1 November 2020
Penulis — bennoda
Seharusnya ini tak terjadi, mak.. Bagian III
Man.. mari makan nak…” ajak Halimah kepada Maman di pintu kamar anaknya.
Maman yang sedang termenung di tepi tempat tidur seolah tidak menghiraukan emaknya. Fikirannya merasa bersalah dan malu atas apa yang telah terjadi sore tadi. Halimah sadar perubahan sikap anaknya. Dia terus duduk rapat di sebelah Maman. Jari jemarinya memegang telapak tangan Maman. Di remas lembut jari jemari Maman.
“Mak.. Maman merasa bersalah mak… maman minta maaf makk…” kata Maman sambil matanya masih terus menatap kosong ke lantai.
“Man… Mak yang seharusnya minta maaf.. Maman gak salah, kalau bukan mak yang mulai, perbuatan ini takkan terjadi…” kata Halimah.
Mereka terdiam seketika. Suasana sepi malam seolah memberikan ruang untuk ibu dan anak itu berbicara secara pribadi dari hati ke hati. Halimah menarik tangan Man yang digenggamnya ke atas pahanya yang padat berisi. Jari jemari anaknya di remas lembut, penuh kasih sayang seorang ibu kepada anak.
“Mak… Kenapa begini mak… mmm.. boleh Man tahu?…” Tanya Maman sedikit gugup.
Halimah terdiam sejenak. Otaknya cepat mencari jawaban untuk pertanyaan yang terlalu sensitif dari anaknya itu. Secara tak langsung, dia gugup ingin menjawabnya. Tangannya yang memegang tangan anaknya di atas paha yang lembut itu semakin di tarik ke arah vaginanya. Fikirannya berkecamuk, buntu.
“Mak… kenapa mak…” sekali lagi Maman bertanya kepada Halimah.
“Man… susah mak mau bilang… masalah perempuan… nanti Man pasti tau…” kata Halimah ringkas dan dia terus berdiri lalu keluar dari kamar Man, meninggalkan anaknya diam sendirian.
Man keliru dengan jawaban emaknya. Akal mudanya tidak terlalu memahami objektif jawaban emaknya. Dia hanya mampu melihat emaknya pergi keluar dari kamarnya meninggalkannya sendiri bersama seribu satu pertanyaan di kepala. Pantat lebar emaknya yang semok itu terlihat melenggok ketika melangkah keluar.
Man menelan air liur melihat harta berharga milik emaknya. Hatinya berdebar, perasaannya tiba-tiba berkecamuk. Rasa kasihan dan sayang kepada emaknya yang sebelum ini terbit dari hatinya secara tiba-tiba di hinggapi oleh perasaan nafsu yang terlalu malu bagi dirinya untuk dipikirkan. Maman lantas beranjak ke dapur, terlihat emaknya sedang duduk di meja makan.
“Mak… Man janji, Cuma kita berdua yang tau… Mak janganlah risau… Man sayang mak…” bisik Maman di telinga emaknya.
Halimah merasakan sejuk hatinya mendengar kata-kata Maman yang lembut itu. Jari jemari Maman yang sedang memegang bahunya terasa sungguh berbeda. Hembusan nafas di telinganya membangkitkan bulu roma Halimah. Perasaan berdebar-debar menyelinap ke dadanya bersama selautan rasa sayang yang tinggi menggunung kepada anak bujangnya itu.
Wajah mereka saling berhadapan. Maman mengukir senyuman yang ikhlas di bibirnya, begitu juga Halimah. Pipi halus Halimah di usap Maman dengan lembut. Halimah memejamkan matanya. Bibirnya yang lembab dan tipis terbuka sedikit. Maman yang seperti di pukau dengan bisikan gendang setan itu pun tanpa ragu-ragu membenamkan mulutnya mengecup bibir emaknya.
Tangan Halimah perlahan-lahan mengusap rambut anak bujangnya yang sedang hangat mencumbui bibirnya. Bibir Halimah lihai memagut bibir Maman yang nampaknya masih tidak mahir dalam permainan manusia dewasa itu. Nafas masing-masing saling bertukar silih berganti. Degup jantung dua insan itu semakin kencang, seiring dengan deru nafsu yang semakin bergelora.
Halimah semakin lemah, dia terus memeluk tubuh Maman. Tertunduk Maman di peluk emaknya, mulutnya masih mengecup bibir emaknya. Gairah Maman kembali bangkit, lebih-lebih lagi apabila bayangan emaknya menghisap zakarnya di pagi dan sore hari itu silih berganti di kotak fikiran. Maman semakin berani melangkah, tangannya yang tadi memegang bahu emaknya kini menjalar ke buah dada emaknya yang masih berbalut kaos.
Kekenyalan buah dada emaknya yang tidak memakai bra itu dirasakan sungguh mengasyikkan. Puting emaknya yang semakin keras dan menonjol di permukaan kaos dipelintir lembut berulang kali, Halimah semakin terangsang dengan tindakan anaknya itu. Ini mendorong Halimah untuk meraba dada anaknya yang bidang itu.
Tangannya kemudian turun ke pinggang anaknya dan seterusnya dia menangkap sesuatu yang keras dan membonjol menusuk sarung yang dipakai anaknya. Zakar Maman yang semakin keras di dalam kain sarung di genggam Halimah. Di genggam zakar anaknya penuh nafsu. Perasaan penuh nafsu yang melanda Halimah mendorongnya untuk mengulangi sekali lagi perbuatannya seperti di waktu siang tadi.
Halimah melepaskan kecupan di bibir anaknya. Senyuman terukir di wajahnya, mempamerkan rasa birahi yang tak terbendung lagi. Halimah melepaskan kain sarung Maman, maka jatuhlah kain sarung yang Maman pakai ke lantai dan sekaligus memperlihatkan zakarnya yang keras dan berotot itu tegak mengacung ke wajah emaknya.
Maman memperhatikan perbuatan emaknya tanpa malu lagi. Sedikit demi sedikit zakarnya di lihat tenggelam ke dalam mulut emaknya yang menggemaskan. Tahi lalat di dagu emaknya menambah kecantikan emaknya yang sedang menghisap perlahan zakarnya.
Halimah semakin galak menghisap zakar anaknya. Perasaan keibuan yang sepatutnya dicurahkan kepada anaknya sama sekali hilang. Nafsu dan kerinduan batinnya menguasai akal dan fikiran membuatnya hilang pertimbangan hingga terjerumus permainan nafsu bersama anak kandungnya sendiri. Halimah benar-benar tenggelam dalam arus birahi.
Zakar anaknya yang di hisap dan keluar masuk mulutnya benar-benar memberikan sensasi kelezatan menikmati zakar lelaki yang di rindui selalu. Setiap lengkuk zakar anaknya di hisap dan dinikmati penuh perasaan. Tangan kirinya mengusap-usap vaginanya dari luar kain batik. Sungguh terlena dirinya dirasakan ketika itu, dahaga batin yang selama ini membelenggu jiwanya terasa seolah terbang jauh bersama angin.
Maman pula benar-benar menikmati betapa nikmat merasakan zakarnya di hisap oleh emaknya. Wajah emaknya yang sedang terpejam menikmati zakarnya penuh nafsu itu memberikan satu kenikmatan yang sulit untuk di ucapkan. Matanya tertuju kepada tangan emaknya yang sedang menggosok-gosok vaginanya. Kain batik yang dipakai emaknya terlihat merosot ke bawah akibat kelakuan emaknya.
Paha montok emaknya yang kelihatan lembut dan membangkitkan selera Maman. Serta merta Maman menarik zakarnya keluar dari mulut emaknya. Maman terus menunduk mengecup emaknya dan sekaligus dia memeluk tubuh emaknya. Halimah membalas perlakuan Maman dengan kembali mengecupinya. Sambil bibirnya mengecup emaknya, Maman menarik Halimah agar berdiri dan Halimah terdorong untuk mengikuti kemauan Maman.
Mereka pun sama-sama berdiri dan berpelukan erat, dengan bibir masing-masing yang berkecupan penuh birahi. Maman mengusap selangkangan emaknya. Kain batik lusuh yang menutupi vagina emaknya terasa basah akibat lendir nafsu yang semakin banyak membanjiri lorong nikmat kewanitaan emaknya. Maman menyelak kain batik emaknya ke atas, mencoba mengarahkan zakar mudanya memasuki lubang kemaluan emaknya.
Halimah tahu keinginan anaknya. Sambil tersenyum, dia menyingkap kain batiknya ke atas dan berbalik menghadap meja makan, mempamerkan pantatnya yang tidak memakai celana dalam kepada anaknya. Maman seperti terpukau menatap pantat emaknya yang putih mulus dan bulat montok di hadapan matanya. Pantat lebar emaknya di usap dan di remas penuh nafsu.
Usapannya kemudian semakin bernafsu, dari pinggang turun ke paha, kelentikan pinggang emaknya yang seksi benar-benar membakar nafsunya. Sementara Halimah memegang zakar Maman yang mengacung di belakangnya. Tanpa segan, Halimah menarik zakar Maman agar mengambil posisi yang memudahkan mereka menjalankan misi yang selanjutnya.
Zakar Maman di tarik hingga terselip di celah kelengkangnya. Maman yang membiarkan saja tindakan emaknya itu terdorong ke depan memeluk belakang tubuh emaknya dan zakarnya terus menyelinap ke celah selangkang emaknya yang sudah terlalu licin dan becek dengan lendir nafsu. Halimah menunggingkan tubuhnya dan tubuhnya maju mundur menggesek zakar Maman di celah selangkangnya.
Maman yang pertama kali menikmati pengalaman mengasyikkan itu semakin terbakar birahinya. Tangannya tak henti meraba dan meremas pantat lebar emaknya yang montok menyentuh perutnya. Halimah sudah tidak sabar lagi, tangannya segera mencapai zakar Maman yang keras di alur selangkangnya dan mengarahkannya masuk ke mulut lubang kenikmatan miliknya.
Dia sudah tidak peduli zakar siapa yang sedang dipegangnya itu. Dengan sekali sentak saja, tubuhnya dengan mudah menerima seluruh daging keras anaknya menerobos lubang kemaluannya yang sudah lama merindukan tusukan zakar lelaki. Maman dan halimah saling menahan nafas, terdiam menikmati zakar dan lubangnya bertemu.
Halimah membiarkan zakar hangat Maman terendam di lubuk kewanitaannya. Statusnya sebagai ibu kepada anak lelakinya itu sudah hilang begitu saja. Nafsu benar-benar menghilangkan kewarasannya sebagai ibu, hingga sanggup menyerahkan seluruh tubuhnya, malah mahkota kewanitaan yang selama ini hanya dinikmati oleh suaminya seorang, dinikmati oleh anaknya atas keinginannya dan kerelaannya sendiri.
Manakala Maman benar-benar menikmati kemutan yang dirasakan oleh zakarnya di liang senggama emaknya yang hangat itu. Seluruh otot zakarnya yang mengembang keras terasa dihimpit oleh dinding daging yang lembut dan licin. Terasa seolah zakarnya di hisap oleh kemaluan emaknya. Maman kemudian perlahan-lahan memompa zakarnya hingga kepalanya yang berkembang besar itu menggesek pangkal kemaluan wanita yang seharusnya disanjung sebagai ibu.
Perasaan sayang Maman yang sebelum itu sekedar hubungan anak kepada ibu semakin dihantui nafsu yang membara. Birahi yang diciptakan ibunya mendorong Maman untuk menyayangi ibunya seolah seorang kekasih, yang rela memberikan kenikmatan persetubuhan sumbang antara darah daging. Maman tahu, dari lubang yang sedang di pompanya itulah dirinya keluar dahulu.
Begitu juga Halimah, terfikir juga di benaknya, bahwa zakar lelaki yang sedang dinikmati di liang senggamanya itu adalah milik seorang bayi yang keluar dari liang senggamanya dahulu. Namun kini, bayi itu sudah besar dan kembali memasuki liang senggamanya atas desakan batinnya sendiri. Perasaan birahi Halimah yang selama ini terpendam terasa seolah ingin meletup di dalam dirinya.
Keringat semakin deras mengalir di dahi dan tubuhnya bersama nafas yang semakin cepat dan memburu. Zakar yang semakin galak dan cepat menompa kemaluannya semakin menenggelamkan Halimah dalam lautan nafsu. Akhirnya Halimah menikmati puncak kenikmatan. Halimah merasakan tubuhnya menegang karena klimaks yang telah dia tunggu-tunggu.
Tubuhnya bergetar bersama ototnya yang mengejang. Zakar anaknya yang menusuk lubang kemaluannya dari belakang di himpit penuh. Pantatnya semakin di lentikkan agar zakar itu semakin kuat menghentak dasar kemaluannya. Halimah benar-benar hilang akal. Dia benar-benar dipuncak segala nikmat yang selama ini dirindukan.
Maman hanya memperhatikan perubahan demi perubahan pada tubuh emaknya. Dia tahu, emaknya baru saja mengalami satu kenikmatan yang terlalu nikmat. Belakang baju kaos emaknya nampak basah dengan keringat.
“Man… terima kasih sayanggg… Mak sayangg Mamann…” Kata Halimah sambil menoleh kebelakang melihat Maman yang masih berdiri gagah.
Maman hanya tersenyum, tangannya meremas-remas lembut daging lembut di pinggul emaknya. Lemak-lemak yang menambah kemontokan dan kebesaran bokong emaknya di usap penuh kasih sayang. Halimah tahu, Maman butuh kenikmatan seperti dirinya. Halimah melentikkan tubuhnya, sambil menekan zakar Maman agar tenggelam lebih dalam dan menusuk dasar kemaluannya.
“enak sayangg…?” Tanya Halimah manja.
“Uhhh… Ee.. enakk mm.. makk.. ooohhh…” jawab Maman tersengal-sengal.
Zakarnya semakin ditekan dalam. Tubuh emaknya yang padat berisi itu ditatap penuh nafsu. Halimah sekali lagi menoleh melihat Maman yang sedang bernafsu menatap tubuhnya.
“Mak cantik tak sayangg…?” Tanya Halimah menggoda anaknya.
“Ohhh… mak cantikkk… Mmm… mmakk… Man… Ttt.. tak tahannn…” rintih Maman tak tahan di goda emaknya.
“Nanti kalau mak mau lagi boleh…?” Tanya Halimah penuh kelembutan dan godaan kepada anaknya yang sudah semakin di ambang puncak kepuasan.
“Ohhh… Makkkk…” Maman semakin tidak tahan melihat Halimah tak henti menggodanya.
Tubuh Halimah yang menungging di tepi meja itu memberikan sensasi birahi yang meluap-luap kepada Maman. Dia benar-benar tidak menyangka dirinya telah menyetubuhi emaknya. Pantat emaknya yang besar itu semakin menaikkan nafsu Maman. Dia tidak mampu bertahan lagi. Malah, dia ingin meluapkan perasaannya kepada emaknya tentang apa yang diinginkannya, demi perasaannya yang benar-benar ingin menikmati kepuasan yang terlalu sulit untuk diungkapkan itu.
“Ooohhhhh… Makkk… Pasti makkk… Maman… ss.. sukaa tubuh makkk…” akhirnya Maman meluapkan perasaannya yang ingin sekali diluapkan.
“Sayanggg… Maman anak makkk… Mamannn sayangg…” Halimah juga menikmati perasaan birahi yang sedang melanda Maman.
“Makkk… Arrhhhhhhh…” Rintih Maman.
“Cuurrrrrr… Cruuuttttt!!! Cruttttt…” akhirnya muncratlah benih jantan anak muda itu ke dalam rahim ibu kandungnya sendiri.
Maman menikmati betapa nikmatnya melepaskan air mani di dalam liang kewanitaan emaknya. Air maninya banyak menyemprot keluar dari zakarnya di dalam vagina. Halimah memejamkan mata menikmati air mani anaknya yang hangat memenuhi lubang kemaluannya. Dasar kemaluannya terasa disirami air hangat yang memenuhi segenap rongga kewanitaannya yang sepatutnya hanya untuk suaminya seorang.
Dalam posisi yang sama halimah masih terpejam matanya, menungging berpegangan di tepi meja makan. Kain batiknya yang diselakkan ke atas pinggang masih memperlihatkan pantatnya yang sedang dihimpit rapat oleh anaknya, menikmati keindahan dan kenikmatan menyetubuhi emaknya. Zakar Maman masih terendam di dalam lubuk birahi Halimah, seolah begitu sayang untuk melepaskan saat-saat manis itu hilang begitu saja.
Perasaan kasih dan sayang yang selama ini diperuntukan untuk seorang ibu hilang bersama angin malam, diganti oleh perasaan kasih dan sayang yang sepatutnya hanya dimiliki oleh seorang kekasih. Halimah kepuasan, dahaga batinnya yang selama ini dirindukan akhirnya terurai sudah. Kenikmatan yang dialami sebentar tadi sama sekali tidak disesali, malah dia benar-benar menghargainya.
Halimah merelakannya, disetubuhi oleh darah dagingnya sendiri, demi kepentingan batinnya. Dia tahu, dirinya kini bukan lagi dimiliki oleh suaminya seorang, malah anaknya sendiri, yang sudah menikmati tubuhnya. Anaknya kini suaminya, yang didambakan belaian penuh nafsu untuk dinikmati melebihi dari suaminya.