2 November 2020
Penulis —  Pecah Utak

Madame

CATATAN PENGARANG:

Kisah ini adalah asli seperti yang dituturkan kepada penulis oleh tokoh aslinya. Selamat Menikmati.

_Rasanya sayang kalau kisah pribadiku ini terlewatkan begitu saja.

So.. aku mau semua netter yang membuka HP ini jadi tempat membagi cerita._

_Ini adalah kisahku waktu melakukan sebuah penelitian ilmiah di Manado.. kota yang terkenal dengan kecantikan wanitanya.

Saat itu karena prestasiku yang sangat baik.. aku mendapat kehormatan untuk menerima dan meminta fasilitas yang aku perlukan untuk penelitian selama satu setengah bulan itu dari sponsor dan pemerintah._

Para pejabat daerah itu juga sangat antusias menyambutku.. mereka sangat mengharapkan penelitian ilmiah ini menjadi faktor pendorong bagi perkembangan ekonomi wilayahnya.

_Salahsatu dari para pejabat itu pula yang memberiku kehormatan untuk tinggal bersama keluarganya di sebuah kawasan khusus pejabat pemerintah dan pengusaha terkenal di kota itu.

Lagi-lagi aku bisa menabung jatah uang akomodasi yang diberikan oleh sponsor dan fakultas._

Oh ya.. nama panggilanku Agus.. saat ini aku berumur 24 tahun.. aku tercatat sebagai exchange student di University of Osaka.. negeri para Shogun dan Shamurai. Badanku biasa saja dengan tinggi 170 cm kulit kuning langsat.. wajah sering dapat pujian.. –nggak nyombong lho–

_Ada yang aneh dalam diriku.. di usiaku yang sekarang aku begitu menyukai wanita paruh baya yang berumur antara 37 sampai 45.

Rasa-rasanya aku jauh lebih menikmati wanita-wanita dewasa.. ibu-ibu kesepian atau para tante girang.

Dalam hal hubungan seks.. kaum mereka jauh lebih sensitif dan hmm.. pokoknya heboh._

Jelas itu karena tuntutan mereka akan kepuasan seks yang lebih dari biasanya.. dan juga mungkin karena faktor kematangan jiwa serta pengalaman terbang yang melebihi rata-rata –pilot kali yah?–

Nama-nama yang ada dalam cerita ini hanya samaran.. jadi kalau ada yang merasa keberatan silakan hubungi hansip di tempat masing-masing.

_Cerita ini kutulis bersama orang kedua yang juga merupakan pelaku di dalamnya.

Jadi nantinya terdapat dua pribadi yang akan berbicara di sini.. aku dan seorang wanita yang dalam tulisan ini sebut saja namanya Ibu Linda.

Dan percaya atau tidak.. cerita ini kami tulis sebagai selingan setiapkali kami melakukan hubungan seksual._


Keluarga Pak Rudy.. tempatku tinggal.. adalah keluarga kaya dan terpandang di seantero propinsi Sulut.

Di samping Pak Rudi sendiri yang pejabat teras Pemda.. keluarga itu juga memiliki beberapa perusahaan besar yang bergerak di berbagai bidang.

Istrinya sendiri memimpin sebuah grup perusahaan perkapalan dan pengelolaan hasil hutan.. ketiga anaknya mereka kirim ke luar negeri.

Satu di Australia dan dua lainnya di London.

Di rumah itu mereka tinggal dengan tiga orang pembantu.. dua sopir dan dua tukang kebun yang sehari-hari ‘ngantor’ dari jam tujuh sampai jam lima sore.

Sebagai orang kaya dan terpandang.. Pak Rudi juga terkenal dermawan.. –atau pura-pura dermawan.. entahlah–

Ada juga seorang adik perempuan Pak Rudi.. Lisa yang masih singel meski sudah berumur 38 tahun.. ia seorang dokter yang bertugas di rumah sakit pemerintah di kota itu.

Seperti kebanyakan perempuan Manado.. kulit Mbak Lisa –demikian aku memanggilnya– putih bersih.. tubuhnya lebih mirip gadis Amerika sono ketimbang orang melayu. Hidungnya mancung dengan bibir yang sensual sekali.

Kalau mau melihat dadanya hmm.. ukurannya terus terang saja di atas rata-rata.

Tak kalah cantiknya istri Pak Rudi.. aku biasa memanggilnya ‘Ibu..’ untuk menghormati kedudukannya sebagai pengatur kehidupan rumah tangga itu.. orang mengenalnya dengan panggilan Bu Linda. Tubuhnya biasa saja.. tak terlalu langsing dan tidak gemuk.. pas.

Ia sedikit cerewet.. mungkin karena semangatnya sebagai wanita karir yang berdisiplin tinggi.

Dalam masalah waktu ia termasuk golongan ‘gila ketepatan’. Bu Linda tak pernah kepagian dan tak pernah juga kesiangan.. ia selalu tepat waktu.

Bicaranya selalu diplomatis.. topik pembicaraannya dengan siapapun pasti terdengar sangat ilmiah.

Ia memang Sarjana Ekonomi dan Managemen lulusan UI di Jakarta.. jadi jangan heran kalau sesekali ia bicara masalah politik atau kebijakan ekonomi nasional bahkan dunia.

Tapi ada satu hal yang kuanggap sebagai kekurangan wanita ini.. wajah manisnya lebih sering tampak judes dan ‘killer..’ ia pelit senyum..!

Di rumah itu.. aku paling dekat secara pribadi dengan seorang dari sopir mereka. Namanya Pak Yos.. Yosef Sengkei lengkapnya.

Lelaki berumur hampir 51 tahun.. pensiunan ABRI yang sudah mengabdi pada keluarga itu tak kurang dari sepuluh tahun.

Kami sering berbicara ngalor ngidul. Ia memang ditugaskan untuk mengantarku ke mana saja dalam rangka studi di lapangan.. sehingga kami banyak punya kesempatan untuk ngobrol.

Hanya lima hari sejak aku di sana.. ada sebuah kejanggalan yang terjadi.. pada suasana keakraban dalam keluarga itu.. setidaknya ini kata Pak Yos suatu ketika. Ia bilang betapa kelihatan harmonisnya keluarga Pak Rudy sejak aku ada di situ.

Bu Linda yang biasanya sangat menakutkan mereka.. tiba-tiba jadi agak sedikit ramah dan terbuka.. masih super disiplin.. tapi tidak setegang dulu.

Mbak Lisa juga begitu.. sekarang ia betah di rumah sejak ada aku.. kami memang kerap ngobrol pada malam harinya.

Biasanya hanya ngomong masalah kehidupan luar negeri atau perkembangan di negara ini.

Dulu-dulunya kata Pak Yos.. Mbak Lisa nggak pernah sedetikpun terlihat duduk di taman dekat kolam renang di belakang rumah. Habis dari rumah sakit langsung saja ngeloyor tidur.. demikian cerita lelaki tua itu dengan polosnya. Kucoba jadi pendengar yang baik.. toh ini mungkin bermanfaat bagi diriku.

Tapi memang.. mengaku atau nggak.. aku punya perhatian khusus pada Lisa.

Ada sebuah perasaan aneh saat pertamakali menatap perempuan setengah baya itu.. meski hanya beberapa detik saja kami saling memandang.. tapi aku seperti merasakan seolah ada aura yang kuat memancar dari matanya.

Namun sebagai pendatang baru.. apalagi dengan status ‘Numpang-Man..!!’ Tentu akan sangat tidak sopan kalau aku langsung menunjukkan reaksi.

Dan cepat-cepat aku menangkis semua bayangan-bayangan vulgar.. tentang kemolekan tubuh Lisa yang sempat bercokol di kepalaku.. saat aku melihat beberapakali Lisa menerima kedatangan seorang dokter rekan kerjanya.

Mereka kurang lebih seumur.. tapi menurut Lisa.. yang mulai minggu pertama terbuka padaku itu.. Dokter Anton –begitu Lisa memanggilnya– sudah beranak istri. Hanya saja menurut cerita dokter itu ia tak sebahagia yang didambakannya.

Suatukali aku pernah juga memberanikan diri untuk memperingatkan Lisa akan hal itu.. dan ia tampak termenung saja.. seakan masalah itu baginya sebuah dilema.

Pak Rudy.. lelaki berumur 55 itu tak begitu dekat dengan keluarganya.. Ia lebih sering berada di luar rumah.. maklum pengusaha sekaliber dia dengan bisnis yang beragam.. ditambah dengan tugasnya di departemen pemerintah.. membuat waktunya hampir-hampir tak ada untuk keluarga. “Duapuluh empat jam saja rasanya tidak cukup..

Yah.. itulah gambaran keluarga Pak Rudy dengan beragam karakter mereka.

Diam-diam aku juga sering memetik pelajaran dari keluarga itu untuk riset ilmiah ini.

Aku masih ingat.. malam itu 27 September 1998. Seperti biasanya kami.. aku.. Bu Linda dan Lisa berada di ruang keluarga. Kami menghabiskan waktu sambil menonton acara televisi dan menikmati kue-kue kecil sehabis makan malam.

Pak Rudy biasanya sampai di rumah cukup larut.. antara pukul sepuluh sampai duabelas.

Saat itu sudah pukul sembilan malam waktu setempat. Kami semua duduk di sofa menghadap TV di ruangan itu.. ngobrol sana-sini tentang semua yang up to date.

Tapi anehnya.. malam itu perhatianku seperti hanyut pada kedua wanita paruh baya itu.. keduanya sudah mengenakan baju terusan sutra yang polos tak berlengan.. sehingga belahan dada mereka berdua tampak menonjol. Dada dan bahu mereka yang putih mulus itu menjadi titik perhatian mataku.

Aku seperti terhipnotis.. terutama oleh pesona tubuh Bu Linda yang duduk persis di sampingku.

Istri Pak Rudy yang berwajah manis itu seperti kehilangan warna judesnya.

Pojok mataku lebih sering melirik ke celah gaun tidurnya.. yang sesekali menampakkan bungkusan buah dada montoknya.

Untung aku masih bisa kontrol.. mereka beberapakali menanyakan sesuatu tentang Jepang.

Kujawab seadanya dengan mata yang masih saja jelalatan.

Setelah mengamati dengan cukup seksama.. ternyata Bu Linda berwajah lebih manis dari adik iparnya itu.

Meski Lisa lebih muda empat tahun darinya.. namun kalau mau jujur.. aku lebih senang kalau yang ngajak.. hmm.. Bu Linda.

Ah.. pikiranku mulai ngeres..

Mereka sering berbicara dengan topik yang tak kuketahui.. inilah kesempatanku untuk mencuri-curi pandang ke arah celah di bawah ketiak Bu Linda.

Dan secara tak sadar.. aku tak tahu kalau posisi dudukku dan Bu Linda hanya berjarak beberapa sentimeter saja.

Aku tak tahu apa yang menggerakkan badanku untuk terus mendekat dan.. hmm.. kulit halus itu terasa tersentuh bulu-bulu tanganku yang langsung saja merinding.

Aneh sekali.. kedua wanita paruh baya itu tidak merasa canggung sama sekali.

Layaknya seorang anggota keluarga itu.. mereka sama sekali tak tampak terpengaruh oleh posisi duduk aku dan Bu Linda.

Tak sampai limabelas menit setelah itu.. Lisa menguapkan kantuknya.

Rupanya dokter single dan cantik itu terlalu lelah.. ia memang mengatakan padaku kalau siang harinya ia habis memimpin sebuah operasi bedah.

Tak heran kalau ia tampak begitu lelah.. matanya sayu dan sedikit merah.

“Kak Nan.. aku pergi tidur dulu ya..?” serunya pada Bu Linda.

Hmm.. waktu beranjak dari sofa.. pahanya sempat terlihat olehku. Tapi ah.. perhatianku sudah telanjur pada Bu Linda.

“Gus.. Mbak permisi dulu.. kamu nggak ngantuk..?”

“Nggak kok.. Mbak. Selatu membuat seluruh permukaan penisku terasa membelai dinding bagian dalam kemaluannya.

Tanganku yang tadi ada di atas.. kini beralih meremas bongkahan pantatnya yang bahenol itu.

Setiap ia menekan ke bawah dan menghempaskan vaginanya tertusuk penisku.. secara otomatis tanganku meremas keras bongkahan pantatnya.

Secara refleks pula vaginanya menjepit dan berdenyut.. seperti menyedot batang penisku.

Hanya sepuluh menit setelah itu goyangan tubuh Bu Linda terasa menegang..

Aku mengerti kalau itu adalah gejala orgasme yang akan segera diraihnya.

_[“Oouuhh.. Ini pertamakalinya dalam hidupku aku merasa seperti ini. Anak ini benar-benar perkasa.

Oooh.. dia masih tampak kekar dan tenang. Aku menyerah anak muda.. aku tak kuat lagi menahan ini.

Oooh.. penismu terasa seperti peluru kendali nuklir yang meluluhlantakkan rahimku.. ooh nikmatnya..!”]_

“Guss.. aahh ibuu ngaa.. nggak kuaat aahh aahh aahh oohh..”

“Taahaan Bu.. Tunggu saya dulu mm ngg.. Nooh enaknya Bu.. tahan dulu Bu.. jangan keluarin dulu..”

Tapi sia-sia saja.. tubuh Bu Linda menegang kaku.. tangannya mencengkeram erat di pundakku.. dadanya menjauh dari mukaku.. hingga kedua telapak tanganku semakin leluasa memberikan remasan pada buah dadanya.

Aku sadar sulitnya menahan orgasme itu.. hingga aku meremas keras susunya untuk memaksimalkan kenikmatan orgasme itu padanya.

“Ooo.. ngg.. aahh.. sayang.. sayang.. sayang.. sayaang.. ooh enaak.. ibu keluaar keluar keluar haah.. haah hhoohh oohh..!!” Teriaknya panjang.. mengakhiri babak permainan itu.

Aku merasakan jepitan vaginanya di sekeliling penisku mengeras.. dan terasa mencengkeram erat sekali..

Desiran zat cair kental terasa menyemprot enamkali di dalam liang vaginanya.. sampai sekitar sepuluh detik kemudian ia mulai lemas dalam pelukanku.

Dengusan nafasnya mendominasi suasana yang mendadak sepi itu.

_[Uhh.. perkasanya anak muda ini.. suamiku pun bahkan tak pernah dapat memberikan kepuasan seperti ini.

Pengalaman pertamaku.. ya. Terimakasih sayang.. kamu telah memberikan sebuah pelajaran nikmat dan tak terlupakan ini.

Aku jadi tahu betapa nikmatnya kepuasan seks yang kamu berikan.

Tapi bagaimana dengan kamu sendiri..? Hei.. dia masih tegar..

Yah.. aku masih bisa merasakan getar nafsu yang hebat di batang penisnya yang masih terjepit dalam vaginaku..]_

Pinggulnya sedikit bergerak. “Maafkan ibu.. sayang.. Ibu belum bisa memuaskanmu..” katanya dengan nafas yang masih mendengus naik-turun.

Aku memberinya belaian lembut dan beberapa kecupan di pipinya.

Ia tersenyum mesra.. mendongakkan kepalanya yang bersandar di dadaku.

“Tak apa.. Bu..” jawabku menghiburnya.. “Yang penting ibu bisa memuaskan diri ibu.. saya juga menikmatinya.. kok..”

“Meskipun kamu belum keluar..?” ia memandangku seksama.

“Jangan pikirkan saya Bu..” Padahal aku cukup kecewa juga.

Dasar sok aksi.. padahal kalau bukan Bu Linda sih.. sekarang juga kau pasti memperkosanya..! Benakku mengejek diri sendiri.

Teng..! Teng..! Teng..!

Jam dinding antik di ruangan itu berdentang duabelas kali.. seakan mengingatkan kami berdua akan bahaya yang bisa datang tak kami sadari.

Raut wajah ratu rumah tangga itu mendadak pucat.. penisku masih menancap di liang vaginanya..

Posisi kami memang belum berubah dari sejak ia mengalami orgasme.

Penisku pun masih tegang.. terselip dalam kemaluannya yang mulai mengering.

Tapi bunyi dentang jam itu seperti sebuah komando bagiku untuk waspada.. penisku seperti mengerti akan hal itu. Ia mendadak menciutkan diri.

Bu Linda memandangku seksama.. mungkin merasakan perubahan cepat pada barang yang terjepit dalam vaginanya.

“Ibu cabut yah.. sayang..? Nggak apa-apa kan..?”

“Nggak apa-apa.. Bu. mm jam berapa bapak pulang Bu..” tanyaku setengah berbisik.

“Biasanya sekarang ini sudah pulang.. tapi kenapa yah..?”

“Atau mungkin bapak mm.. bapak..”

“Bapak apaan sih..?”

“Apa mungkin bapak tau.. Bu..?”

“Eh kamu yang nggak-nggak saja.. nggak mungkin sayang. Rumah ini terlalu besar untuk bisa diintip dari luar..”

“Gimana kalau dia sudah masuk dan mengetahui kita sedang berbuat ini..?”

“Yang jelas kamu bukan polisi yang serba tahu dan suka menebak-nebak..”

Ia berdiri.. Plop..! Penisku tercabut dari liangnya.. ada sedikit rasa geli saat batangku tergesek dindingnya.

“Aouw.. ah geli.. Gus.. kamu mau lanjutin sampai kamu puas..? Ibu siap.. Siap layani kamu sampai ini bisa dikatakan seimbang dan adil..” katanya sembari memberi senyuman ke arahku.. wajah pucatnya tak tampak lagi.

Sepertinya akan ada permainan lagi. Oo tentu dong..!!

Aku belum puas menikmati tubuh ini.. aku belum sempat menindihnya.. menggumulinya dan aahh.. menidurinya sepuas hati.. sampai wanita ini berteriak minta ampun.

_Tapi.. ah, selalu ada tapinya.. Tapi bukankan ini jam rawan Pak Rudi pulang..?

_

“Tapi Bu..? Kalau Bapak datang..?”

“Tenang.. sayang.. serahkan itu pada ibu..” katanya.. ia lalu meraih baju tidur.. BH dan celana dalamnya yang tercecer di karpet.

BH dan celana dalamnya ia pegang.. sementara gaun tidur itu ia kenakan lagi.

Aku mengikutinya.. mengenakan juga celana pendek dan baju kaos tanpa celana dalam.

Bu Linda melangkah ke meja kecil di pojok ruangan..

Lalu beberapa saat kemudian ia sudah menunggu jawaban dari gagang telepon yang menempel di telinganya.

Aku mulai bisa menebak akal-akalan ini.

“Halo Pak.. bapak di mana nih..? Tapi kok sampai seginian larut belum selesai juga..?

Jam duabelas.. hah..!? Oo begitu.. Iya deh.. kalau gitu Mami tunggu yah.. daah..”

Ia meletakkan gagang telepon dan langsung meraih tanganku dan menarikku ke arah tangga.

“Gus kita masih punya satu jam lagi.. cukup.. kan..?”

“Ya cukup Bu.. tapi saya kuatir kalau ..”

“Kalau bapak datang..? Tenang saja.. lokasinya akan memungkinkan kita melihat kedatangan mobilnya dari jarak yang cukup jauh..”

Ia terus menaiki tangga.. melewati lantai dua tempat kamar Lisa.. terus menuju ke lantai tiga.. di mana terdapat sebuah hall khusus untuk santai.. dengan sebuah tempat duduk empuk yang panjang dan sebuah payung besar mirip beach umbrella.

“Bukan itu maksud saya.. Bu..”

“Lalu maksud kamu apa..?” ia menatapku..

“Maksud saya… saya kuatir kalau ibu minta lagi.. dan kita main lagi.. dan.. aauuww ..!”

Belum lagi kata-kataku habis Bu Linda menjamah batang penisku lalu meremasnya dengan keras.

“Iihh.. nakal kamu.. awas lho kalau kamu keluar duluan.. janji yah.. keluar samaan..” katanya genit.

Aneh.. sikap Bu Linda yang sehari-harinya judes itu malam ini hilang tak berbekas..

Ia mendadak berubah seperti perawan yang baru saja beranjak remaja.

Kubalas mencubit pantatnya yang sintal itu dengan gemas.

Kami berdua benar-benar menikmati momen itu.. mirip pengantin baru yang sedang berbulan madu.

Sampai di pojok lantai atas yang terbuka itu.. aku memandang sekeliling.

Rumah ini memang yang tertinggi diantara rumah lain di lingkungan kompleks pejabat teras daerah itu.. berlantai tiga.. sehingga pemandangan sekitar kompleks tampak jelas terlihat dari sini.

“Sekarang lakukan apa maumu sayang.. ibu mau puasin kamu sepuas-puasnya..”

Ia merebahkan diri di kursi panjang yang bisanya menjadi tempat membaca koran minggu pagi suami wanita itu.. ia masih memegang tanganku daritadi.

“Tidak.. Bu. Bukan ini yang saya inginkan..” kataku menggeleng,

“Lalu ibu mau kamu apain..?”

“Ngg.. coba sekarang ibu berdiri membelakangi saya..” aku menunjuk ke arah pinggiran lantai yang menghadap pintu gerbang di bawah.

“Terus..?”

“Naikkan sebelah kaki Ibu di bangku ini..” aku mengambilkan sebuah bangku kaki tiga setinggi lutut.

“Kamu mau ibu buka pakaian..?”

“Tidak.. Bu. Saya lebih senang melihat ibu dengan gaun itu.. ibu tampak jauh lebih menggairahkan..”

(Dasar anak muda..!) Serunya dalam hati.. tapi ia senang juga pada fantasi seks anak ini.

Baginya apapun yang dimintanya adalah pelajaran berharga.

Ia yakin benar.. bahwa anak ini jauh lebih mengenal variasi seks daripada ia sendiri.. yang selama perkawinannya hanya mengenal teknik seks dari suaminya.. dan terus terang suaminya takkan pernah memberinya fantasi sehebat ini. Tanpa variasi dan sangat menjemukan.

Plass..! Hamparan pemandangan vulgar itu tersaji sudah.

Bu Linda.. wanita paruh baya empat puluhan itu kini membelakangiku dengan pantatnya yang semok sejajar dengan penisku yang mulai tegang.

Kusingkap ujung bawah gaunnya ke atas dan menyelipkannya di ikatan pinggang gaun itu.

Pantat itu terbuka.. dan samar-samar terlihat belahan vaginanya yang terjepit kedua belahan pantat itu.

Kukocok sejenak penisku yang sudah tegang untuk menambah kerasnya..

Lalu perlahan kusisipkan ke celah yang mulai basah itu dari belakang.

Slebhh..!

“Ooohh.. ngg..” desahan khasnya saat menerima masuknya penis besar dan panjang itu.

“Ini salahsatu posisi favorit saya.. Bu.. ibu suka..?” aku meraih buah dadanya dari celah gaun tidur itu.

“Hoohh.. i. I.. Iya.. ibu suka sekalii.. hheehh.. aahh..”

Jlebb.. slepp.. slebb.. clebb.. crebb.. plebb.. plepp..!

Pompaanku dimulai.. sambil meremas payudara besarnya sebelah lagi tanganku memijit clitoris di bagian atas vaginanya.

Bu Linda mendesah semakin cepat.. nafasnya pun semakin memburu.. tusukan-tusukan penisku dari arah belakang pantatnya.

Kini ia balas dengan menggoyang-goyang pantatnya maju-mundur berlawanan denganku.

Hempasan pangkal pahaku menimbulkan decakan suara yang semakin keras.. saat ia juga menghempaskan pantatnya ketika aku menusuk ke arah vaginanya.

“Iyaakkhh iihh uuhh aauuwww.. hheehh.. nikmat genjot.. aah..!”

“Oohh Bu.. nikmat sekali ini.. oohh ini aahh inii Bu aahh.. enaakkhh.. sshh..”

“Ayoo sayaang ibu su.. sudaah hampir laagii aahhmm sshh..”

“Tahan Bu sentar laagii aahh sshh sstt.. eehh.. ooh enaknya vagina ibu..”

“Aduuhh.. Gus cepetaan sayaang.. aduuh enaknya koon.. oohh penis kamu.. sayang..”

Sebenarnya aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mempercepat ejakulasiku.. namun ooh.. sulit sekali membuatnya cepat kalau dengan pasangan main secantik dan semolek Bu Linda ini.

Dan kejadian itupun terulang.. Bu Linda mendesah panjang dengan tubuh yang kembali menegang.

Tangannya meremas tiang tempat ia berpegang sambil menggigit bibirnya.

“Aauuww ibu nggak tahaan sayang oohh.. enaakhh.. ibu keluar lagii..” erang nikmatnya makin sering.

“Oooh Bu mmhh..” aku sedikit kecewa saat ia menghentikan gerakan. Kakinya ia turunkan dari bangku.. yang membuat penisku tercabut.

“Ibu capeek.. sayang.. selangkangan ibu rasanya pegal sekali..” ia menatapku lemas.. aku diam sejenak.

Ah peduli amat..! Aku harus memuaskan diriku sekarang..! Kalaupun ia menolak akan kuperkosa wanita ini.

Aku menariknya dengan sedikit kasar.. lalu kudorong ia perlahan untuk menungging dan bertumpu di kedua kaki dan tangannya.

Pahanya kulebarkan dengan sedikit memaksa.

“Ampun sayang.. ibu nggak kuat lagi.. ooh ibu nyerah deeh..” ia meminta.

_[“Oohh anak muda ini.. gila..!! Benar-benar gila kau Agus.. kau mampu membuatku orgasme sampai duakali dan kau sendiri masih belum apa-apa.

Dan sekarang.. oh tuhan.. aku mau diapakan. Aku memang suka permainanmu yang hebat ini. Tapi oouuh.. ampuun gelii..!!”]_

Jleghh..! Kembali kuhujamkan penisku dari belakang.. kupikir doggy style ini biasanya membuatku cepat keluar..

“Maafkan saya bu.. tapi tubuh ibu sangat menggairahkan.. ini kesempatan yang sudah saya tunggu sejak pertama melihat ibu..”

Sslepp.. slebb.. clebb.. crebb.. plebb.. plepp..! Aku mulai memaju-mundurkan pantatku menggenjotnya.

Permintaannya untuk berhenti justru semakin membangkitkan birahiku.

Bagaimana rasanya orang yang sehari-hari tampak judes dan kejam ini merasakan keperkasaanku yang telah duakali membuatnya tumbang.

Aku semakin menikmatinya. Genjotanku semakin lancar.. tak kupedulikan lagi desahan dan rontaannya yang timbul dari rasa geli itu.

Sepuluh menit kemudian aku baru merasakan gejala ejakulasi.. sengaja kupercepat dan perkeras genjotanku.

Tanganku meraih buah dadanya yang menggantung dan bergoyang keras akibat benturan pangkal pahaku yang bertubi-tubi.

Tapi tiba-tiba sekali.. sekelebat sinar terang dari sebuah kendaraan tampak di kejauhan.

Dan wajah Bu Linda yang memang menghadap ke arah itu melihatnya jelas.. tubuhnya refleks berhenti dari reaksi kenikmatan yang sebenarnya baru saja mulai ia rasakan lagi.

Akupun demikian.. kami bagai tersambar listrik.. langsung terdiam dan tak bergerak.. hanya beberapa detik sebelum Bu Linda refleks mencabut ‘gigitan vaginanya’ dan berdiri menghadapku.

“Itu bapak..! Kita harus kembali ke kamar masing-masing.. kunci kamarmu..!” katanya cekatan.

Wajahnya mulai tegang.. pesona seksual dan libidonya seperti hilang tak berbekas.

“Ayoo..!! Kamu tunggu apa..!?” ia seperti membentakku.. karena melongo seperti patung ******.

“I.. iya Bu.. tapi ..”

Aku meraih buah dadanya dan menyorongkan mulutku.. tapi baru sedetik mulutku mendarat ia sudah menepisnya sambil melotot.

“Jangan keterlaluan Gus. Ayo cepat.. kamu tunggu apa lagi..!?” Ia merapikan pakaian tidur itu dan berlalu.

Aku mengikuti dari belakang. Bajuku sudah terpasang tapi celanaku hanya kutenteng.

“Besok kita lanjutkan.. itu kalau kita selamat malam ini..” Ia memberiku kecupan dan langsung berlalu dari hadapanku.

Untung saja kamarku ada di lantai dua.. di samping kamar Lisa..

Coba kalau di lantai dasar.. pasti sudah ketahuan Pak Rudi.. karena untuk mencapai kamar khusus tamu harus melewati kamar tamu dan ruang keluarga dulu.

Aku menutup pintu kamar.. sejenak aku terpaku.

Ah.. benar juga Bu Linda.. dasar aku saja yang sudah kesetanan berpikir untuk memaksanya menuntaskan permainanku.

Dadaku bergetar saat menyadari betapa bahayanya kalau kejadian itu sampai diketahui Pak Rudi.

Pasti aku mati.. Ya.. mati..!

Dengan perasaan was-was aku menuju ke dekat pintu.. menempelkan telingaku di daun pintu itu.. berharap kalau mendengar apa yang terjadi di bawah.

Kamarku memang dekat tangga ke ruang bawah.. sehingga suara-suara di lantai dasar terdengar dari situ.

Aku mendengar suara pintu di buka.. “Maaf Mi.. Papi pulang selarut ini.. uuh capeknya..” suara Pak Rudi terdengar khas.. bariton.

Tak ada jawaban setelah itu. Lalu terdengar langkah dua orang memasuki kamar dan menutup pintu.

Aku masih tegang.. pikiranku mulai tenang dan mencoba menerka apa yang terjadi..

Mungkinkah Pak Rudi menanyai istrinya kenapa begitu berkeringat..?

Lalu apakah jawaban Bu Linda..? Apakah itu akan menimbulkan kecurigaan..?

Ah mungkin saja Bu Linda membasuh mukanya sebelum ia keluar menyambut suaminya itu.

Tapi apakah itu tak menampakkan bahwa Bu Linda tak tidur semalaman..?

Oooh Fuck off..!! Teriakku dalam hati.. that’s not my business.. what a heck..!

Aku kembali ke tempat tidur. Mencoba memejamkan mata.. tapi ah.. lagi-lagi wajah Bu Linda dengan tubuh tanpa busana datang.

Coba kuhapus.. tak bisa.

_Ooh.. tubuh mulus perempuan paruhbaya seleraku.. putih bersih dan halus.. wajah dewasa.. keibuan.

Dan wow.. buah dada itu.. payudara terindah yang pernah kulihat.. besar.. padat.._

Meski sedikit turun karena usia.. dan mungkin Pak Rudi yang terlalu sering meremasnya.. itu justru yang kusuka.. menambah pesonanya sebagai wanita dewasa.

Terbayang bibirnya yang mmhh.. mengulum penisku penuh sesak dan ah.. vagina terindah dan ternikmat yang pernah aku rasakan.

_Kenapa aku begitu tergila-gila pada wanita ini..?

Huh.. goyang tubuhnya saat aku menggaulinya tadi.. sungguh sebuah sensasi yang tak tertandingi oleh yang lain.. yang pernah aku nikmati sebelumnya._

Tapi.. mungkin juga sekarang Pak Rudi sedang menikmati tubuhnya yang mm..

Ada rasa cemburu merayapi benakku.. yang membayangkan betapa lahapnya suami Bu Linda menerkam tubuh istrinya yang baru saja aku nikmati itu.

Tapi bukankah malam ini aku tidak tuntas..?

Sudah duakali ia meraih kepuasan dariku.. namun belum sedetikpun aku menikmati puncak birahiku sendiri.

Ini tidak adil..! Akhirnya obsesi dan bayangan seksual Bu Linda itu pula yang menyebabkan aku nekat.

Aku bangkit. Jarum jam menunjukkan angka 1.30 am.

_Aku harus memuaskan diriku.. sekarang juga..! Yah sekarang juga.. harus.. aku harus menumpahkan spermaku dalam rahimnya..

Yah.. dalam vagina Bu Linda..!!_Benakku bergumam keras dalam hati.

Dengan hati-hati aku melangkah keluar kamar.. menuruni tangga menuju lantai dasar dan akhirnya sampai di depan kamar Pak Rudi.

Ternyata akalku main juga. Setelah kutempelkan telingaku pada daun pintu aku mendengar jelas dengkuran laki-laki.. pasti itu Pak Rudi.

Pria itu jelas terlalu lelah sehabis kerja sehari-semalam.. untung juga ia tidak meniduri istrinya yang cantik itu..

Kalau iya.. wah gawat.. dia bakalan dapat sisa cairanku di situ.. hehehe.. aku jahil juga.

Kebetulan di situ ada sebuah piano besar dengan kursinya.

Aku mengangkat kursi itu dengan hati-hati dan meletakkannya di samping pintu. Lalu kunaiki dan mengintip lewat celah di atas.

Kulihat Pak Rudi yang mendengkur keras.. dengan muka menghadap samping.. dan bantal menutupi telinganya..

Bagus.. berarti lelaki botak itu tak akan mendengar kalau aku harus nekat membuka pintu kamar ini.

Dan kulihat Bu Linda masih terjaga.. matanya tampak seperti menerawang jauh.. memandang ke langit-langit kamar.. tampaknya wanita itupun tak bisa tidur.

Aku yakin ia takkan sanggup memejamkan mata malam ini..

Wanita itu takkan sanggup melupakan peristiwa yang baru saja dialaminya.. eh, kami alami.

Ia takkan begitu saja menghilangkan nyeri dan sisa kenikmatan di selangkangannya.

Sekarang aku benar-benar nekat.. pokoknya ‘nekat of the year..’

Mengetuk pintu dari kayu jati itu mungkin akan membuat suaminya terbangun.. tapi membukanya dengan hati-hati mungkin tidak akan menimbulkan bunyi.

Dan.. krek..! Ah.. tidak terkunci. Langsung terbuka.. dan langsung juga membuat Bu Linda terhenyak..

Tapi dengan cepat aku meletakkan jari telunjuk di bibir.

_[“Wow nekat.. Kau anak muda..! Mmm.. untung saja aku telah memberinya obat tidur.

Tapi ah.. sungguh asyik bermain-main dengan bahaya seperti ini. Aku mau tahu.. apa yang akan ia perbuat padaku sekarang.

Ooh.. penis besarnya serasa masih mengganjal di celah dinding vaginaku.. aku ingin lagi..!”]_

Ia mengulapkan tangan.. memberi tanda padaku untuk keluar dan menunggu. Aku pun mengangguk dan berlalu.

Dadaku berdetak keras.. Kalau saja ini terjadi setiap hari berturut selama tiga hari saja.. aku pasti jantungan.

Lalu Bu Linda muncul dari balik pintu kamarnya.. dan berjalan ke arahku..

“Kita di dapur saja.. dari situ kita bisa lihat ke arah pintu kamar ibu..” bisiknya.

“Baik Bu..”

Dapur itu memang terletak berhadapan dengan ruang keluarga.. dan pintu kamar tidur mereka bisa dilihat jelas.

Mungkin Bu Linda berpikir kalau suaminya sampai bangun dan keluar dari kamar tidur maka akan tampak jelas dari jendela dapur ini.. sementara jendela itu sendiri hanya tampak remang kalau dilihat dari arah sebaliknya.

Cerdik juga..!

Aku yang sudah tak sabar lagi langsung menuntunnya untuk berdiri dan bersandar di dinding ruangan itu.. kulepas ikatan gaun tidurnya..

Meraih buah dada montoknya dan langsung menyedot puting susu itu bergiliran. Huh.. nikmatnya kelembutan payudara perempuan paruhbaya itu.

Dengan posisi berdiri seperti ini.. buah dadanya memang terlihat lebih menantang..

Walau agak turun.. tapi ukurannya yang di atas rata-rata itulah yang membuatnya jadi tampak begitu menantang birahi.

“Heehhgg.. Ng.. mm.. ayoolah sayang jangan berlama-lama di situ.. ingat situasi dong..” keluhnya.

“Baik Bu..” jawabku tak membantah.

Aku lalu berjongkok sejenak di depan pahanya yang mengangkang.. dan mencicipi permukaan vaginanya.

Lidahku terjulur membasahi dinding tebalnya di bagian luar.

Kemudian aku tergesa-gesa berdiri.. segera kutusukkan penisku yang memang tegang non-stop sedari tadi..

Clebbh.. Slepph..! Masuk dan langsung menggoyangnya maju-mundur.

Tak seperti suasana sebelum Pak Rudi datang.. desahan Bu Linda terdengar seperti berbisik..

“Huuhh yaahh.. ini sayang yaah pijit yang agak keras yaah..” Bisiknya di telingaku.. sambil membawa telunjuk kananku menyentuh puting susunya.

Aku menjepit puncak buah payudara itu dengan jari tengah dan ibu jari.. telunjukku membelainya.

Kucoba meresapi gerakan pinggulnya.. yang kini ikut bergoyang seperti berdansa.. mengimbangi gerakan pinggulku yang sesekali memutar-mutar.. membuat penisku mengaduk-aduk lubang kenikmatan di antara pangkal pahanya.

“Kali ini kamu harus bisa keluar sayang.. Oohh ibu mau cairan kamu masuk ke dalam rahim ibu.

Harus sayang.. kamu harus keluarin sekarang. Kalau tidak.. ibu nggak akan sanggup lagi..

Hheehh.. oohh.. yaahh.. oohh.. yyaahh.. iiyaahh.. aahh.. aauuh.. enaknya.. Oohh.. besar sekali penis kamu aahh.. Uuuh nikmat sayang..?”

“Yah.. hhmm aahh.. nikmat sekali Bu oohh.. saya hampir keluar sekarang oohh.. jepit Bu.. ooh vagina ibu enaakkhh mm..” balasku mendesah sambil menundukkan kepala dan menyedot puting susunya.

Kedua tanganku mengangkat buah dada itu sambil meremas-remas dan mengarahkannya ke mulutku yang terus menyedotnya.

“Oohh.. yyaahh.. oohh yyaahh.. ibu juga mau kelu.. aarr aakkhh yyaahh.. sekarang Gus.. sekarang.. oohh genjot ibu sayang.. oohh remas susu ibu sayang.. remeess.. yaahh.. yang keraas lagi oohh.. sekarang yaakkhh.. yaakkhh aahh..!!”

Perempuan itu melepaskan cairannya untuk yang kesekiankali di malam itu.

Dan.. “Saya juga Bu oohh vagina ibuu.. oohh Bu oohh Bu saya keluar.. keluar.. keluaarr.. Enaak Bu.. oohh enaak sekali.. aahh ahh ahh ahh ahh yaahh..”

Cratt.. cratt.. cratt.. cratt..! Akhirnya aku juga melepaskan beban birahi itu dengan ejakulasi yang sangat kuat.

Wajahku mendongak ke atas.. penisku memuntahkan seluruh isinya ke dalam liang vagina Bu Linda yang juga mengalami hal sama.

Kami sama-sama merasakan puncak hubungan seks itu dengan dahsyat. Tubuh kami sama-sama menegang keras saling berpelukan erat sekali.

Beberapa detik kemudian kami terduduk lemas di lantai dapur itu.. lega sudah sekarang rasanya.

Tubuhku terasa ringan dan enteng. Bu Linda menyandarkan kepalanya di pundakku.

Ia juga tampak lemas setelah mengalami tigakali orgasme..

Nafasnya masih terdengar tak teratur.. ia lalu memperbaiki ikatan pinggang gaun tidurnya yang terlepas.

“Kamu sudah puas sayang..?” bisik Bu Linda.

“Sudah.. Bu. Terimakasih.. Ibu nikmat sekali. Sudah setahun lebih saya tidak melakukannya.. dan ibu adalah wanita tercantik yang pernah saya kenal..”

“Bisa saja kamu Gus.. tapi benar deh kamu hebat..” bisiknya sambil membelai dadaku yang bidang.

“Baru kali ini lho ibu mencapai puncak.. Gus..”

“Ah.. saya juga sama deh Bu.. puas banget..” balasku mesra.

Kamipun saling berpelukan mesra.

Sejak kejadian tersebut kami berdua selalu mengulanginya setiap ada kesempatan.. terutama bila suaminya tugas ke luar kota.

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan