2 November 2020
Penulis —  ksatriaandalas

Kakak ipar ku

Mendapatkan seorang pria yang menjadi impian semua wanita di seluruh kampung ku. aku menjadi istri seorang penjabat di kota kaya raya. bayangkan saja, suamiku memiliki puluhan hektar tanah di kampungku. sebelum ruko ruko di kontrak kan. tidak hanya di tempat kampungku tetapi ada juga di daerah daerah lainnya sudah terbayang di benak ku, setiap hari aku tinggal di rumah besar dan mewah (setidaknya untuk ukuran di kampungku), naik mobil bagus keluaran terbaru.

Harihariku sebagai istrinya memang membahagiakan dan membanggakan. Temanteman gadisku banyak yang iri dengan kehidupanku yang serba enak. Meski aku sendiri tidak yakin dengan kebahagian yang kurasakan saat itu. Hati kecilku sering dipenuhi oleh kekhawatiran yang sewaktuwaktu akan membuat hidupku jatuh merana.

Ketika menikah pun aku sudah tahu akan statusnya ini. Aku, entah terpaksa atau memang mencintainya, memutuskan untuk menikah dengannya. Demikian pula dengan orang tuaku. Mereka malah sangat mengharapkan aku menjadi istrinya. Mungkin mereka mengharapkan kehidupan kami akan berubah, derajat kami meningkat dan dipandang oleh semua orang kampung bila aku sudah menjadi istrinya.

Semua itu kurasakan setahun yang lalu. Begitu menginjak tahun kedua, barulah aku merasakan perubahan. Suamiku yang dulunya lebih sering berada di sisiku, kini mulai jarang muncul di rumah. Pertama seminggu sekali ia mengunjungiku, kemudian sebulan dan terakhir aku sudah tak menghitung lagi entah berapa bulan sekali dia datang kepadaku untuk melepas rindu.

Aku tak berani menghubunginya. Aku takut semua itu malah akan membuat hidupku lebih merana. Aku tak bisa membayangkan kalau istri pertamanya tahu keberadaanku. Tentunya akan marah besar dan mengadukanku ke pihak berwajib. Biarlah aku tanggung semua derita ini. Aku tak ingin orang tuaku terbawa sengsara oleh masalah kami.

Hari hari yang kulalui semakin tidak menggairahkan. Aku berusaha untuk menyibukan diri dengan berbagai kerjaan agar tak merasa bosan ditinggal suami dalam waktu lama. Tetapi semua itu tidak membuat perasaanku tenang. Justru menjadi gelisah, terutama di malam hari. Aku selalu termenung sendiri di ranjang sampai larut malam menunggu kantuk yang tak kunjung datang.

Kurasakan sprei tempat tidurku begitu dingin, tidak seperti di harihari awal pernikahan kami dulu. Sprei tempat tidurku tak pernah rapi, selalu acakacakan dan hangat bekas pergulatan tubuh kami yang selalu berkeringat. Di saatsat seperti inilah aku selalu merasakan kesedihan yang mendalam, gelisah mendambakan kehangatan seperti dulu.

Kalau sudah terbayang semua itu, aku menjadi semakin gelisah. Gelisah oleh perasaanku yang menggebugebu. Bahkan akhirakhir ini semakin membuat kepalaku pusing. Membuatku uringuringan. Marah oleh sesuatu yang aku sendiri tak mengerti. Kegelisahan ini sering terbawa dalam impianku. Di luar sadarku, aku sering membayangkan cumbuan hangat suamiku.

Bagaimana panasnya kecupan bibir suamiku di sekujur tubuhku. Aku menggelinjang setiap kali terkena sentuhan bibirnya, bergetar merasakan sentuhan lembut jemari tangannya di bagian tertentu tubuhku. Aku tak mampu menahan diri. Akhirnya aku mencumbui diriku sendiri. Tangannku menggerayang ke seluruh tubuhku sambil membayangkan semua itu milik suamiku.

Pinggulku berputar liar mengimbangi gerakan jemari di sekitar pangkal pahaku. Pantatku terangkat tinggitinggi menyambut desakan benda imajinasiku ke dalam diriku. Aku melenguh dan merintih kenikmatan hingga akhirnya terkulai lemas di ranjang kembali ke alam sadar bahwa semua itu merupakan kenikmatan semu.

Pelarianku itu menjadi kebiasaan setiap menjelang tidur. Menjadi semacam keharusan. Aku ketagihan. Sulit menghilangkan kebiasaan yang sudah menjadi kebutuhan bathinku. Aku tak tahu sampai kapan semua ini akan berakhir. Aku sudah bosan. Kecewa, marah, sedih dan entah apalagi yang ada dalam perasaanku saat ini.

Aku memang gadis kampung yang tak tahu keadaan. Aku tak pernah sadar bahwa keadaanku seharihari menarik perhatian seseorang. Aku baru tahu kemudian bahwa ternyata Kang Hendi, suami kakakku, mengikuti perkembanganku seharihari. Mereka memang tinggal di rumahku. Aku sengaja mengajak mereka tinggal bersama, karena rumahku cukup besar untuk menampung mereka bersama anak tunggalnya yang masih balita.

Kasihan Neng Anna, temenin aja. Biar rumah kalian yang di sana dikontrakan saja demikian saran orang tuaku waktu itu.

Aku pun tak keberatan. Akhirnya mereka tinggal bersamaku. Semuanya berjalan normal saja. Tak ada permasalahan di antara kami semua, sampai suatu malam ketika aku sedang melakukan hal rutin terperanjat setengah mati saat kusadari ternyata aku tidak sedang bermimpi bercumbu dengan suamiku. Sebelum sadar, aku merasakan kenikmatan yang luar biasa sekali.

Terasa lain dengan khayalanku selama ini. Apalagi ketika puting payudaraku dijilat dan dihisaphisap dengan penuh gairah. Aku sampai mengerang saking nikmatnya. Rangsangan itu semakin bertambah hebat menguasai diriku. Kecupan itu semakin menggila, bergerak perlahan menelusuri perutku terus ke bawah menuju lembah yang ditumbuhi semaksemak lebat di sekitar selangkanganku.

Aku hampir berteriak saking menikmatinya. Ini merupakan sesuatu yang baru, yang tak pernah dilakukan oleh suamiku. Bahkan dalam mimpipun, aku tak pernah membayangkan sampai sejauh itu. Di situlah aku baru tersadar. Terbangun dari mimipiku yang indah. Kubuka mataku dan melirik ke bawah tubuhku untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Aduh kenapa sih ini.. gumamku setengah sadar sambil menjulurkan tanganku ke bawah sana.

Tanganku memegang sesuatu seperti rambut. Kurabaraba dan baru kutahu bahwa itu adalah kepala seseorang. Aku kaget. Dengan refleks aku bangun dan merapat ke ujung ranjang sambil mencoba melihat apa terjadi. Setelah mataku terbiasa dengan kegelapan, kulihat di sana ternyata seseorang tengah merayap ke atas ranjang.

Saking kagetnya, aku berteriak sekuat tenaga. Tetapi aku tak mendengar suara teriakan itu. Kerongkonganku serasa tersekat. Hanya mulutku saja yang terbuka, menganga lebarlebar. Kedua mataku melotot seakan tak percaya apa yang kulihat di hadapanku adalah Kang Hendi yang bertelanjang dengan hanya memakai cawat.

Kang Hendi menghampiri sambil mengisyaratkan agar jangan berteriak. Tubuhku semakin mepet ke ujung dinding. Takut, marah dan lain sebagainya bercampur aduk dalam dihatiku melihat kehadirannya di kamarku dalam keadaan setengah telanjang seperti itu.

Kang! Lagi apa..? hanya itu yang keluar dari mulutku sementara tanganku sibuk membenahi pakaianku yang sudah tak karuan.

Aku baru sadar ternyata seluruh kancing baju tidurku semuanya terlepas dan bagian bawahnya sudah terangkat sampai ke pinggang. Untungnya saja celana dalamku masih terpakai rapi, hanya dadaku saja yang telanjang. Aku buruburu menutupi ketelanjangan dadaku karena kulihat mata Kang Hendi yang liar nampaknya tak pernah berkedip menatap ke arah sana.

Saking takutnya aku tak bisa ngomong apaapa dan hanya melongo melihat Kang Hendi semakin mendekat. Ia lalu duduk di bibir ranjang sambil meraih tanganku dan membisikan katakata rayuan bahwa aku ini cantik namun kurang beruntung dalam perkawinannya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu