Aku terdiam sesaat. Kuceritakan tentang apa yang sudah terjadi dalam hidupku. Mengapa aku melakukan hal itu. Konsekwensi apa saja yang sudah ku ambil, semuanya. Kuceritakan pada Indah tanpa ada yang ditutup-tutupi. Air mata Indah kembali mengalir membasahi kedua pipinya yang halus. Aku tidak berani menyekanya.

Indah menyeka air matanya sendiri.

“oke… terus kenapa lu ga mau ngambil keperawanan gue?” tanya Indah.

“karena gw sayang sama lu Ndah… gw ga tega ngerusak hiduplu, kesucianlu, hanya karena nafsu sesaat. Mungkin sering lu denger, kucing ga akan pernah nolak kalau diberi ikan. Tapi itu ga berlaku di gw. Gw sangat sayang sama lu, mungkin udah gw anggap seperti saudara. Untuk hari ini gw mohon maaf. Gw tau lu pasti jijik ngeliat gw.

Tiba-tiba saja Indah menciumku. Dipeluknya tubuhku erat. Aku tidak kuasa menolaknya kali ini. Kupeluk erat tubuh Indah. Mungkin beberapa hari lagi kami tidak akan pernah bertemu lagi. Entah, hanya tuhan yang tau.

“lu cowo baik Tom… gak nyesel gw menghabiskan waktu dua tahun untuk mencitai lu… first kiss gue sekarang gue titip sama lu. Gue harap lu ngak menganggap gue cewe murahan…” kata Indah.

“ga akan Ndah…” kataku.

Kami tersenyum bersama dan membereskan pakaian kami yang berantakan.

Kami berjalan berdua menyusuri tangga untuk bergegas pulang. Aku mengantarkan Indah terlebih dahulu kerumahnya. Sepanjang perjalanan, Indah tak mengucapkan sepatah kata pun. Apakah dia marah padaku. Wajar kalau dia marah, pikirku.

Kuantarkan Indah sampai gerbang rumahnya.

“hati-hati ya Tom…” Indah melambaikan tangannya padaku. Aku hanya mengangguk dan menarik gas motorku dalam-dalam. Dalam lamunanku aku berjalan pulang.

Sesampainya dirumah Naya sudah menungguku. Dia menyambutku di pintu, kututup pintu rumah dan kupeluk Naya dengan erat. Rindu sekali perasaanku saat ini. Peristiwa di kelas membuat perasaanku kacau balau.

“ada apa Tom…? Ujiannya gak lancar ya?” tanya Naya.

“lancar kok… Makasih ya kak udah bantu aku belajar…” kataku.

“terus ada apa?” tanya Naya.

Aku menceritakan pada kakak tentang apa yang terjadi di sekolah. Naya hanya tersenyum dan sesekali tertawa.

“ihhhh… Kok aku di ketawain sih kak…” Kataku

“hahahah… gapapa lanjut-lanjut… lagi seru nih kakak dengerin ceritanya…” kata Naya.

“kakak ga marah?” tanyaku.

“ya ngak lah… Adikku ini sudah melakukan hal yang benar…” Kata Naya.

Syukurlah, tadinya kupikir hubungan kami akan bermasalah karena hal itu. Ternyata kakakku ini memang sangat pengertian. Rasa sayang dan cintaku padanya kini jauh melebihi sebelumnya.

“trus kapan pengumuman kelulusannya..?” tanya Naya.

“senin depan kak… nanti list nama siswa yang lulus ditepel di mading…” kataku.

“kakak doain semoga nilai kamu bagus ya… kakak bangga deh punya pacar kaya kamu…”

Kamipun kembali berpelukan. Naya mendekap erat wajahku di dadanya. Kusingkap kimononya dan mulai kujilat payudaranya. Naya mendesah ketika aku mengeksplorasi payudara dan lehernya. Kujilat gundukan payudaranya, namun kubiarkan putingnya, agar naya penasaran pikirku ^^. Ku jilat lehernya sampai telinganya.

“Sssshhh.. Tom… Di isep juga dong…” Pinta Naya.

“pengen banget ya kak…” Godaku.

“Ihh… Dasar kamu…” Naya mencubit pipiku.

Kulucuti kimono yang menempel di tubuh Naya hingga kini tak sehelai benang pun menutupi tubuhnya yang menawan. Kulepaskan juga seragam sekolahku yang sudah penuh dengan keringat.

Belakangan ini aku cukup sering menonton video porno yang kuunduh dari internet bersama Naya. Banyak juga adegan foreplay yang belum pernah kami lakukan sebelumnya. Hari ini aku akan mencobanya, pikirku.

Naya yang kini terbaring di sofa, tampak sudah siap menerima jurus baruku. Diacungkan jari telunjuknya dan digerakkan maju mundur. Seakan menantangku untuk segera melancarkan aksiku.

Tanpa menunggu lama langsung kuserang payudaranya. Kujilat seluruh payuaranya, lagi-lagi kusisakan putingnya untuk saat terakhir. Perlahan jilatanku mulai menjalar. Ketiak Naya tak luput dari jilatanku. Perlahan kujilat seluruh lengan Naya sampai ke jarinya. Kumasukkan jari Naya kedalam mulutku dan kuhisap pelan.

“hihihi… Geli Tom… Ayo dong cepat masukin… kakak udah gak tahan…” kata Naya.

Naya mendesah dan sesekali tertawa kecil. Tampaknya foreplay yang kupelajari benar-benar membawa kenikmatan tersendiri bagi Naya.

Tak sampai disitu, kini leher Naya menjadi objek eksplorasiku. Kujilat lehernya hingga ke belakang telinganya.

“Tom… Ahh… Ahhh… udah Tom… kakak ngak kuat… masukin aja Tom” kata Naya.

Haha… ini belum apa-apa, pikirku. Kuhisap kuat leher naya seperti vampir yang menghisap darah korbannya. Naya mengeliang kuat, kulit lehernya merona merah akibat cupangan dariku.

“Ahhh… Tom… enak banget Tom… “ceracaunya.

Penisku menegang dengan keras. Aku sendiripun sudah tidak sabar untuk menghujamkan penisku kedalam vaginanya. Namun kutahan hasrat itu.

Rangsanganku kini beralih ke perutnya. Kujilat pusar Naya, otot perutnya menegang menahan sensasi geli yang kuberikan. Perlahan-lahan aku turun ke pahanya. Kujilat paha Naya dan daerah sekeliling vaginanya. Seperti tadi, kubiarkan lubang vagina dan klitorisnya tak menerima rangsangan.

“Tom… ayo dong… kapan nih dimasukinnya… kakak udah ga tahan… Ahhh…” kata Naya.

Aku tersenyum saja mendengarkan ceracau dan desahannya.

Setelah cukup lama aku merangsang pahanya, kini kujilat klitorisnya. Hanya satu kali kujilat klitorisnya, Naya langsung menegang. Diraihnya kepalaku seakan tidak ingin aku berpindah dari titik itu.

Tapi memang begitu rencanaku. Setelah aku menjilat klitorisnya satu kali, aku berpindah menjilat liang vaginanya yang sudah basah oleh cairan kenikmatan.

“Tom… Masa Cuma satu kali sih… Lagi dong…” pinta Naya.

Aku cuek saja mendengar permintaanya. Tetap kujilat lubang vaginanya dan sesekali kumasukkan lidahku.

“Ohhh… Ahhhh… Ahh… terus Tom…” pinta Naya. Kini kedua tangan Naya sedang meremas payudaranya sendiri. memilin-milin putingnya yang sedari tadi tak kusentuh.

Kujilat panjang tubuh Naya dengan lidahku. Mulai dari liang vagina, melewati klitorisnya, pusarnya, belahan dadanya, lehernya, dagunya, sampai ke bibirnya.

“udah pengen banget ya kak?” tanyaku sambil tersenyum.

“iya nih… Ayo masukin aja Tom… beneran deh… Udah ga tahan nih… memek kakak udah gatel pengen dimasukin…” Kata Naya.

Naya melumat bibirku. Lidah kami beradu saling bertautan.

Kuarahkan penisku ke liang vaginanya dan kumasukkan perlahan. Senti demi senti kumasukkan penisku. Pelan sekali, nafas Naya mulai memburu. Setelah seluruh penisku sudah tenggelam di liang vaginanya, kutarik kembali. Lagi-lagi dengan perlahan.

“Ahhhh… Tom… Jangan siksa kakak Tom… ayo gerakin yang cepat…” kata Naya.

Aku hanya tersenyum. Perlahan-lahan, lebih tepatnya sangat perlahan mulai kunaikkan tempo gerakanku.

“Ahhh… Ahhh… Terus Tom… Ahhhh… Lagi… Lebih cepat…” Naya mendesah.

Kuhujamkan penisku ke dalam vaginanya. Kali ini dengan sangat cepat.

“ahhhh… Ahhhh… Ohhh… Terus tom… Ahhh…”

Vagina naya mulai berdenyut. Penisku yang merasakan itu pun ikut berdenyut.

Gawat, masa sih aku sudah mau orgasme, pikirku. Padahal baru lima menit kami berhubungan sex tetapi kenikmatannya sungguh menghipnotis diriku.

“Ohh… Tom… Ahhh… Ahh… kakak… Mau keluar… Ahhh…!!!” Pekik Naya.

Denyutan vaginanya kurasakan mulai menguat. Aku pun tak kuasa menahan spermaku yang sudah berada di ujung penisku, siap menghambur keluar.

“Ahhhhhhh… Ahhhhhhhh…” Naya mendesah panjang merasakan denyutan pada panisku.

“Ahhhhhhh… kakak… kel… luar… Ahhh…” cairan kenikmatan menyembur dari vaginanya membasahi penisku.

Lubang vagina yang semakin licin memudahkanku menaikkan kecepatan hujamanku.

“Ahhhh… Ahhh… kak… aku juga… keluar… Ahhh…”

(sfx: Crooottttt… Crottttt… Crooott..)

Spermaku tumpah kedalam vaginanya. Banyak sekali kurasakan. Tak seperti biasanya.

Aku terkulai lemas dalam pelukan Naya.

“kok tumben sebentar Tom…” tanya Naya.

“habis kakak cepet banget nyampenya… aku kan juga jadi ikutan tuh…”

“hihihi… habis enak banget sih… Memek kakak udah penasaran, jadi gitu tuh… kebanyakan dirangsang mainnya jadi sebentar.” Kata Naya.

“enakan mana kak… Yang sekarang atau yang kemaren-kemaren?” tanyaku.

“enakan yang sekarang…” kata Naya.

“tapi kan Cuma sebentar…” kataku.

“beneran… enakan yang sekarang… besok-besok kita foreplaynya kaya gini lagi ya…” kata Naya.

“beres…” Kataku.

Aku masih terkulai dalam dekapan Naya. Penisku yang masih sedikit menegang kubiarkan tetap menancap divaginanya.

Sore pun menjelang. Langit kini berwarna kemerahan. Kudengar deru mesin mobil mama yang sudah sampai di depan gerbang. Segera kukenakan pakaian dan kubukakan pintu gerbang agar mobil mama bisa masuk.

Kugandeng mama masuk kedalam rumah menghampiri Naya yang masih telanjang di sofa.

“ehh… Ada yang baru bersenang-senang ya…” kata mama.

Naya merangkul mama dan mencium bibirnya.

“Tomi sekarang hebat banget mah… Naya Cuma tahan lima menit loh tadi…” kata Naya.

“masa sih…”

Aku memeluk mama dari belakang dan mulai melucuti pakaian mama.

“yuk mah kita main bertiga…” Kataku.

Aku mengulangi permainanku dengan Naya, namun kini dengan mama sebagai lawan mainku. Kuperlakukan mama seperti tadi aku memperlakukan Naya. Naya merangsang tubuh bagian atas, dan aku merangsang tubuh bagian bawah.

“Tom… Masukin tom… Ayoo… mama udah gak tahan lagi Tom…”

Ketika mama sudah memohon-mohon untuk segera dimasukkan oleh penisku, baru aku melancarkan aksiku.

Kuhujamkan penisku ke vagina mama dengan irama yang cepat.

“Ahhh… Ahhh… Tom… Terus… nikmat banget Tom… Ahh…” Ceracaunya.

Seperti Naya, tak sampai lima menit vagina mama mulai berdenyut.

“Ahhhhhhh… Ahhhhhhhh… tom… mama sudah mau… keluar…” katanya

Kupercepat gerakanku. Kurasakan spermaku juga sudah berontak ingin membasahi vagina mama.

“Ahhhh… Tom… Ohhhh…“mama mendesah panjang.

“Ahhhhhh… mahh… Ahhhh…” Aku pun mencapai orgasme bersamaan dengan mama.

(sfx: Crooooottt… Croootttt… Crrrooooott…)

Spermaku tumpah di rahim mama. kenikmatan sex hari ini sungguh tiada tara. Mama masih terengah-engah mengatur nafasnya.

“haduh… Capek mah.. jangan minta nambah dulu ya…” Kataku.

Aku merebahkan diriku disofa, mengatur nafas dan mengumpulkan tenagaku. Mama tersenyum mendengar ucapanku.

“anak mama makin lama makin hebat deh…” kata mama.

“keseringan nonton bokep sama aku kayanya mah…” Kata Naya.

Aku hanya tersenyum saja. Kupejamkan mata menikmati posisi dudukku yang kurasa sangat nyaman.

Mama dan Naya kini bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Mereka mengajakku, tapi aku masih terlalu lelah untuk berdiri dan kuputuskan untuk berdiam diri di sofa sementara waktu.

Banyak hal baru yang terjadi dalam hidupku belakangan ini. Setelah apa yang terjadi antara aku dengan Indah, aku kini bisa lebih memahami arti kesucian wanita. Aku merasa beruntung mendapatkan kehormatan untuk memperoleh keperawanan Naya kakakku sendiri. Namun dibenakku masih tersisa tanda tanya besar.

Beberapa hari berlalu. Hari ini adalah hari senin, hari dimana kelulusan para siswa akan diumumkan.

Pukul setengah delapan pagi aku tiba di sekolahku. Kuparkirkan motorku di baris kedua lahan parkir sekolah.

Dari kejauhan kupandangi Indah berlari ke arahku. Payudaranya melompat-lompat seiring dengan langkah kakinya. Terbesit ingatanku tentang apa yang terjadi di kelas beberapa hari yang lalu, ketika aku memegang kedua payudara itu. Arrghhh… Kenapa aku berpikiran kotor, pikirku. Kutepis jauh-jauh bayangan nakal itu.

“Tom… Kamu lulus tom…” kata Indah berteriak.

“ahh… Yang benar… hore…” kataku.

Indah berlari dan memelukku. Teman-teman sekolahku memandangi kami, seakan ingin meledekku. Perduli setan, pikirku. Indah menarik tanganku menuju mading yang dikerumuni banyak siswa.

Kutelusuri baris demi baris, angka demi angka, nama demi nama. Kupicingkan mataku untuk melihatnya dengan sesama. Dan akhirnya kutemukan namaku terpampang di mading.

Dalam hati aku bersyukur kepada tuhan.

Terimakasih tuhan, engkau telah memberikanku anugrah berupa kelulusan.

“selamat ya Tom… kamu lulus…” Kata Indah.

“iya… Kamu juga lulus tuh… Selamat ya…” aku menjabat tangan Indah.

(sfx: “Ciiiiiiyeeee…)

Teman-temanku menyoraki kami. Indah hanya tersenyum mendengarnya.

Aku sampai tak bisa berkata apa-apa saat itu.

Seusai melihat pengumuman, aku memisahkan diri dari teman-temanku. Indah kini telah bergabung dengan teman-temannya sesama perempuan. Aku berjalan sendiri menuju ruang BP. Aku ingin menemui Bu Reni. Mengucapkan terimakasih atas bimbingannya padaku selama ini.

Kuketuk pintu ruangan itu namun tidak ada jawaban. Tampaknya dia sedang tidak ada di ruangannya. Apakah dia tidak masuk sekolah hari ini, tanyaku dalam hati. Tiba-tiba seseorang menghampiriku.

“nyari bu Reni ya?” dia adalah penjaga perpustakaan. Bu Santi namanya, berumur 45 tahun. Ia sangat akrab denganku, mungkin karena aku sering mengunjunginya di perpustakaan.

“iya bu.. ibu liat?” tanyaku

“ada di perpus, lagi baca novel” katanya.

“sendirian?”

“iya… guru lain kan sudah pada pulang… ibu sendiri juga sudah mau pulang nih…” katanya.

“lho.. terus nanti perpus siapa yang kunci?” tanyaku.

“katanya nanti bu Reni yang kunci… Ibu titip ke dia, karena ibu ada urusan…”

“ohh… yasudah bu makasih, saya ke perpus dulu…”

“ya sudah, kamu temani ya… Kasihan bu Reni sendirian..” katanya.

Aku berjalan menuju perpustakaan, ruangan itu berada di sudut lahan sekolahku. Jarang sekali ada murid yang datang kesana, kecuali mendapatkan tugas mencari materi.

Pintu ruangan perpustakaan terbuka. Kulihat lampu menyala dari dalam.

Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam dan kulihat Bu Reni sedang duduk di meja panjang membaca novel.

“sibuk ya bu…?” tanyaku.

“ehh… kamu tau darimana ibu di sini?, ayo sini temenin ibu” kata Bu Reni.

Aku berjalan ke arahnya. Saat itu masih ada Mang Ujang petugas kebersihan yang sedang mengepel lantai.

“ada apa?” tanya Bu Reni.

“saya mau ucapin terimakasih sama ibu, selama ini udah ngasih bimbingan ke saya…” kataku.

“itu kan sudah kewajiban ibu…” katanya.

Kami berbicara lumayan lama sampai Mang Ujang selesai membersihkan lantai. Ia keluar dari ruangan itu.

“mamang duluan ya… mau ngepel laboratorium dulu…”

“iya mang… nanti perpus biar saya yang kunci…” kata Bu Reni sambil menunjukkan kunci perpus yang dipegangnya.

Satu menit berselang, bu Reni menyerahkan kunci perpus padaku.

“kok dikasih saya bu?” tanyaku.

“kamu kunci sana…” Perintahnya.

“ihh kok pake di konci sih… saya ga akan kabur kok…” Kataku.

“biar ga ada yang ganggu…”

Waduh… Pikirku. Apa yang mau dilakukanya terhadapku.

Aku segera mengunci pintu perpus.

“ada yang mau di omongin ya bu?”

“ibu mau minta tolong… Ayo sini…” bu Reni menarik tanganku menuju rak buku di pojok ruangan.

“minta tolong apa nih…” tanyaku.

Bu Reni tidak menjawab dan segera melepaskan kancing bajunya satu persatu.

“wuuuaduuhhh… ibu mau ngapain?” kataku.

“tolongin ibu dong… ibu udah seminggu lebih gak ML sama adik ibu… stress ujian katanya..”

“eeee… ahh ibu becanda aja nih…”

Bu Reni menanggalkan bajunya serta roknya. Dia membuka kait bra dan menurunkan celana dalamnya. Bu Reni kini telah dalam keadaan bugil sempurna. Saat itulah aku tau bahwa dia memang tidak sedang bercanda.

Bu Reni mendekatiku dan meremas penisku yang sudah menegang dari balik celanaku.

“Ihhh… hehe… ibu serius bu?” tanyaku.

Bu Reni tidak menjawab. Dia membuka celana dan bajuku. Pakaianku dilucutinya hingga aku benar-benar bugil.

Bu Reni bersimpun di depanku dan mulai mengulum batang penisku yang mengeras.

“Ahhh… aduh bu… geli bu…”

“hihihi… sudah ga bisa menolak kan sekarang?” katanya.

“aduh bu… saya ga kuat nih…” kataku.

Kudorong bu Reni yang sedang mengulum penisku. Kini bu reni merebah dan terlentang.

Kulumat bibir bu Reni dan kuremas payudaranya.

“Mmmmmm… Ahh… mm…” begitu gumamnya dalam kulumanku.

Kumainkan putingnya dengan jari tanganku. Bu Reni menggeliat. Diraihnya batang penisku dan mulai di kocoknya. Ohh… lembut sekali tangannya. Baru kali ini penisku disentuh oleh orang lain selain mama dan Naya. Sensasinya sungguh berbeda karena baru kali ini aku akan berhubungan sex dengan bu Reni.

Lumatanku di bibirnya kini mulai menjalar ke bawah. Bu Reni melepaskan kocokannya dari penisku karena tidak dapat lagi di raihnya. Bu Reni menjambak rambutku ketika aku bermain dengan putingnya. Kujilat, kukulum, dan kugigit sembari meremas payudaranya dengan tanganku.

“Ahhhh… Ssshhh… Enak banget… terus…” ceracaunya.

“ibu sexy banget…” kataku merayunya.

Ukuran payudara bu Reni terbilang besar, tubuhnya ramping namun tak setinggi tubuh Naya.

Kuraba vaginanya yang berbulu lebat dan kumainkan klitorisnya dengan jariku.

Crekkk… Crekkkkk… handle pintu berbunyi. Tampak ada yang mencoba membukanya dari luar.

Jantungku berdegub kencang. Bu Reni mendekap mulutku agar aku tidak bersuara.

Terdengar langkah kaki seseorang menjauh dari pintu. Tampaknya tadi Mang Ujang yang mengecek apakah perpus sudah di kunci atau belum.

“hufff… hampir aja…” kataku.

Bu Reni tersenyum.

“ayo Tom… lanjutin dong… Lagi enak nih…” kata bu Reni.

“coba kalo ketahuan… Bisa bisa kelulusanku di batalin bu…” kataku. Bu Reni tertawa.

Aku kembali mengeksplorasi payudaranya. Kujilat kedua belah payudara itu, tak satu titikpun terlewat.

“Ngggg… Sssshhh… enak tom…” ceracaunya.

Rangsanganku kini turun ke perutnya, kujilat-jilat pusarnya. Bu Reni menegang.

“Ahhh… Ssssshhh… turun lagi tom…” pintanya.

Perlahan aku turun keselangkangannya. Kujilat kedua pahanya di bagian dalam. Bu Reni mengcengkeram kepalaku seolah tak ingin aku menyudahi permainan itu. Perlahan rangsanganku mendekati vaginanya.

“Ahhhhh… cepet Tom… udah gak tahan nih…” Kata bu Reni.

Ku jilat lubang vaginanya. Bu Reni kembali menggeliat liar. Kumasukkan lidahku dan kumainkan dalam vaginanya.

“Ohhh… Ahhhhh… Ahhh… Sssshhh… terus Tom…”

Kumasukkan jari tengah dan jari manisku ke dalam vaginanya dan kujilat klitorisnya.

“Ohhhh…” bu Reni melenguh panjang.

Kukocokkan jariku dengan tempo yang cepat. Bu Reni semakin menggila. Gerakannya semakin liar. Ia mendorong pingggulnya maju mundur. Seakan ingin aku memasukkan jariku lebih dalam.

Aku sudah tidak bisa menahan hasratku. Penisku yang menegang mulai terasa sakit menyaksikan tubuh wanita cantik ini menggeliat liar di hadapannya.

“ayo tom… Masukin sekarang…” katanya.

Tanpa berlama-lama langsung kutancapkan seluruh penisku ke dalam vaginanya. Penisku tenggelam sepenuhnya kedalam lubang kenikmatan itu. Kugerakkan dengan tempo yang cepat.

“Ahhh… Ahhh… Punya… kamu… gede… bang… nget… tom… Ahh… Ahhh… enak…” Ceracaunya.

Aku semakin bersemangat melanjutkan aksiku. Tubuh sexy bu Reni begitu menantang. Membuat birahiku memuncak.

Vagina bu Reni berdenyut. Padahal baru dua menit kami bermain. Tampaknya bu Reni yang terlihat liar dan haus sex ternyata gampang terpuaskan. Aku menghujamkan penisku dengan dalam dan cepat.

“Ahhhhh… Ahhhh… Tom… Ahhh…” Bu reni melenguh panjang.

Ia telah menggapai orgasmenya. Sial, padahal aku belum apa-apa.

Bu Reni terkulai lemas, menikmati sisa-sisa orgasmenya. Penisku belum aku cabut dari vaginanya dan kurasakan cengkeraman vaginanya pada penisku mulai mengendur.

“yah… Masa udahan bu… Belom keluar nih…” kataku.

“hehe… Maaf ya… habis udah beberapa hari gak ML… jadi kebawa nafsu…” Kata bu reni.

“kamu udah pernah main anal sex blom Tom?” tanya bu Reni.

Aku menggelengkan kepala.

Bu Reni mengubah posisi, kini ia berlutut membelakangiku dalam posisi doggy style.

“masukin ke pantat ibu Tom…” Pintanya.

Aku mendorong penisku memasuki duburnya. Sulit sekali, pikirku. Benar-benar sempit. Perlahan-lahan penisku menerobos masuk ke dalam dubur bu Reni.

“Asssssshhh… Sempit banget bu… enak…” kataku.

Langsung saja kugerakkan penisku maju mundur di dalam duburnya. Sensasinya sungguh berbeda dengan vagina. Rasa jijik bercampur dengan nafsu yang membara, melahirkan sensasi yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Bu Reni memainkan klitorisnya dengan tangan menikmati sisa orgasme yang tadi ia rasakan.

Himpitan dubur bu Reni yang sempit meremas batang penisku. Penisku mulai berdenyut.

“Ssssshhhh… Nikmat banget pantat ibu… Sempit… Ahhh…”

Kupercepat kocokanku untuk mengejar kenikmatan. Denyutan di penisku semakin kuat kurasakan.

“Aaaaahhhhh… Ahhhh…”

(sfx: Croooottt… Croootttt…)

Spermaku tumpah di duburnya. Ohh… Nikmat sekali. Kucabut penisku dari duburnya dan spermaku meleleh keluar.

Bu Reni membersihkan sisa spermaku dengan tisu. Kami kembali berpakaian dan bersiap untuk pulang.

“sekali lagi makasi ya bu… Untuk semuanya…” kataku.

“iya Tom… ibu juga ngucapin makasih banyak udah mau nolongin ibu…” katanya.

Bu Reni mengecup bibirku dan kami bergegas pulang.

Beberapa hari berlalu. Tibalah saat pembagian ijazah. Hatiku berdebar, ingin melihat nilai-nilai yang sudah kuperjuangkan selama tiga tahun aku bersekolah. Aku datang ke sekolah bersama mama, ketika namaku dipanggil aku dan mama maju ke depan kelas. Wali kelasku menyerahkan ijazah kepadaku. Senang sekali saat itu.

Nilai-nilaiku cukup bagus. Dengan rata-rata nilai delapan koma dua aku cukup optimis dapat diterima di universitas negeri jika aku melanjutkan kuliah nanti.

Sesampainya di rumah Naya memelukku, mengucapkan selamat atas kelulusanku. Kami bertiga berbincang diruang tengah sambil menonton TV. Dari tasnya mama mengeluarkan tiga tiket pesawat menuju bali. Hadiah kelulusan katanya.

Senang sekali kami sekeluarga akan berlibur selama tiga hari di pulau dewata. Bagiku tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding menghabiskan waktu bersama mama dan Naya.

Tak bisa di pungkiri, hari kelulusanku dari sekolah adalah pengalaman hidup yang tak mungkin kulupakan.

Selamanya…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu