1 November 2020
Penulis —  bramloser

Ochi, kakakku yang seksi

Sungguh panas cuaca hari ini. Aku ingin cepat-cepat pulang sekolah. Soalnya di rumah lebih adem, bisa mandangin kak Ochi, hehe. Sebenarnya teman-temanku pengen main ke rumahku juga, tapi ku tolak. Malas aja, soalnya mereka pasti niatnya cuma pengen menggoda kakakku, apalagi si Ucup kucup itu.

“Ya sudah, kirim salam ke kakakmu yang cantik itu ya, hehe…” ujar Ucup.

“Kirim salam ndasmu!” balasku menepuk kepalanya.

Setelah bermotor ria pulang sekolah panas-panasan akhirnya sampai di rumah juga. Yang mana tadi hawanya terasa sangat panas langsung berubah adem ketika kak Ochi membuka pintu rumah. Setelannya? Seperti biasa, selalu membuat aku menelan ludah walaupun sudah berkali-kali melihatnya seperti itu. Dia hanya mengenakan tanktop warna pink dan celana pendek putih.

“Udah pulang dek?” sapanya.

“Udah… Kak buatin minum dong…”

“Hah? Enak aja nyuruh-nyuruh. Buat sendiri dong…”

“Capek nih…” kataku sambil merebahkan badan di atas sofa di depan tv.

“Dasar! Ya udah kakak buatin…” katanya akhirnya setuju. Kakakku ini memang yang paling baik deh.

Dia tidak hanya membuat untuk aku saja, tapi untuk dia juga. Cuaca hari ini memang sangat panas. Paling enak ya minum yang dingin-dingin. Gak sampai lima menit dua gelas sirup rasa leci dinginpun selesai dibuatnya.

“Kak, kok es batu punyaku sedikit?” tanyaku karena melihat es batu yang ada di gelasnya lebih banyak. Di gelasku cuma ada tiga butir, di gelasnya ada lima.

“Ya terserah kakak dong, yang bikin kakak. Kenapa? Emang kurang dingin?”

“Iya, emang habis es batunya?” tanyaku balik.

“Habis, tadi teman-teman kakak datang, kakak kasih minum dingin juga” jawabnya santai. Bikin kesal aja, udah tau kalau akhir-akhir ini aku tiap pulang sekolah selalu minum air dingin pake es batu. Gak terima, aku lalu meraih gelasnya dan mengambil es batu di dalamnya.

“Adeeeeekkk! Jorok! masa tanganmu dimasukin ke minumnya kakak !??” katanya sewot. Tentu saja dia juga tidak terima dan balik mengambil es batu tadi kembali ke gelasnya. Aku yang gak mau kalah lalu mengambil lagi es batu dari dalam gelasnya. Kelakuan kami seperti anak kecil saja, tapi aku sangat menikmati momen-momen ini.

Hingga akhirnya waktu kak Ochi kembali mencoba mengambil es batu dari gelasku, kedua gelas kami sama-sama terjatuh. Airnya tumpah membasahi karpet dan lantai. Baju dan celananya juga jadi sedikit terkena tumpahan minuman. Rasain.

“Tuh kan kak, kakak sih maruk…” kataku pura-pura polos.

“Hah?? Kamu dulu kan yang mulai…!?” katanya menjitak kepalaku. Sakit, menjitak kepala orang tanpa aba-aba.

Sayang juga sih, haus belum hilang malah tumpah minumannya. Terutama es batunya yang sangat berharga di saat seperti ini.

“Masih haus kamu emangnya dek?” tanyanya.

“Iya nih kak…”

“Mau kakak buatin minum lagi?” tawarnya dengan senyum manis.

“Mau mau mau”

“Tapi nggak pakai batu es”

“Lha, terus?”

“Pakai batu kerikil, banyak tuh di luar, hihihi” ujarnya cekikikan. Sial.

Dia lalu melirik ke tumpahan minum tadi, kemudian senyum-senyum manis padaku.

“Beneran masih haus?” tanyanya lagi.

“Udah nggak” kataku berbohong pura-pura kesal.

“Beneran nih?” tanyanya lagi sambil memungut sebutir es batu dari lantai. Aku jadi penasaran melihat ulahnya. Apa sih yang akan diperbuatnya?

“Ngemut es batu aja yuk…” ajaknya yang membuatku kaget.

“Gak ah, jijik, udah jatuh di lantai gitu…” tolakku.

“Yakin gak mau? kalau ngemut dari sini masih gak mau?” tanya kak Ochi, dia memasukkan es batu itu ke dalam mulutnya! Dengan bibir dan giginya dia apit es batu itu di mulutnya. Terang saja aku jadi belingsatan. Darahku berdesir. Dia menawarkan aku untuk mengemut es batu yang ada dibibirnya! Ya gak mungkin aku tolak deh kalau gini, hehe.

Ku dekati dirinya. Tapi dengan isyarat tangan dia menyuruh aku berhenti, karena ternyata dialah yang mendekat merangkak ke arahku. Duh, dadaku berdebar bukan main, penisku tegang maksimal. Kak Ochi lalu naik duduk berpangku di atas pahaku, posisi kamu saling berhadap-hadapan. Aku yakin dia bisa merasakan penisku yang ngaceng dari balik celana menekan-nekan selangkangannya, namun sepertinya dia cuek saja.

“Plop” dia tumpahkan es batu itu ke tangannya.

“Dek, ini karena tadi kakak numpahin minum kamu aja ya… jangan ge-er kamu” katanya kemudian memasukkan kembali es batu itu ke mulutnya. Terserah deh karena apa, aku udah gak sabar.

Dia lalu menaruh kedua tangannya di kedua bahu. Ku beranikan juga memeluk pinggangnya yang ramping, dia tidak menolak. Wajahnya semakin mendekat seiring dengan dadaku yang semakin berdebar, aku mulai bisa merasakan hembusan nafasnya. Hingga akhirnya bibir kami saling bertemu dan berpagutan. Aku langsung mengemut bibirnya yang terasa lebih manis dari sirup tadi.

Kak Ochi lalu mulai memindahkan es batu itu dari mulutnya ke mulutku. Tidak sekaligus, tapi betul-betul perlahan. Bibirnya terus ku emut sambil aku juga merasakan dinginnya es batu yang masih digigitnya. Kami mengisap es batu itu berdua, tentunya aku juga sambil mengisap-isap bibir kakakku ini. Suasana yang sungguh erotis.

Akhirnya seluruh es batu itu berpindah ke mulutku. Ukurannya sudah jauh berkurang karena telah melumer di mulut kak Ochi serta isapanku tadi, namun terasa jauh lebih nikmat karena telah bercampur dengan liurnya. Ku gigit es batunya, ku kunyah, lalu ku telan.

“Seger? Lagi nggak dek?” tanyanya kemudian.

“Seger kak, Lagi…” jawabku. Tentu saja aku mau terus. Berkali-kali lagi juga mau. Sensasinya itu lho, suap-suapan es batu dari mulut ke mulut dengan kakak sendiri, terlebih kakakku secantik dan sebening kak Ochi.

“Masih haus ya?”

“Iya nih, hehe”

“Huuu… Dasar” katanya mencubit hidungku. Dia lalu melepaskan pelukanku dan membungkuk untuk mengambil satu es batu lagi dari lantai tadi. Aku sendiri sudah tidak peduli lagi kalau itu jorok atau nggak. Rasanya apapun yang dari tangan dan mulut kak Ochi bagaikan vitamin bagiku, hehe.

“Siap?” tanyanya.

“Siap kak”

“Hihihi, kamu haus apa nafsu sih?” tanyanya, aku hanya cengengesan.

Aku peluk pinggangnya lagi setelah kak Ochi kembali duduk di pangkuanku berhadap-hadapan seperti tadi. Dia juga kembali menaruh tangannya di bahuku. Kami melakukannya sekali lagi. Dia emut dulu es batu itu di mulutnya, lalu aku juga ikut mengemut es batu yang masih ada di mulutnya itu barulah dia pindahkan seluruhnya ke mulutku.

“Hmm? Kamu mau ganti nyuapin kakak, dek?” tanyanya, aku mengangguk.

“Kesenangan ya kamunya, dasar adek kakak ini mesum!” katanya tersenyum manis mengikuti kemauanku. Kak Ochi lalu membuka mulutnya lebar-lebar, langsung saja ku pagut mulutnya. Kamipun bermain-main es batu lagi. Rencananya tadi aku ingin menyuapinya, tapi ternyata yang terjadi kita malah saling suap-suapan memindahkan es batu.

“Habis dek, sampai kapan kamu ngemut bibir kakak terus?” tanyanya melepaskan pagutan bibirku.

“Lagi dong kak…”

“Lagi?” dia melihat ke lantai. “Duh, udah habis dek es batunya”

“Yaaahh…” tentu saja aku kecewa. Sepertinya emut-emutan es batu kami tadi terlalu lama sampai semua es batu yang ada di lantai kini semuanya sudah mencair. Padahal aku kan masih pengen. Mana aku udah mupeng berat lagi.

“Ya gimana lagi dek, udah meleleh semua tuh… udahan yah…” katanya berusaha melepaskan pelukanku, tapi ku tahan. Aku ingin dia terus ada dipangkuanku.

“Napa sih kamu?”

“Pengen meluk kakak aja kok…” jawabku.

“Horni ya?” tanyanya. Kakakku ini, udah tau nanya.

“Hihihi… Baru ngemut es batu dari bibir kakak aja udah nafsu, apalagi kalau ngemutnya pake susu” godanya dengan melirik nakal padaku yang makin membuat aku belingsatan. Matakupun langsung tertuju ke arah belahan dadanya, berharap dia benar-benar memberikan susunya itu padaku.

“Hihihi, jangan ngarep deh” katanya sambil berusaha melepaskan pelukanku lagi, tapi masih tetap ku tahan.

“Duh, kamu ini…” gumamnya masih tetap berusaha membuka pelukanku.

“Emang kakak mau kemana sih?” tanyaku sambil mengeratkan pelukanku.

“Mau ngelap lantai tuh, becek gitu lantainya…”

“Biar aja, ntar kering sendiri…” Dia terus berusaha melepaskan pelukanku, akupun juga terus mengeratkan pelukanku. Hingga akhirnya dia berhenti sendiri karena kecapekan.

“Dasar, terus mau kamu apa?” tanyanya. Aku tidak menjawab, aku hanya menggerakkan sedikit pinggulku sehingga penisku makin menekan ke selangkangannya. Kak Ochi langsung melotot padaku.

“Adeeeekkk!” teriaknya pelan.

“I.. iya kak?”

“Ngapain kamu? Mau kakak jitak?”

“Eh, nggak…” kataku menghentikan gerakan pinggulku.

“Lepasin nggak?” ancamnya sambil mengarahkan jarinya di depan keningku siap untuk menjitakku.

“Yah kak, jangan dijitak dong… sakit tahu…”

“Makanya lepasin!”

Duh, apa yang harus aku lakukan? Aku betul-betul horni berat sekarang, tapi jitakannya itu memang betul-betul sakit. Namun melihat sosok indah seperti kak Ochi yang sedang duduk dipangkuanku seperti sekarang rasanya rugi kalau segera dilepaskan.

“Gak mau ah, jitak jitak deh…” kataku mengeratkan kembali pelukanku serta menggoyangkan pinggulku lagi.

“Adeeeeekkkkk! Gila kamu!” katanya mencoba melawan.

Masa bodoh, aku udah nafsu banget. Ku goyangkan terus pinggulku, makin lama makin kencang. Aku pikir dia akan segera menjitakku, untung saja itu tidak terjadi. Entah dia juga jadi nafsu atau gimana. Lama-lama ku rasakan dia juga ikut menggoyangkan pinggulnya seirama dengan goyangan pinggulku. Merasa diberi angin, tangankupun kini bergeriliya menggerepe badan kakakku yang indah ini.

“Dek, tanganmu diam dong, geli tau” protesnya namun tetap menggoyangkan pinggulnya. Akhirnya tanganku hanya diam memegang pinggangnya, tapi sambil sesekali mengelusnya juga sih.

“Maaf deh kak, soalnya aku-”

“Horni?” potongnya cepat.

“Iya, hehe…”

“Dasar yah, sama kakak kandung sendiri horni. Lalu?” tanyanya melirik menggoda.

“La.. lalu?” tanyaku balik.

“Iya… kalau kamu horni lalu apa?” tanyanya senyum-senyum manis.

“La.. lalu kakak bugil dong… hehe”

“Huuu.. dasar, kakak udah tau kamu bakal minta itu”

“Jadi boleh kak?”

“Emang kalau kakak bugil, kamu mau apa?” tanyanya lagi.

“Mau… mau itu…”

“Itu apa sih?”

“Itu… ona-”

“Onani?” potongnya lagi-lagi.

“Iya… hehe, tuh kakak tahu. Mau yah kak mau…” kataku memelas. Aku gak tahan pengen lihat kakakku ini telanjang bulat lagi di hadapanku. Mengocok penis di depan kakakku yang telanjang bulat betul-betul cara onani yang paling nikmat.

“Yee… kamu nafsunya ketinggian gitu. Takut ah, ntar kakak kamu perkosa lagi, hihihi”

“Ng.. Nggak kok kak… mana berani aku perkosa kakak sendiri, hehe”

“Tapi pengen kan?” tanyanya melirik nakal dengan senyum manis, membuat dadaku makin berdebar saja.

“Pengen lah… hehe” jawabku. Tentu saja, siapa sih yang gak pengen.

“Pengen apa?” tanyanya lagi yang tidak henti-hentinya membuat aku makin mupeng. Sial. Aku betul-betul digoda habis-habisan sama dia. Mana tahaaaaaan.

“Pengen merkosa kakak, pengen ngentotin kakak!” ucapku lantang tanpa segan lagi. Ku beranikan saja mengatakan hal sevulgar itu padanya. Soalnya dianya juga sih. Ku pikir dia bakal marah, namun mendengar hal itu ternyata kak Ochi malah tertawa cekikikan.

“Hihihi… Pengen ngentotin kakak? Kenapa?” tuh kan, terus aja menggodaku.

“Habisnya kakak nafsuin sih… seksi, cantik, bikin penisku ngaceng” kataku meneruskan ucapan vulgarku.

“Hush… aku ini kakak kandungmu tau!”

“Biarin…”

“Biarin biarin, enak aja… dosa tahu! Masa adek ngen-to-tin ka-kak-nya sendiri, hihihi” ujarnya menekankan kata ngentot dan kakak. Ya, ampun, semua ucapan serta ekspresi wajahnya itu makin membuat penisku tersiksa. Aku betul-betul dibikin mupeng olehnya, gak kuat T. T

“Kak…” Panggilku memelas.

“Apa adekku sayang?”

“Buka dong bajunya, bugil, gak tahan nih…”

“Gak tahan? Gak tahan pengen ngapain kakak kamunya dek? hihihi” ujarnya lagi. Sumpah! Aku dibikin kesal tapi juga horni!

“Aku gak bakal merkosa kakak kok, cuma pengen onani aja, please… Bugil dong kak”

“Sumpah?”

“Sumpah deh…”

“Ciyus? Enelan? Miapah?”

“Benaran kak Ochiku yang cantik, kak Ochiku yang baik, kak Ochiku seksi…” Ujarku. Dianya tertawa lagi mendengar pujian-pujianku itu.

“Kak, kalau kayak gini terus ntar beneran aku perkosa lho…” ujarku yang betul-betul kesal di tengah kemupenganku.

“Hah? Jadi benar kamu pengen merkosa kakak? Kenapa gak ngomong dari tadi sih?” katanya. Fuaah… Badanku langsung lemas mendengar ucapannya itu.

“I.. iya… kak, pe.. pengen…”

Dia senyum-senyum manis padaku.

“Hmm… Silahkan dek, perkosa gih kakakmu ini, terserah kamu kakak pengen kamu apakan” desahnya menggoda, aku menelan ludah dibuatnya. Sumpah, omongan dan nada bicaranya itu sangat membangkitkan nafsuku. Mana tahan aku setelah mendengarnya berkata seperti itu.

“Tapi…” lanjutnya kemudian ketika aku siap-siap beraksi.

“Tapi?”

“Di dalam mimpimu aja yah…” ujarnya kemudian langsung melepaskan diri dari pangkuanku. Dengan secepat kilat kak Ochi lalu berlari ke dalam kamarnya, menutup pintu, lalu menguncinya.

Si… Si… Sialaaaan!

“Dek, jangan lupa dilap tuh tumpahan minum tadi” teriaknya dari balik kamar yang disertai tawa lepasnya. Senang benar tuh dia bikin mupeng berat dan ngentangin aku! Kampreeeet!

Dengan bersungut-sungut ku lap juga tumpahan minum tadi. Udah bikin aku mupeng berat, aku pula yang mesti ngebersihinnya. Tapi aku belum menyerah, nafsuku harus tersalurkan. Masa udah sejauh ini ujung-ujungnya mesti onani sendiri. Setidak-tidaknya nemanin aku onani kek.

Akupun menuju kamarnya lalu mengetuk pintunya.

“Kak…” panggilku dari balik pintu. Ku coba membukanya, tapi ternyata pintunya benar-benar terkunci.

“Apa? Udah beres belom ngelapnya?”

“Udaaaah”

“Oohh…” sialan banget, cuma bilang ‘ohh’ doang.

“Kak, buka dong…”

“Ngapain? kakak ngantuk nih, mau bobo ciang”

“Gak ngapa-ngapain kok… cuma…”

“Cuma apa? pengen perkosa kakak?”

“Eh, ng.. nggak lha… Cuma pengen nemenin kakak bobo siang aja kok, aku juga ngantuk nih”

“Tidur dong di kamarmu”

“Pengen tidur bareng sama kakak, sumpah deh gak ngapa-ngapain”

“Cius?”

“Cius kok…”

“Hmm… iya deh, awas ya kalau macam-macam” katanya akhirnya mau membukakan pintu. Pintupun terbuka, aku lalu masuk ke kamarnya.

“Dasar kamu nempel mulu sama kakak” ujarnya, aku hanya senyum-senyum sendiri, tentu saja dalam hati aku mengharapkan bisa melakukan hal mesum padanya di dalam kamarnya ini. Cuma perlu nunggu waktu yang pas. Soalnya aku kan tadi bilangnya cuma pengen tidur siang, salah-salah bisa kena tendang diusir.

“Napa dek senyum-senyum gitu?”

“Gak napa-napa kok kak…”

“Oh… ya udah, yuk dek ke ranjang… kita bobo bareng” ajaknya dengan senyum manis, bikin aku menelan ludah saja. Horni banget aku mendengar ucapannnya yang mengajak bobo bareng itu.

“Yuk yuk” kataku gak sabaran langsung terjun duluan ke atas tempat tidurnya.

“Hihihi, kamu udah ngantuk banget atau napa sih?” tanyanya cekikkan melihat ulahku. Dia sepertinya tahu kalau aku bukannya pengen tidur, untung dia masih berbaik hati.

“Kakak beneran ngantuk lho dek, pengen bobok ciang… jadi jangan ganggu yah…”

“I.. iya kok kak, kan udah bilang tadi kalau cuma pengen nemenin kakak bobok aja”

“Awas lho…” katanya lalu… membuka celana pendeknya! Aku menelan ludah lagi dan melotot melihatnya. Sekarang dia hanya mengenakan tanktop dan celana dalam! Seksi abis… Kakakku ini benar-benar nafsuin.

“Napa dek? Panas tahu!” katanya cuek melemparkan celana pendeknya sembarangan. Lalu naik merangkak ke atas ranjang dan tiduran di sebelahku. Apa-apaan sih dia? Katanya tadi jangan ganggu, kalau keadaannya kaya gini mana bisa tahan akunya.

“Cepat dek bobok…”

“Eh, i.. iya… anu kak…”

“Anu apa?”

“Aku boleh buka baju juga nggak? Aku kan juga kepanasan, hehe…”

“Dasar, ikut-ikutan aja kamunya. Hmm.. boleh deh, tapi gak boleh bugil yah…”

“Iya kak” akupun segera membuka seragamku yang memang belum dibuka dari tadi. Seperti katanya, aku memang tidak bugil, tapi sekarang aku hanya memakai celana boxer saja. Dia senyum-senyum manis saja melihatku, terutama melihat tonjolan dari balik boxerku. Ugh, bikin gregetan.

Kak Ochi lalu tiduran memunggungiku. Sepertinya dia benar-benar berusaha memejamkan mata untuk tidur. Padahal aku di sini sedang mupeng-mupengnya.

“Kak, peluk boleh?” tanyaku untung-untungan.

“Iyaah… tangannya jangan nakal tapi yah…” jawabnya membolehkan. Yes.

“Iya kak” akupun memeluknya dari belakang, kakiku juga naik merangkul kakinya. Posisi tubuhku menempel ketat tubuhnya dari belakang. Penisku yang tegang maksimal juga pas menempel di bongkahan pantatnya yang hanya ditutupi celana dalam. Dapat ku cium aroma harum tubuhnya, jauh lebih wangi dari bau tubuhku tentunya.

Aku diam selama beberapa saat sambil terus memeluk tubuh kakakku ini dari belakang. Tapi makin lama si otong makin tersiksa. Akhirnya ku beranikan saja pelan-pelan menggoyangkan pinggulku, membuat gerakan mesum menggesek-gesekkan penisku ke pantatnya. Dia tidak merespon, entah karena dia tidak sadar atau pura-pura tidak sadar.

Keadaan ini membuat hawa kembali memanas. Keringatku mulai keluar. Tapi kalau kepanasan karena ini sih gak apa-apa, hehe. Ku eratkan pelukanku sambil makin mempercepat goyangan pinggulku.

“Dek…”

“I.. iya kak?”

“Jangan erat-erat gitu juga dong meluknya, malah tambah panas nih…” ujarnya. Hufh… ku kira tadi dia bakal menegur masalah ulah mesumku. Ternyata hanya menegur tentang pelukan. Jelas kalau dia memang sadar akan perbuatanku, tapi pura-pura tidak tahu.

“Panas yah kak? Keringatan nih…”

“Iya… hidupin AC-nya gih…”

“Gak usah kak, gini aja… lebih asik keringatan gini, hehe”

“Panas tau, lengket jadinya kalo keringatan gini…”

“Kalau gitu kakak buka aja tanktop dan celana dalamnya, biar gak panas lagi…”

“Huu… maunya. Ntar yang ada malah tambah panas lagi, hihihi.. Udah sana, buka jendelanya aja” suruhnya. Akupun bangkit dengan cepat dan membuka jendela.

“Jangan lebar-lebar dek…”

“Iya kak…” Setelah itu aku kembali terjun ke atas ranjang dan langsung memeluknya lagi.

“Nih anak, main peluk-peluk aja…”

“Hehehe…” aku memeluknya dengan erat. Bibirku ku gesek-gesekkan di bahunya sambil mengecup-ngecupnya. Dia tiba-tiba melepaskan pelukanku dan membalikkan badan menghadap padaku.

“Dek…”

“I.. iya kak?”

“Kakak tau kalau kamu lagi horni, kamu pasti pengen onani lagi kan?”

“Kalau boleh sih gitu-gituan sama kakak…”

“Hush! Dasar… nggak, enak aja…”

“Hehe, iya deh nggak, tapi aku emang lagi pengen nih kak… kak Ochi sih bikin aku horni”

“Huu… Tapi kakak beneran ngantuk lho ini. Hmm… tapi ya udah deh… cepetan deh kalau gitu, biar kakak juga bisa cepat bobo siang juga”

“Boleh kak?”

“Iya… tapi ingat yah dek… Cuma boleh cium, peluk dan gerepe-gerepein kakak aja”

“I.. iya, tapi aku telanjang bulat boleh?”

“Hihihi, kesiksa ya burungnya? Ya udah, buka aja, kasian tuh burungnya kejepit, hihihi…” katanya membolehkan. Segera saja ku buka celana boxerku hingga akhirnya aku telanjang bulat. Penisku kini mengacung-ngacung tegak tanpa tertutup apa-apa lagi di hadapan kakakku. Kak Ochi senyum-senyum saja melihatku.

“Dasar porno!”

Aku lalu menindih tubuh kak Ochi. Tujuan pertamaku adalah wajahnya. Aku memang sangat terpesona dengan wajah cantik bening kakakku ini. Ku cium-cium kening, hidung, pipi dan tentu saja bibirnya berkali-kali. Lidahku juga menari-nari menjilati seluruh wajahnya. Rasanya tidak pernah puas deh menikmati keindahan wajahnya itu.

“Duh, kamu ini… muka kakak jadi basah gini nih…”

“Maaf deh kak, habisnya aku suka banget sama kakak, kak kita jadian yuk?”

“Hihihi, gila kamu… kamu nembak kakak sendiri?” tanyanya balik sambil mencubit hidungku.

“Iya… kakak kan sedang jomblo, jadi kita pacaran aja yuk kak? Cuma kita berdua aja kok yang tahu kalau kita pacaran, hehe…” pintaku lagi.

“Dasar kamu jomblo ngenes! Cari pacar dong makanya sana… masa kakak sendiri dijadiin pacar. Lagian siapa bilang kakak jomblo?”

“Jadi?”

“Kakak udah punya pacar lagi kok, baru seminggu yang lalu jadian” katanya. Wah, ternyata dia sudah punya pacar lagi. Pantas dia rada menolak ajakan mesumku akhir-akhir ini. Tapi, kok aku merasa sangat cemburu ya? Padahal wajar kan kalau kak Ochi punya pacar? Sebelum-sebelum ini juga udah pernah pacaran.

Tapi entah kenapa sekarang aku merasa tidak rela. Semakin lama aku tinggal berdua dengan kak Ochi, semakin seringnya kami mesum-mesuman, sepertinya telah membuat aku benar-benar suka sama kakak kandungku sendiri. Aku tidak ingin dia dimiliki orang lain. Aku mau aku lah satu-satunya yang memiliki kak Ochi.

“Kenapa dek? Kok bengong?”

“Nggak kok… selamat yah kak udah punya pacar. Jangan putus putus lagi, kalau bisa sampai nikah deh, terus punya anak, hehe” kataku. Bagaimanapun tentunya aku tidak mungkin melarangnya berpacaran. Aku tentunya harus mendukungnya bila hal itu baik baginya.

“Dek, kok lemas burungmu? Udahan? Gak pengen lanjutin? Padahal kakak tau mau ngerequest lho…” katanya lagi menyadarkanku.

“Request? Request apaan kak?”

“Hmm… tanggung nih wajah kakak udah basah gini. Jadi sekalian aja deh…”

“Sekalian apaan sih kak?” tanyaku bingung.

“Sekalian aja basahin seluruh badan kakak, mandi kucing-in kakak…” Jreeeeng. Penisku kembali tegang poll karena mendengarnya. Gak papa deh kalau aku gak bisa jadi pacarnya, cukup punya kakak seperti ini saja sudah lebih dari cukup, hehe.

“Be.. beneran kak?”

“Bener, jilatin semua badan kakak sesukamu, pasti kamu pengen kan?”

“Pengen banget”

“Ya udah, minggir bentar… Kakak buka dulu tanktop sama celana dalamnya” suruhnya. Akupun beranjak ke sampingnya. Dengan senyum-senyum manis padaku diapun membuka tanktopnya perlahan, kemudian dia tarik kebawah celana dalamnya hingga lolos dari tubuhnya. Sekarang dia telanjang bulat! Aku selalu suka melihatnya telanjang bulat polos begitu, apalagi aku juga ikut-ikutan telanjang.

Dengan gaya nakal dia lempar tanktop dan celana dalamnya itu ke lantai. Kemudian berbaring lagi di tempatnya tadi. Tubuh telanjangnya kini telentang di depanku, khusus untukku.

“Mandiin kakak dek, biar seger lagi, panas nih…”

“I.. iya kak…”

“Yang bersih ya dek… ini sebagai ganti sore aja deh, hihihi”

“Hah?”

“Iya… ini mandi sorenya kakak, makanya mandi kucing-in kakak yang bener, hihihi”

“Eh, i-iya kak, siap!” yuhuuu… Aku penasaran juga merasakan sensasi baru seperti ini. Ku rasa kak Ochi juga berpikiran sama. Aku yakin ini gara-gara tontonan bokep tempo hari. Waktu itu kita sama-sama nonton bokep, ada adegan mandi kucingnya gitu. Akhirnya aku bisa merasakannya juga, hehe.

“Tapi itu kakak gak usah dijilat ya, geli…” ujarnya. Aku tahu kalau ‘itu’ maksudnya adalah vaginanya.

“Yah, kok gak boleh kak?”

“Gak mau ah kalau di sana, ntar kakak jadi hilang kendali, ntar kakak malah memohon minta kamu entotin lagi… terus ntar kakak nggak perawan lagi… jangan yah…”

“Iya deh kak…” aku kecewa sih, tapi biarlah, gak apa. Padahal aku pengen banget ngentotin dia, apalagi kalau dianya yang memohon-mohon untuk ku entotin. Tapi seperti janjiku dulu, aku tidak boleh mengambil perawannya. Aku juga gak tega.

Aku tindih dia lagi. Ku jilati sebentar saja wajahnya untuk kembali membuatnya basah. Jilatanku lalu turun ke lehernya, ku jilat-jilat leher jenjangnya, dia tertawa geli serta mendesah-desah. Mendengar suara desahannya itu bikin aku tambah mupeng saja. Jilatanku lalu menuju ke bahunya, terus meluncur ke lengan kanannya hingga ke jari-jari.

Setelah itu aku mulai lagi menjilati dari perutnya. Sengaja ku sisakan buah dadanya belakangan, hehe. Jilatanku turun ke pusarnya, ku jilati juga pusarnya, dia lagi-lagi tertawa geli. Jilatanku terus turun ke kaki kanannya hingga ke jari-jari dan telapak kakinya. Gak ada rasa jijik tentunya menjilati kakinya itu, aku malah sangat bergairah.

Aku kembali ke atas, ke bagian yang aku tinggalkan tadi, buah dadanya. Dengan buas ku emut dan ku kenyot buah dada bergantian. Lidahku ku mainkan pada putingnya, menyapu-nyapu mulusnya permukaan buah dadanya yang putih dan licin. Suara desahan kak Ochi semakin lama semakin kencang, jelas dia juga sangat horni sekarang.

“Ssshh… dek… nghhh… jilatin terus…” erangnya manja.

Sangat lama mulutku bermain-main di buah dadanya. Rasanya tidak pernah puas. Tangan kak Ochi juga merangkul kepalaku, seakan tidak membiarkan aku cepat-cepat melepaskan mulutku dari susunya.

Setelah sekian lama, entah berapa menit itu, akhirnya dia dorong kepalaku menjauh.

“Cukup dek, ntar kakak gak kuat… kamu juga udah gak kuat kan? Ntar kita keterusan bisa gawat”

“Eh, i.. iya kak…” kataku bangkit. Ku lihat seluruh tubuhnya mengkilap karena air liurku. Sungguh seksi dan nafsuin.

“Basah gitu badan kakak, hehe… udah seger belum kak?”

“Iya… gara-gara kamu, hihihi… Makasih ya dek udah mandiin kakak” ucapnya dengan senyumnya yang sangat manis.

“Makin cantik aja basah-basah gitu, bikin tambah nafsu”

“Nafsu ya… Terus?” tanya menggoda.

“Boleh ku keluarin gak kak? Gak kuat nih dari tadi…”

“Keluarin apanya? Pejuh?” tebaknya.

“Iya, hehe…”

“Hihihi, dasar mesum” katanya mencubit pahaku.

“Boleh kak?”

“Iya deh boleh”

“Kalau gitu kocokin dong kak…” suruhku ingin dia mengocok penisku.

“Hmm, gimana kalau kocok di sini aja?” tawarnya sambil menujuk buah dadanya. Hah? Titfuck? Mau banget dong…

“I.. iya kak, mau, hehe”

“Dasar… kesenangan kamunya. Ya udah, anggap aja ini sebagai tanda terima kasih udah mandiin kakak, hihihi”

Aku udah gak sabar. Akupun segera naik mengangkangi dadanya. Penisku ku selipkan di buah dadanya. Kak Ochi membantunya dengan mengapit buah dadanya dengan tangannya. Rasanya jangan ditanya, sungguh nikmat! Penisku yang coklat kemerahan sangat kontras dengan buah dadanya yang putih mulus. Ku goyangkan pinggulku maju mundur.

“Nmgghh… kak Ochi… sshh” erangku kenikmatan.

“Iya adekku, enak?”

“Enak kak… ngghh” jawabku yang dibalas senyum manisnya.

Tidak perlu waktu lama untuk membuat pejuku untuk segera muncrat. Soalnya dari tadi aku juga sudah sangat horni.

“Kak… mau keluar…” erangku.

“Keluarin aja dek…”

“Ntar belepotan dong kak, kan baru aku mandiin”

“Gak papa kok…”

Ya sudah kalau dibilangnya gak apa. Akupun mengerahkan segala nafsuku yang terbendung tadi. Ku goyangkan pinggulku makin cepat, mengocok penisku yang terjepit buah dadanya sambil menyebut-nyebut nama kak Ochi. Wajahnya yang cantik, senyum manisnya, betul-betul membuat aku gak kuat. Aku akan ngepejuin kakakku lagi!

“Crooootttt croooottt” pejuku muncrat-muncrat dengan derasnya menyemprot tubuhnya. Buah dadanya, leher, hingga wajahnya terkena semprotan peju kentalku. Dia berteriak kecil saat wajahnya terkena pejuku. Sungguh lega, akhirnya bisa keluar juga dengan cara yang sangat nikmat, mengeluarkannya di tubuh kakakku yang cantik ini.

“Enak dek? Puas?”

“Ngghhh… iya kak… makasih kakakku yang cantik…”

“Sama-sama jelek, tisu dong…” pintanya, akupun segera mengambilkannya tisu. Segera dia bersihkan wajah cantiknya beserta leher dan buah dadanya yang terkena ceceran pejuku itu.

“Dek… udah sana keluar, kakak mau bobo siang”

“Aku juga kak… bobok bareng aja”

“Hmm? Ya udah bobo bareng sini, tapi kali ini gak macam-macam lagi kan?”

“Gak kok, baru keluar gini… aku juga capek”

“Hihihi, bagus deh, yuk bobok” katanya membuka tangannya, tanda agar aku untuk segera tiduran di sampingnya.

“Ayuk” Akupun langsung tiduran dan memeluknya lagi. Aku merasa benar-benar capek, tapi sangat puas. Akupun tertidur di atas ranjang kak Ochi siang itu, tentunya tidur telanjang bulat berdua dengan kakakku yang cantik dan seksi ini.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu