1 November 2020
Penulis —  bramloser

Obsesi Nakal Seorang Ibu Pada Putrinya

Suamiku terdiam terpaku, menatap Pak Wawan yang masih duduk di atas paha Fara yang tiarap di atas sofa dengan buku matematika di depannya.

“Jadi gimana Pa? Sama siapa Pak Wawan harus mencontohkannya?” desakku sambil berusaha menahan tawa melihat tingkah suamiku yang kebingungan.

Tiba-tiba Pak Wawan beranjak dari tubuh Fara. “Ya sudah jika Pak Alan keberatan tidak apa-apa” ujar lelaki itu sambil kembali mengenakan celananya. Ku lihat suamiku menghela nafas lega, tapi aku langsung melotot memasang wajah judes dan itu membuatnya benar-benar terkejut dan kembali bingung.

“Maaf Pak, saya permisi mau ke WC dulu” kata Pak Wawan kemudian menuju ke kamar mandi.

Kesempatan itu langsung digunakan suamiku untuk menanyakan sifatku, yang menurutnya justru mendukung niat guru cabul itu untuk menyetubuhi putri kami. Namun aku mengelak, aku beralasan itu untuk kebaikan Fara. Ya… aneh memang, entah kenapa aku justru berharap perbuatan cabul itu benar-benar terjadi.

“Papa marah ya kalau ada orang yang mau sayang-sayangan sama Fara?” tanya Fara polos.

“I.. iya sayang… Papa gak mau kalau ada orang lain yang juga menyayangi kamu” jawab suamiku.

“Oohh… Terus, kenapa tadi papa gak suruh Pak Guru ngasih contoh sama mama aja Pa?”

Degh!! Aku kaget mendengar celoteh Fara, segera ku menoleh melihat wajah suamiku. Jelas dari wajahnya kalau dia semakin bingung, yang entah kenapa semakin membuatku ingin tertawa.

“Kamu gak marah kalo Pak Guru sayang-sayangan sama mama?” tanya suamiku setelah lama terdiam.

“Enggak… Kenapa harus marah? Kan bagus kalo ada orang lain yang juga sayang sama mama…” jawab putriku itu polos banget. Terang saja suamiku terkejut mendengar jawabannya.

Setelah beberapa saat berpikir, aku cukup kaget mendengar perkataan suamiku. Dia setuju untuk membiarkan guru itu yang mencontohkan langsung pada Fara. Sepertinya suamiku lebih memilih menyerahkan Fara dibandingkan diriku untuk ‘dikerjai’ si guru cabul, dan itu cukup membuatku terharu, tapi entah kenapa tubuhku ikut bergairah karenanya.

“Papa setuju untuk membiarkan Pak Wawan membantu Fara belajar, tapi jika guru itu tidak mampu memberikan solusi yang baik, Papa akan segera menyuruhnya pulang…” lanjutnya seakan ingin menegaskan, terlihat jelas dari wajahnya jika suamiku tertekan.

Saat Pak Wawan kembali dari kamar mandi, suamiku langsung mengutarakan kalau dia akhirnya setuju untuk membiarkan pria itu mempraktekkannya langsung pada Fara, terang saja Pak Wawan langsung tersenyum lebar penuh kemesuman.

Kami memutuskan untuk berpindah ke kamarnya Fara, di tempat biasanya Fara belajar sambil di sayang-sayang sama ayahnya. Meskipun suamiku setuju, tapi sepertinya dia ingin ‘les private’ ini berakhir secepatnya.

“Jadi Pak Guru boleh nemani Fara belajar ya?” tanya putriku lugu, lalu memandang ke arah ayahnya.

“Iiya sayang… Pak guru mau menemani belajar sambil sayang-sayangan sama Fara, papa udah bolehin kok…” ucapku sambil mengelus rambut Fara.

Gadisku tersenyum mengangguk, begitupun sang guru. Jelas sekali kalau guru itu tidak sabar untuk menyicipi tubuh belia Fara. Wajahnya berbinar saat menatap tubuh mungil putriku yang sedari tadi masih tetap bertelanjang bulat. Dia terus memandangi selangkangan putriku yang bersih dari rambut kemaluan.

“Ehhm…” suamiku berdehem cukup keras, mencoba mengingatkan guru itu agar tidak berpikir yang macam-macam dan segera melakukan tugasnya, meskipun rasanya tidak mungkin melarang pikiran jorok pak Wawan yang semakin menjadi-jadi terhadap putri kami.

“Hehehe, maaf…” Pak Wawan tertawa tersipu, “jadi begini, sebenarnya tidak salah menemani putri kita belajar sekaligus menyayangi mereka, hanya saja usahakan agar Fara tidak disibukkan oleh hal lain selain belajar seperti mengoral batang kita”

Hihihi, mendengar kata-kata itu sukses membuat wajah suamiku memerah. Pak Wawan lalu meminta Fara untuk duduk di kursi, sementara dirinya masuk kebawah meja. Aku langsung bisa menebak apa yang akan dilakukannya. Setelah meminta Fara untuk mulai mengerjakan PR nya dengan kaki mengangkang, Pak Wawan langsung memulai aksinya menjelajahi vagina Fara dengan lidahnya.

Ya ampun… putriku sedang dioral!! Aku berusaha menahan tawa, harus kuakui idenya cukup nakal, akal bulusnya untuk menikmati vagina Fara tak dapat membuat suamiku mengajukan protes.

“Gimana sayang belajarnya? enak sama Papa atau sama Pak Guru?” tanyaku iseng.

“Ngghh… samaa Paakk guruu maaa… mmhhh… pelan-pelan Pak… geliii…” jawab Fara sambil merintih, tangannya bergerak tak jelas, menuliskan angka-angka dengan sembarang.

Dari sudut mataku kulihat suamiku yang tidak tenang, Fara dengan jelas lebih mengakui gurunya dan itu membuat suamiku sangat cemburu.

“Ma, apa mama bisa menggantikan Fara? biar Fara bisa melihat cara belajar yang benar? Ini… ini untuk kebaikan putri kita juga” ucap suamiku kemudian. Aku benar-benar terkejut, dia sepertinya tidak tega melihat putrinya dibegitukan oleh pria lain, padahal Pak Wawan baru saja mulai. Meski kulihat wajah suamiku yang sangat cemburu, tapi aku tidak menduga jika akhirnya dia lebih memilih menyerahkan tubuhku kepada kepala sekolah itu.

Akhirnya suamiku mengutarakan usulnya kepada Pak Wawan. Pak Wawan sedikit keberatan awalnya, tapi tidak terlalu mempermasalahkannya karena yang akan dia dapatkan juga tidak kalah menggairahkan, ibunya Fara.

Akupun bertukar dengan Fara. Aku sendiri berdebar-debar dibuatnya. Vaginaku akan dioral oleh pria lain di depan suamiku sendiri!! Perasaanku campur aduk, antara penasaran bagaimana rasanya ‘dikerjai’ pria lain dan senang melihat ekspresi tak karuan dari suamiku. Dari bawah meja, dapat kulihat senyum mesum Pak Wawan yang tak dapat ku balas dengan senyum serupa, aku harus menjaga semuanya agar berjalan apa adanya.

Tepat di depan suamiku, seorang lelaki kini sedang menurunkan celana dalamku, mengusapi pahaku yang membuat seluruh tubuhku merinding. Dan saat tanganku menggapai pulpen, ku rasakan lidahnya yang panas mulai menyapu bibir vaginaku.

“Eeemmpphhh…” sekuat tenaga aku menahan lenguhanku, mana mungkin aku merintih di depan suami dan putriku sendiri. Yang bisa kulakukan hanyalah membuka pahaku semakin lebar dan membiarkan lidahnya masuk semakin dalam. “Ooopppmmhhh…”

Ternyata tulisanku lebih parah dibandingkan Fara, bahkan untuk menuliskan angka satu yang tegak lurus pun aku tak mampu. Lidah Pak Wawan bergerak terlalu liar, menyapu dinding dalam vaginaku dengan intens.

Kakiku mengapit kepala Pak Wawan. “Oooowwwhhh… Paaakk…” akhirnya suara itu terlepas juga tepat di saat bibir lelaki yang ada di selangkanganku menyedot kuat, membuat cairan yang ada di relung vaginaku berpindah ke mulutnya, hampir saja aku mendapatkan orgasme ku.

Aku menatap wajah suamiku dengan pandangan tak menentu, sementara di selangkanganku lelaki lain dengan bebasnya melahap liang kewanitaanku. Benar saja dugaanku, suamiku ikut terbakar gairah, tangannya memeluk Fara dari belakang meremas payudara putri kami. Sementara selangkangannya menggosok-gosok pantat bulat Fara yang terekspos bebas.

“Oke… mungkin untuk ini cukup,” ucap Pak Wawan keluar dari bawah meja. Aku tertawa kecil saat melihat kumis tipis lelaki itu penuh dengan cairan dari vaginaku. Dia sendiri juga sepertinya ingin menunjukkan pada suamiku bagaimana cairan vagina istrinya kini berlumuran di bibirnya. Terang saja suamiku semakin panas.

Aku lalu berdiri dan hendak mengenakan kembali celana dalam ku, tapi dicegah oleh Pak Wawan. Entah apa maunya, namun ku turuti saja dan tidak mengenakan celana dalamku dulu.

“Jadi dalam belajar, pastikan putri anda bla.. bla.. bla..” Celoteh yang keluar dari mulut Pak Wawan memang terdengar ilmiah, tatapan matanya pun tegas ke arah suamiku, tapi yang membuat aku kelimpungan adalah gerakan tangannya tak henti meremasi pantatku, menyusuri belahannya dengan jari-jarinya yang kasar.

Sementara tangan suamiku yang sempat terdiam, kembali bergerak meremasi payudara Fara. Gilaaa… Ini tak ubahnya seperti pesta seks!!

“Oke, Pak Alan, kita lanjutkan pada tahap selanjutnya, bisa bapak ambilkan buku pelajaran yang lain, agar bapak bisa mempraktekkan langsung kepada Fara sambil melihat saya mencontohkan pada istri bapak,” ucapnya. Suamiku cuma bisa menganguk lalu mengambil buku PR lainnya di tas dengan dibantu putrinya.

Saat itulah Pak Wawan berbisik di telingaku, “dari tadi siang saya sudah tidak sabar pengen ngentotin memek ibu di depan suami ibu, hehe..” ujarnya mesum. Uuughh… jantungku berdebar cepat, dinding vaginaku terasa berdenyut. Aku bergairah mendengar ucapannya itu. Tiba-tiba aku merasakan batang kejantanan Pak Wawan menggesek-gesek belahan pantatku.

“Oh ya… Bapak biasanya menemani Fara belajar dalam keadaan bugil kan?” tanya Pak Wawan pada suamiku. Meski sudah tahu, dia tetap saja menanyakannya.

“I.. iya”

“Kalau begitu Bu Rina juga harus bugil dong Pak… hehe”

“T.. ta.. tapi, apa harus begitu Pak?” tanya suamiku masih berberat hati.

“Turuti saja Pa… ini kan demi putri kita juga…” kataku membela Pak Wawan.

“Tenang saja Pak… saya tidak akan betul-betul menyetubuhi istri Pak Alan ini kok, cuma akan memberikan contoh posisi yang benar saja, hehe” ujarnya menenangkan suamiku yang terlihat panik, meskipun aku tahu kalau dia hanya berbohong, jelas kalau pria ini ingin curi-curi kesempatan untuk menyetubuhiku.

Suamikupun hanya bisa pasrah. Aku lalu melepaskan semua pakaian yang ada di tubuhku dibantu oleh Pak Wawan. Kini kami ibu dan anak sudah sama-sama telanjang bulat, tidak hanya di depan suamiku, tapi juga di hadapan pria lain. Ini membuatku sangat malu. Bibir lelaki itu tersenyum saat kedua tanganku berusaha menutupi selangkanganku.

Karena kasur milik Fara terlalu sempit, Pak Wawan memintaku dan Fara untuk mengambil posisi tiarap di atas karpet, lalu menaruh buku pelajaran di depan kami. Persis seperti posisi Fara di sofa tadi.

Pak Wawan kembali berbisik padaku, “sekarang ikuti saya, dan lakukan senatural mungkin, anggaplah Pak Alan memang sedang menemani dan membimbing Fara belajar,” sepertinya dia sangat ingin merasakan nikmatnya jepitan vaginaku!!

Aku sungguh tidak tahu apa yang ada di pikiranku, meskipun aku risih sekaligus malu, tapi aku malah nurut-nurut saja saat pantatku yang terbuka ditunggingkan olehnya. Dia lalu menaiki tubuhku dan duduk diatas pahaku yang masih terkatup rapat. Aku langsung bisa merasakan batangnya yang mengeras tepat berada dibelahan pantatku.

“Oke, Bu Rina dan Fara silahkan mengerjakan PR seperti biasa, dan Pak Alan silahkan perhatikan saya, bagaimana cara memberikan kasih sayang tanpa mengganggu anak belajar”

“Tapi istri saya tidak beneran akan bapak… ngg… gituin kan?” tanya suamiku lagi memastikan.

“Hahaha… Tidak… Tenang saja Pak…” jawabnya licik.

Berbeda dengan Fara yang berusaha serius mengerjakan PR matematikanya, aku justru tak mampu sedikitpun menelaah buku biologi yang ada di depanku. Pak Wawan mulai menciumi punggungku, bibirnya menggumam tak jelas.

Kecupannya ringan yang diiringi usapan tangan ke sekujur tubuhku, sesekali meremas pantatku membuat batangnya semakin terjepit dan menyentuh liang anusku. Aku merinding saat pinggul Pak Wawan bergerak pelan menusuk anusku. Gilaaaa… aku tau dia hanya ingin menggodaku!!

Dari sudut mata dapat kulihat suamiku yang tegang memperhatikan ulah Pak Wawan di atas tubuhku, meski bergerak meremasi payudara Fara aku tau jika suamiku tak dapat menikmatinya seperti biasa. Perhatiannya sepenuhnya tertuju ke tubuhku. Takut kalau tubuh istrinya benar-benar akan disetubuhi pria ini, hihihi.

“Papa, sayangin Fara yang bener dong…” ucapku usil menggodanya, sementara batang Pak Wawan semakin nakal menggoda liang anusku.

“Eeehh… papa kan cuma memperhatikan Pak Wawan memberikan contoh Ma” elaknya, lalu mulai memeluk Fara dan menciumi lehernya, ku dengar Fara tertawa geli atas ulah ayahnya.

Saat suamiku asik mencumbu Fara, aku tak membuang kesempatan untuk membuka pahaku lebih lebar dan menunggingkannya lebih tinggi agar batang Pak Wawan berhenti menggoda anusku.

“Eeeemmmpphh…” aku melenguh tertahan, tebakan ku sangat tepat, batang itu dengan segera bergerak maju mundur menyundul bibir vagina yang sangat basah. Ugh…

“Fara… gimana sayang belajarnya? bisa?” tanyaku pada Fara yang sesekali tertawa saat suamiku menciumi telinganya.

“Bisa sih ma… tapi papa kan juga sering ngajak cipokan, jadi belajarnya sering terhenti” jawabnya polos.

“Memang, saat berciuman aktifitas membaca dan menulis pasti sulit untuk dilakukan, jadi ada baiknya itu dilakukan saat Fara istirahat sejenak,” beber Pak Wawan yang seluruh tubuh kekarnya kini menindih tubuhku.

Aku berusaha untuk tersenyum wajar pada Fara yang menatapku, meski tubuhku terbakar gairah cumbuan panas sang kepala sekolah. Aku dan putrikupun terus bertatap-tatapan, sambil sesekali saling melempar senyum walau tubuh kami sama-sama sedang ditindih pria. Fara ditindih ayahnya, dan aku ditindih kepala sekolahnya Fara.

“Ok, sudah sepuluh menit, Fara bisa istirahat sejenak, Pak Alan silahkan manfaatkan waktu dengan baik, hehe” ucap lelaki di atas tubuhku ini dengan santainya. Dengan gerakan yang tiba-tiba tangan Pak Wawan segera meraih pipiku dan melabuhkan ciuman yang sarat dengan nafsu.

Aku tergagap, meladeni permainan lidah Pak Wawan yang panas sambil menatap Fara dan suamiku yang tak kalah kaget. Aku merintih saat payudaraku diremas dengan kuat olehnya. Fara dan suamiku melihat bagaimana ibu juga istrinya sedang diciumi dengan buasnya oleh pria lain!!

“Pa, ciumin Fara juga dong kaya mama” rengek Fara tidak mau kalah yang mengagetkan suamiku, Fara memintanya sambil masih menatap ibunya. Suamikupun menuruti, dia sepertinya ikut bernafsu melihat istrinya dicabuli orang lain. Hingga akhirnya kami sibuk dengan aktifitas masing-masing. Akupun berhenti menatap wajah Fara yang kini tertutup oleh suamiku, berganti menatap wajah tegas sang kepala sekolah yang sibuk menikmati lidahku di dalam mulutnya.

“Apa ibu berani meminta izin pada suami ibu untuk memasukkan kontol saya ke memek ibu?” tantang Pak Wawan di telingaku setelah percumbuan lidah yang panas.

Tantangan pak Wawan membuat tubuh ku semakin panas. Seharusnya aku hanya memperbolehkan Pak Wawan menggesek-gesekkan penisnya saja, tidak benar-benar menyetubuhiku seperti yang dia katakan pada suamiku tadi. Tapi entah kenapa aku jadi tertantang menyetujui permintaannya itu. Aku sangat penasaran. Tubuhku sangat ingin merasakan dimasukin sebatang penis, sangat-sangat ingin!!

“Ayo sayang… dilanjutkan lagi belajarnya,” ujarku mencoba mengingatkan Fara dan suamiku yang masih asik bertukar ludah. Aku ingin Pak Wawan segera bisa memasukkan penisnya ke vaginaku.

Fara tersenyum bahagia, “Asik ya Ma belajar bareng gini, hihihi…” ucapnya sambil menyeka liur ayahnya yang ada di sekitaran bibir mungilnya, “Tapi Ma, biasanya kalo habis ciuman memek Fara langsung dientotin kontolnya Papa” katanya lagi.

Yup, teriak hatiku girang, ini lah kesempatanku untuk menggoda suamku sekaligus menjawab tantangan Pak Wawan, bahkan mungkin lebih nakal lagi.

“Oh ya? asik dong belajar sambil dientotin Papa? tapi Mama boleh juga gak ya belajarnya sambil dientotin gurunya kamu? hihihi” tanyaku.

Fara langsung menoleh ke ayahnya. “Pa… Mama boleh gak dientotin gurunya Fara?” tanyanya polos. Aku berusaha menahan tawa melihat kebingungan suamiku yang memperhatikan selangkanganku yang ditindih oleh Pak Wawan. Bisa saja suamiku berfikir batang pria itu sudah menusuk liang vaginaku, untuk itu aku sedikit mendorong tubuh Pak Wawan yang memelukku agar duduk seperti semula, hingga suamiku dapat melihat dengan jelas kalau penis lelaki itu masih bermain-main di depan bibir vaginaku.

“Boleh Pa? kalau istrimu dientotin Pak Wawan?” tanyaku ikut-ikutan meminta izin untuk disenggamai pria lain, lalu menggenggam batang keras milik Pak Wawan. Dengan pelan kepala suamiku mengangguk. Dia setuju!! Meskipun cemburu tapi sepertinya dia juga sangat horni.

“Yeee… boleh kok, Ma…” teriak Fara girang. Bisa-bisanya Fara kegirangan begitu, dia tidak sadar dan tidak paham akan beban berat dan cemburu yang dialami oleh ayahnya. “Ayo ma, masukinnya bareng” teriak Fara ikut-ikutan memegang penis ayahnya.

“Ayooo…” jawabku tak kalah girang tertawa melihat ulah putriku.

Dapat ku lihat bagaimana Fara mengikuti gerakanku mengarahkan batang penis yang ada di tangan ke bibir vagina, lalu menunggingkan pantat lebih tinggi dan perlahan melahap batang penis kedalam rongga vagina.

“Ooowwwhh…” Gilaaa… Fara mencontoh gerakanku dengan sempurna, bibirnya mendesah mengikuti desahanku. Putriku tersenyum menatap wajah ibunya yang tak lagi mampu menyembunyikan rasa nikmat. Yang mana selama ini liang vaginaku hanya dipuaskan oleh buah timun ataupun jari-jariku, kini kembali terisi oleh batang kejantanan seorang lelaki, dan itu tepat di depan suami dan putri kandungku!!

“Ma, mama… sambil contohin Fara belajar yang benar dong, ma…” tegur suamiku yang sangat cemburu mendengar rintihan nikmat dari bibirku.

Aku tersipu malu, kembali menurunkan pantatku yang terangkat tinggi dengan perlahan, menjaga agar batang Pak Wawan tidak lepas dari vaginaku. Aku memegang buku di depanku dengan bibir tertutup rapat, menahan rintihan nikmat yang bisa saja keluar, begitupun dengan Fara yang berusaha menulis rumus-rumus di bukunya.

“Urgghhh… gila. Benar tebakan saya, memek ibu legit banget, Ooohhsss…” erang Pak Wawan di telingaku saat menusukkan batangnya dalam-dalam.

Aku hanya tersenyum, tidak berani menjawab karena ada suamiku yang hanya berjarak dua meter, yang ku bisa lakukan hanyalah mengangkat pantatku sedikit lebih tinggi agar Pak Wawan dapat lebih mudah menikmati liang vaginaku.

Tak hanya itu, aku berusaha memainkan otot vaginaku, dan benar saja Pak Wawan semakin keras meremasi pantatku, batangnya dibiarkan tertanam di dalam vaginaku menikmati pijatan kemaluanku.

“Bu.. saya tidaak tahaaaan… saya mau keluar di memek ibuu…” erangnya dengan suara tertahan.

Aku tertawa dan semakin bersemangat hingga tanpa sadar aku sampai menungging-nungging, tapi untungnya suamiku tidak lagi memperhatikan kami.

“Baru dijepit memek ibunya Fara aja udah pengen ngecrot, gimana kalo ni batang dipake buat ngentot memeknya Fara, hihihi…” ujarku manja menggoda Pak Wawan yang sedang mati keenakan.

“Pengen banget saya nyicipin memek putrinya ibu, tapi sepertinya suami ibu protektif banget… ayoo buu empot ayamnya mainin lagi, hehehe” balasnya mesum.

“Bener nih minta di empot lagi? ntar keburu ngecrot lho, hihihi. Lagian masa bapak gak bisa sih nyari akal buat ngentoton putri sayaa?” kataku lagi. Ughh… aku benar-benar ibu yang kurang ajar, menawarkan tubuh anak gadisku sendiri pada guru di sekolahnya. Tapi entah kenapa aku sangat ingin melihat vagina Fara dimasuki oleh batang selain milik suamiku.

Tiba-tiba ku dengar suara Fara merintih, kini posisinya kembali menungging, bibirnya tak henti mengerang akibat tusukan suamiku yang seperti orang kesurupan, “PAPAAAA… PIPISSSNYAAA BAREEENG YAAA… AAAHHH…” rengek Fara kencang, tapi mata putriku itu justru menatap Pak Wawan, seolah menantang kepala sekolahnya itu untuk ikut menikmati tubuh mungilnya.

“Iyaaa, iyaaaaa sayang… Papaaa pipisin sekaraaang yaaa… Oooowwhh… Faraaa…” teriak suamiku yang kehilangan kontrol seolah tak ada kami disitu. Batang besar nya yang terselip di vagina sempit Fara muncrat-muncrat menghamburkan sperma bersamaan dengan tubuh putrinya yang ikut mengejang.

“Ckckckck… nikmat banget sepertinya memek nya Fara… saya boleh nyoba tidak Pak?” ucap Pak Wawan yang tak henti memandangi tubuh Fara yang masih menggelinjang.

“Eehhh, Eeenng anu Pak, Fara kan masih SMP, sebaiknya jangan dibiasakan dulu disetubuhi sama orang lain. Mungkin nanti kalo sudah SMA, ketika Fara sudah bisa menentukan pilihan nya,” ucap suamiku, tubuhnya terduduk diatas karpet, membuat vagina Fara yang basah dialiri oleh sperma ayahnya menjadi tontonan Pak Wawan.

“Saya bisa menjamin nilai-nilai Fara akan bagus dan dia tidak harus belajar,” bujuk Pak Wawan tak mau menyerah. Dan itu benar-benar membuatku tertawa. Terbukti tubuh indah dan kecantikan putriku bukan hanya berhasil memikat teman-teman sekelasnya, tapi juga gurunya yang notabene adalah pendidik yang harus menjaga moralnya.

“Pak Wawan, udah dengar sendiri kan ucapan suami saya, bapak bisa menunggu sampai Fara lulus sekolah, nanti ketika acara perpisahan SMP, bapak entotin aja Fara nya di ruang kepala sekolah bareng guru-guru yang lain, hihihi” ucap ku cekikikan yang tak lain bertujuan menggoda suamiku yang langsung melotot galak ke arahku.

Tapi berbeda dengan suamiku yang marah, Fara justru tertawa kecentilan, “Yey… Berarti setelah acara perpisahan sekolah, Fara boleh ngentot sama Pak Tommy yang ganteng itu, Ma?” tanya Fara bersemangat.

“Iya sayang…” jawabku tersenyum. Suamiku langsung menepok jidatnya, sementara aku semakin tak mampu menahan tawa mendengar celoteh polos putriku.

“Ayo Pak, lanjutin yuk…” ajakku pada Pak Wawan. “Sayang… burungnya Pak Wawan boleh nggak pipis di memeknya mama?” tanyaku pada Fara yang langsung dijawabnya dengan anggukan dan senyum imutnya.

“Tapi Maa…” protes suamiku.

“Tenang aja Pa… mama nggak lagi subur kok, Papa gak boleh egois lho…” ingatku pada Mas Alan, aku membalik tubuhku menjadi telentang, seolah bersiap untuk persetubuhan yang sesungguhnya.

“Ooowwhhhh… Ssshhh… aawhhh… pelan-pelaaaan Paaak…” erangku yang sudah menebak akan serangan tiba-tiba Pak Wawan yang langsung mengayuh tubuhku dengan kecepatan penuh. Seenaknya menggenjot memekku sekencang-kencangnya di depan suamiku.

Masih dapat kudengar celoteh Fara yang menanyakan arti dari kata egois kepada suamiku, namun tak mendapatkan jawaban karena suamiku sedang tertegun menyaksikan bagaimana pinggul istrinya ikut bergerak liar meladeni setiap tusukan kontol panjang Pak Wawan. Pandangannya yang penuh cemburu justru membuatku semakin bersemangat dan semakin membuka selangkanganku.

“Ma, Mama terakhir haid seminggu yang lalu kan? Berarti Mama sedang suburkan?” tanya suamiku panik yang ternyata masih mencoba mengingat masa menstruasiku, tapi bibirku yang tengah dilahap dengan ganas oleh Pak Wawan tak bisa menjawab. Justru tanganku merengkuh dan meremas pantat kekar lelaki yang tengah menyetubuhiku.

“Bu Rinaaa… saya ngecrot dimana Bu? Aaahh… aah… aah…” tanya Pak Wawan yang mulai panik bersiap menerima orgasme. Aku tak menjawab, sambil tersenyum nakal kepada suamiku aku meremas pantat Pak Wawan semakin keras. Dan itu cukup menjadi jawaban bagi lelaki yang sedang mengayuh tubuhku penuh birahi.

Ooohh… Gilaaa… ini sungguh gilaaa… aku mendapatkan orgasme ku yang paling gila seiring semburan panas sperma lelaki lain, di bawah tatapan cemburu suamiku yang mengira aku dalam masa subur.

“OOOOWWHH… maaf paaahh… mamaaahh lupaaa kalo sedaaaang SUBUUUURRR… mama bisa haMIIILLLLL” teriakku di antara badai orgasme, tapi justru membuat Pak Wawan menusukkan batangnya semakin dalam seperti ingin menghamiliku. Jelas saja suamiku langsung blingsatan, tapi tak mampu untuk mencegah.

“Aahhh… kasian Mas Alan…” gumamku di sela orgasme, karena terlalu asik dengan tubuh Fara, suamiku sampai tidak memperhatikan jika aku masih rutin meminum pil pencegah kehamilan, dan yang semakin membuatku ingin tertawa adalah ingatannya yang begitu lemah tentang masa menstruasiku. Tapi biarlah dia berfikir begitu, ini hukuman karena sudah menginzinkan tubuhku dinikmati lelaki lain, pikirku.

“Makasih Bu… Pak Alan makasih ya…” ucap Pak Wawan cengengesan.

“Iya Pak… makasih juga sudah mengajari kami…” balasku.

Setelah persetubuhan panas itu, kami semua segera berbenah. Fara langsung tertidur karena kecapean. Pak Wawan juga bersiap untuk pulang dengan hati riang. Hanya suamiku yang tampaknya masih saja berat kepalanya karena memikirkan apa yang terjadi barusan, hihihi… rasain. Ya… setidaknya sampai saat ini tubuh putriku masih milik ayahnya seorang.

* * *

Extra story: Fara dan gurunya -End

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu