2 November 2020
Penulis —  ksatriaandalas

Kakak ipar ku

Dadaku serasa mau meledak mendengar ucapannya. Apa hak dia untuk mengatakan semua itu? Aku tak butuh dengan belas kasihannya. Kalau saja aku tidak ingat akan istrinya, yang merupakan kakakku sendiri. Sudah kutampar mulut lancangnya itu. Apalagi ia sudah beraniberani masuk ke dalam kamarku malammalam begini.

Teringat itu aku langsung bertanya, Kemana Teh Mirna?.

Ssst, tenang ia lagi di rumah yang di sana kata Kang Hendi dengan tenang seolah tidak bersalah.

Kurang ajar, runtukku dalam hati. Pantesan berani masuk ke kamar. Tapi kok Teh Mirna nggak ngomongngomong sebelumnya.

Kok dia nggak bilangbilang mau pulang Tanyaku heran.

Tadinya mau ngomong. Tapi Kang Hendi bilang nggak usah kasihan Neng Anna sudah tidur, biar nanti Akang saja yang bilangin jelasnya.

Dasar lakilaki kurang ajar. Istrinya dibohongi biar dia bebas masuk kamarku. Aku semakin marah. Pertama ia sudah kurang ajar masuk kamarku, kedua ia berani mengkhianati istrinya yang juga kakak kandungku sendiri!

Akang sadar saya ini adikmu juga. Akang mau ngapain kemari.. Cuma.. ngh.. pake gituan aja kataku seraya melirik Kang Hendi sekilas. Aku tak berani lamalama karena takut melihat tatapannya.

Neng.. panggilnya dengan suara parau.

Akang kasihan lihat Neng Anna. Akhirakhir ini kelihatannya semakin menderita saja ucapnya kemudian.

Akang tahu dari mana saya menderita sergahku dengan mata mendelik.

Eh.. jangan marah ya. Itu.. nggh.. Akang.. anu.. katanya dengan raguragu.

Ada apa kang? tanyaku semakin penasaran sambil menatap wajahnya lekatlekat.

Anu.. eh, Akang lihat kamu selalu kesepian. Lama ditinggal suami, jadi Akang ingin Bantu kamu katanya tanpa malumalu.

Maksud Akang?

Ini.. Akang, maaf neng… pernah lihat Neng Anna kalau lagi tidur suka.. ungkapnya setengahsetengah.

Jadi Akang suka ngintip saya? tanyaku semakin sewot.

Kulihat ia mengangguk lemah untuk kemudian menatapku dengan penuh gairah.

Akang ingin menolong kamu bisiknya hampir tak terdengar.

Kepalaku serasa dihantam petir mendengar pengakuan dan keberaniannya mengungkapkan isi hatinya. Sungguh kurang ajar lelaki ini. Berbicara seperti itu tanpa merasa bersalah. Dadaku serasa sesak oleh amarah yang tak tersalurkan. Aku terdiam seribu bahasa, badanku serasa lemas tak bertenaga menghadapi kenyataan ini.

Kang Hendi tidak menyerah begitu saja melihat kemarahanku. Kebingunganku telah membuat diriku kurang waspada. Aku tak tahu sejak kapan Kang Hendi merapatkan tubuhnya kepadaku. Aku terjebak di ujung ranjang. Tak ada jalan bagiku untuk melarikan diri. Semuanya tertutup oleh tubuhnya yang jauh lebih besar dariku.

Aku menyembunyikan kepalaku ketika ia merangkul tubuhku. Tercium aroma khas lelaki tersebar dari tubuh Kang Hendi. Aku rasakan otototot tubuhnya yang keras menempel di tubuhku. Kedua tangannya yang kekar melingkar sehingga tubuhku yang jauh lebih mungil tertutup sudah olehnya. Aku berontak sambil mendorong dadanya.

Kang inget.. saya kan adik Akang juga. Lepasin saya kang. Saya janji nggak akan bilang sama teteh atau siapa aja.. pintaku memelas saking putus asanya.

Hibaanku sama sekali tak dihiraukan. Kang Hendi memang sudah kerasukan. Wajahku diciumi dengan penuh nafsu bahkan tangannya sudah mulai menariknarik pakaian tidurku. Aku berusaha menghindar dari ciuman itu sambil menahan pakaianku agr tak terbuka. Kami berkutat saling bertahan. Kudorong tubuh Kang Hendi sekuat tenaga sambil terusterusan mengingatkan dia agar menghentikan perbuatannya.

Lelaki yang sudah kerasukan ini mana bisa dicegah, justru sebaliknya ia semakin garang. Pakaian tidurku yang terbuat dari kain tipis tak mampu menahan kekuatan tenaganya. Hanya dengan sekali sentakan, terdengar suara pakaian dirobek. Aku terpekik kaget. Pakaianku robek hingga ke pinggang dan memperlihatkan dadaku yang sudah tak tertutup apaapa lagi.

Kulihat mata Kang Hendi melotot menyaksikan buah dadaku yang montok dan kenyal, menggelantung indah dan menggairahkan. Kedua tanganku dengan cepat menutupi ketelanjanganku dari tatapan liar mata lelaki itu. Upayaku itu membuat Kang Hendi semakin beringas. Ia marah dan menarik kedua kakiku hingga aku terlentang di ranjang.

Kang jangan! cegahku ketika ia membuka tangannku dari atas dadaku.

Kedua tanganku dicekal dan dihimpit masingmasing di sisi kepalaku. Dadaku jadi terbuka lebar mempertontonkan keindahan buah dadaku yang menjulang tegar ke atas. Kepalaku merontaronta begitu kurasakan wajahnya mendekat ke atas dadaku. Kupejamkan mataku. Aku tak ingin menyaksikan bagian tubuhku yang tak pernah tersentuh orang lain kecuali suamiku itu, dirambah dengan kasar oleh Kang Hendi.

Kulihat wajah Kang Hendi menyeringai senang melihatku tak meronta lagi. Ia terus merayuku sambil berkata bahwa dirinya justru menolong diriku. Ia, katanya, akan berusaha memberikan apa yang selama ini kudambakan.

Kamu tenang aja dan nikmati. Akang janji akan pelanpelan. Nggak kasar asal kamu jangan berontak.. katanya kemudian.

Aku tak ingin mendengarkan umbaran bualan dan rayuannya. Aku tak mau Kang Hendi mengucapkan katakata seperti itu, karena aku tak rela diperlakukan seperti ini. Aku benarbenar tak berdaya di bawah kekuasaannya. Aku hanya bisa terkulai pasrah dan terpaksa membiarkan Kang Hendi menciumi wajahku sesuka hati.

Hatiku menjerit merasakan cumbuannya yang semakin liar, menggerayang ke leher dan teus turun ke atas dadaku. Aku menahan nafas manakala bibirnya mulai menciumi kulit di seputar buah dadaku. Lidahnya menarinari dengan bebas menelusuri kemulusan kulit buah dadaku. Kadangkadang lidahnya menjentik sekalisekali ke atas putingku.

Nggak rela.. nggak rela..! jeritku dalam hati.

Kudengar nafasnya semakin menderu kencang. Terdengar suara kecipakan mulutnya yang dengan rakus melumat seluruh payudaraku yang montok. Seolah ingin merasakan setiap inci kekenyalannya. Aku seakan terpana oleh cumbuannya. Hatiku bertanyatanya. Apa yang sedang terjadi pada diriku. Kemana tenagaku? Kenapa aku tidak berontak?

Kenapa membiarkan Kang Hendi berbuat semaunya padaku? Aku mendengus frustrasi oleh perasaanku sendiri. Aku benci pada diriku sendiri yang begitu mudah terpedaya oleh kelihaiannya bercumbu. Terjadi konflik bathin dalam diriku. Di satu sisi, aku tak ingin diriku menjadi sasaran empuk nafsu lelaki ini.

Aku adalah seorang wanita bersuami. Terpandang. Memiliki kehormatan. Aku bukanlah wanita murahan yang dapat sesuka hati mencari kepuasan. Tetapi di sisi lain, aku merasakan suatu desakan dalam diriku sendiri. Suatu keinginan yang begitu kuat, meletupletup tak terkendali. Kian lama kian kuat desakannya.

Tanpa sadar dari bibirku meluncur desisan dan rintihan lembut. Meski sangat perlahan, Kang Hendi dapat mendengarnya dan merasakan perubahan yang terjadi dari tubuhku. Ia ersenyum penuh kemenangan. Ia nampak begitu yakin bahwa aku akan menyerah kepadanya. Bahkan kedua cekalan tangannya pada tanganku pun dilepaskan dan berpindah ke atas buah dadaku untuk meremasnya.

Memang tak dapat dipungkiri keyakinan Kang Hendi ini. Aku sendiri tidak memanfaatkan terbebasnya tanganku untuk mendorong tubuhnya dari atasku. Aku malah menaruhnya di atas kepala Kang Hendi yang bergerak bebas di atas dadaku. Tanganku malah meremas rambutnya, menekan kepalanya ke atas dadaku.

Kang udah.. jangaann..! rintihku masih memintanya berhenti.

Oh sungguh munafik sekali diriku! Mulutku terusterusan mencegah namun kenyataannya aka malah mendorongnya untuk berbuat lebih jauh lagi. Akal sehatku sudah hilang entah kemana. Aku sudah tak ingat akan suamiku, kakakku, atau diriku sendiri. Yang kuingat hanyalah rangsangan dahysat akibat jilatan dan kuluman bibir Kang Hendi di seputar putingku.

Tangannku menggerayang di atas punggungnya. Merabaraba kekerasan otototot pejalnya. Aku semakin terbang melayang, membayangkan keperkasaannya. Inikah jawaban atas semua mimpimimpiku selama ini? Haruskah semua ini kulakukan? Meski dengan kakak iparku sendiri? Apakah aku harus mengorbankan semuanya? Pengkhianatan pada suamiku?

Cerita Dewasa Namun apa mau dikata, cumbuan Kang Hendi yang begitu lihai sepertinya tahu persis keinginanku. Kebutuhanku yang sudah cukup lama terkekang. Letupan gairah wanita kesepian yang tak pernah terlampiaskan. Peperangan dalam bathinku usai sudah dan aku lebih mengikuti naluri gairah birahiku.

Akaangg..! jeritku lirih tak sadar memanggil namanya saat puting susuku disedot kuatkuat.

Aku menggelinjang kegelian. Sungguh nikmat sekali hisapan itu. Luar biasa. Kurasakan selangkanganku mulai basah, meradang. Tubuhku menggeliatgeliat bagai ular kepanasan mengimbangi permainan lidah dan mulut Kang Hendi di buah dadaku yang terasa semakin menggelembung keras.

Oohh Neng.. bagus sekali teteknya. Akang suka sekali.. mmpphh.. wuiihh.. montok banget komentar Kang Hendi.

Sebenarnya hatiku tak menerima ucapanucapan kotor yang keluar dari mulut Kang Hendi. Sepertinya aku ini wanita murahan, yang biasa mengobral tubuhnya hanya demi kepuasan lelaki hidung belang. Tetapi perasaan itu akhirnya tertutup oleh kemahirannya dalam mencumbu diriku. Tubuhku sepertinya menyambut hangat setiap kecupan hangat bibirnya.

Mmpphh.. Neng Anna.. kalau saja Akang dari dulu tahu. Tentunya Neng nggak perlu lagi gelisah tiap malam sendirian. Akang pasti mau nemenin semalamam.. celoteh Kang Hendi seakan tak tahu betapa malunya diriku mendengar ucapan itu.

Aku sudah tak perduli lagi dengan celotehan tak senonohnya. Aku sudah memutuskan untuk menikmati apa yang sedang kunikmati saat ini. Kudorong kepala kang Hendi ke bawah menyusur perutku. Aku ingin merasakan seperti saat kubermimpi tadi. Rupanya Kang Hendi mengerti keinginanku. Dengan nafsu menggebugebu, ia mulai bergerak.

Kedua tangannya menelusup ke bawah tubuhku, mencekal pinggangku. Mengangkat pinggulku sedikit kemudian tangannya ditarik ke bawah meraih tepian celana dalamku dan memelorotkannya hingga terlepas dari kedua kakiku. Aku mengikuti apa yang ia lakukan. Aku kini sudah terbebas. Pakaian tidurku entah sudah tercampak dimana.

Kulirik Kang Hendi terbelalak memandangi ketelanjanganku. Ia seolah tak percaya dengan apa yang ada dihadapan matanya kini. Gairahku seakan mau meletup melihat tatapan penuh pesona mata Kang Hendi. Membuatku demikian tersanjung. Aku bangga dikarunia bentuk tubuh yang begitu indah. Kedua dadaku membusung penuh, keras dan kenyal.

Mungkin kang Hendi tak pernah mengira akan keindahan tubuhku ini karena memang seharihari aku selalu menggunakan pakaian yang tidak pernah menonjolkan lekukan tubuhku. Aku bisa membayangkan bagaimana terkagumkagumnya Kang Hendi melihatku dalam keadaan telanjang bulat.

Neng.. kamu cantik sekali. Sempurna.. oohh indah sekali. Mmhh.. teteknya montok dan aakkhh.. lebat sekali.. puji Kang Hendi tak hentihentinya menatap selangkanganku yang dipenuhi bulu hitam lebat, kontras dgn warna kulit ku yg putih bersih.

Di lanjut lg nnti ya rekan² kl rame yg comment.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan