2 November 2020
Penulis —  hardimash

Jatah Sopir

Sepupuku yg masih sd itu memergoki mamanya bercinta denganku. Dia belum mengerti kalau dia lahir dari kejadian serupa antara mamanya dengan ayahnya. Tapi dia akan segera mengerti bahwa itu adalah kejadian paling agung di muka bumi ini.

Mbak Iza tenang2 saja, sementara jantungku jedag-jedug waktu itu. Dia membisik di telingaku supaya aku tetap tenang dan biarkan dia menjawab anaknya. Pada anaknya, dia mengaku sedang dipijit olehku, karena bajunya mengganggu maka perlu dilepas. Kemudian dia dengan tenang mengantarnya ke kamar mandi, dan segera kembali untuk berpakaian.

Sejak itu hubunganku dengan Mbak Iza mulai berubah.

Setelah pengalaman bercinta pertamaku, yg sialnya kepergok dgn cara yg tdk lucu itu, lima bulan sudah kontolku tidak pulang ke sarangnya. Rasa kepingin menikmati lagi memek Mbak Iza sementara harus kutahan, sebab sekitaran februari lalu aku kembali ke kampus, dan selama libur tahun ajaran baru dan lebaran, aku tak mendapat jatah sama sekali.

Kabar baik akhirnya datang ketika Mbak Iza mengabariku lewat telefon kalau dia akan mengunjungiku dalam minggu2 setelah bulan2 liburan ini. Katanya, ada urusan bisnis. Maka, kupersiapkan beberapa urusan perkontolan ini dengan amat rapi. Aku segera browsing beberapa hotel dengan tarif murah tapi oke, mengira2 daerah mana yg tidak memungkinkan relasiku di sini menemukanku berdua dengan Mbak Iza.

Itu penting karena citraku sebagai aktivis bem di kampus bisa saja tercoreng kalau ada yg mencium skandal ini. Kemudian kupilih hotel kecil di sekitaran tengah kota. Sebab, di daerah ini aku memprediksi bisa menyembunyikan diri dengan agak aman. Kuliah di kampus2 di sini belum aktif karena masih banyak yg libur, sehingga kemungkinan untuk ditemui relasiku cukup minim.

Seminggu kemudian, atau Jumat lalu, dia berangkat. Mbak Iza memintaku menjemputnya pukul empat sore, setelah urusannya selesai. Di mana aku akan menjemput akan segera menyusul.

Sebelum pertemuan itu, aku berdandan habis2an supaya aku tdk membuatnya malu ketika kujemput. Kau tahu, selama kuliah aku jarang merawat diri karena sibuk dengan kegiatan ini, itu, atau apalah. Kupersiapkan diriku sebaik mungkin, mengenakan setelan pakaian terbaikku, dan bergaya ala2 eksmud. Aku memprediksi Mbak Iza akan mengenakan setelan wanita2 karir, dengan kemeja polos, blus, dan rok kain.

Aku tiba di lokasi pertemuan agak telat. Motorku agak bermasalah dengan gasnya yg terus terbuka. Ini menyulitkan karena motorku akan menarik gas sampai maksimal dan itu berisiko sekali. Untunglah bukan masalah serius karena hanya butuh kira2 10 menit untuk membereskannya. Tapi Mbak Iza ternyata sudah menunggu sebelum pukul 4.

Pertemuannya berakhir cepat dan spertinya tidak menggembirakan. Mukanya seperti sedang menahan marah, dan ketika kuhampiri ia mengomel panjang. Tas punggung yg ia bawa kuangkut dan kuletakkan di depanku. Sementara itu, terpaksa juga kudengar omelan itu dan menghiburnya dengan cara2 yg kubisa. Yg kutangkap adalah, transaksinya terpaksa batal karena harga bahan baku mereka tidak cocok dengan spesifikasi dari Mbak Iza.

“Mbak cantik banget pakai baju gitu,” kataku. Tapi ia menjawab ketus dan memintaku tidak mencari gara2 dengan singa yg sedang marah dan lapar. Aku tertawa. Tapi itu justru membuatnya makin marah.

“Kamu apaan sih. Aku turun sini aja,”

“Oh silakan,” aku meladeni ancamannya, yg ternyata kemudian hanya gertak sambal. Dia mencubit pinggangku kencang, dan itu membuatku meresponnya dengan berteriak. Aku masih saja melempar lelucon2 bodoh supaya ia agak terhibur. Dia bilang itu tdk lucu tapi dari suaranya aku dengar ia tertawa kecil. Motorku tetap melaju dan segera menepi ke tempat makan langgananku.

Di tempat makan, kami ngobrol. Kadang2 berbisik mesra, kadang tertawa, dan banyak seriusnya. Wanita karir seperti dia tentu tak bisa diladeni dengan cara seperti meladeni anak kuliahan (begitu kata temanku yg sudah berpengalaman merayu binor dan mengenalkanku dengan forum semprot ini). Maka hal2 terkait dengan pekerjaannya kuladeni dengan serius, meskipun celometan tetap muncul.

Aku menyinggungnya soal kejadian waktu itu. Tapi sepertinya dia merasa tak nyaman. Mungkin juga kondisi emosinya yg sedang kurang bagus. Beberapa kali usahaku sepertinya akan sia2. Maka aku memutuskan segera pindah tempat ke tempat2 asik yg bisa didatangi malam2. Dan disana kulancarkan semua bujuk-rayu yg kubisa untuk mengajaknya kembali bercinta.

Usaha ini juga gagal. Maka satu2nya harapanku agar kontolku segera merasakan nikmat adalah dengan obat perangsang yg selalu kubawa. Agak terburu2, aku menggandeng lengannya untuk segera mengajaknya ke hotel. Tapi ternyata Mbak Iza justru ingin lebih lama di sini, aku berpura2 jadi laki2 yg romantis, melingkarkan tanganku di pinggangnya, kemudian mengambil jalan tercepat untuk sampai di tempat parkir.

Meskipun telah kusiapkan sejak jauh2 hari, ternyata anggaranku untuk menginap di hotel tetap terbatas. Aku memilih hotel murah dengan pelayanan oke, yg sebelumnya kucari lewat internet. Kamar dengan satu bed kemudian kupilih. Mbak Iza spertinya tdak peduli dgn itu.

Di kamar kami sempat ngobrol sebentar. Dia akan pulang besok sore, maka ia memnitaku mengantarnya ke terminal kira2 menjelang jam 3. Setelahnya, aku berbasa-basi memancingnya dgn mengatakan aku akan pulang karena hari sudah malam dan dia butuh istirahat. Tapi dia menolak. Mbak Iza ingin aku tinggal di sini saja mememaninya.

“Cukup waktu itu, Rud,” katanya. Memang hubungan kami kian dekat, tapi dia rupanya masih ingat batas2 yg kami punya. Selain itu, Mbak Iza mengatakan kalau saat ini dia sudah merencanakan hidup baru dengan calon suami barunya. Mereka juga pernah bersetubuh setelah laki2 itu mengantar Mbak pulang kerja.

Di titik itu, aku merasa sangat kacau. Aku merasa dia adalah milikku, dan memang hanya aku yg pantas memilikinya. Ditambah dengan fakta bahwa calon suaminya lebih muda darinya. Laki2 itu bahkan hanya selisih 7 tahun denganku, dan itu berarti selisih 7 tahun dengannya. Emosiku makin memuncak. Kami bertengkar hebat malam itu.

Sesekali dia berteriak bahwa dia mengakui kalau malam itu dia khilaf, dan setelahnya dia menyadari kalau hidupnya harus dimulai lagi. Dia mengaku butuh laki2 yg bisa memberi apa yg jd kebutuhannya, materi maupun biologis. Aku tahu ini pilihan yg berat baginya. Dengan umur segitu laki2 itu memang sudah matang, tapi aku memintanya berpikir lebih jauh.

Mbak Iza kemudian lari ke kamar mandi. Aku melihatnya menangis. Kesempatan itu aku gunakan dengan baik untuk memasukkan obat perangsang yg telah kusiapkan ke air mineral yg disediakan hotel. Air itu kemudian kukocok. Busa2 kecil mulai muncul di permukaannya tapi segera menghilang. Efeknya memang tidak secepat jika dicampur dengan minuman bersoda, tapi tetap bisa diandalkan.

Aku berniat akan menyusulmya ke kamar mandi. Ternyata pintunya tdak dikunci, kemudian aku langsung masuk. Dia menyalakan shower air hangat dan duduk di bawah shower tanpa melepas baju setelan kantornya.

Dia kelihatan sangat frustrasi dengan pertengkaran kami barusan. Memang aku merasa terlalu jauh mencampuri urusannya. Itu karena aku menyayanginya. Aku hanya tak ingin laki2 yg datang padanya justru mengecewakan. Aku melepas baju luarku, dan setengah telanjang dgn hanya mengenakan dalamanku yg pendek (ini kulakukan karena aku tak membawa baju ganti, dan tentu saja lebih masuk akal ketimbang basah2an dgn baju lengkap).

Hanya ada suara air yg jatuh membahasi vadan kami sampai Mbak Iza mulai berbicara, masih sambil sesenggukan. Dia mengatakan kalau aku memang banyak mencampuri urusannya, tapi dia juga mengamini kalau ia tdk membuka matanya lebar2. Kami sama2 meminta maaf. Lenganku kini lebih erat memeluknya. Sesekali ubun2nya juga kucium untuk membantunya menenangkan diri.

Tanganku lebih leluasa untuk menjamahnya. Tapi aku tak mau gegabah. Dia harus dibuat setenang mungkin dan senyaman mungkin. Maka serangan2 seksualku tidak kulakukan dengan agresif. Aku memulai dengan mengelus pipinya sambil sesekali mencium keningnya. Aku menunggu momen sampai ketika mata kami beradu pandangan, dan ketika momen itu tiba, aku akan mendekatkan bibirku dengan bibirnya, menghapus bekas bibir laki2 itu dengan bibirku.

Dia tidak berontak, malah rupanya dia cukup menikmatinya. Bibirku dikecup kecil, memainkan lidah di dalam mulutku, atau kadang2 bibir bawahku digigitnya lembut. Aku membalasnya, ciuman kami malam itu begitu sensual. Liur yg keluar dari mulut kami langsung hilang oleh air hangat ug mengguyur kepala kami.

Sesekali aku mengentikan ciuman itu dengan mencium matanya, kemudian melanjutkan di bibirnya lagi. Kali ini aku meningkatkan intensitas serangan. Ketika lidah kami bertemu, aku melilitnya dengan lidahku, kadang2 juga menyedotnya kuat. Suara air itu kemudian tersaingi suara yg timbul dari ciuman kami, entah ketika kecupan2, gigitan, atau sedotan2 kecil di bibir.

Pelan2 pakaian yg dia kenakan kulucuti. Mulai dari membuka kancing blusnya, dan kemejanya, sementara rok bahan yg dipakainya masih belum kusentuh, karena posisinya tdk memungkinkan. Semua itu kulakukan dengan tetap menciumnya. Kemudian Mbak Iza mengambil posisi dgn duduk di atas pangkuanku. Kontolku yg mendadak tegang setegang2nya, mulai ia rasakan.

Ruang kecil di kamar mandi itu kian panas, sebab aktivitas kami juga meningkat. Mbak Iza melepas pakaian atasnya, menyisakan bhnya yg sudah basah kuyup. Tanganku bergerilya di balik punggungnya, mencoba melepaskan pengaitnya. Ketika bh itu lepas, dua buah bulatan itu menggantung di depanku. Susunya memang tidak besar, tapi bentuknya bagus sekali dan yg paling penting pas di tanganku.

Butir2 air yg mengalir di atas susunya membuatku makin bergairah, ditambah dengan lampu kuning di kamar mandi, membuat suasana kian meningkatkan libido. Kuremas2 kecil dua buah susu yg menggantung itu, pentilnya berwarna agak kecoklatan. Tanganku bergantian antara menjamah susunya atau punggungnya, sementara ciuman kami berhenti dan dia menyedot2 leherku.

Tubuh kami sudah tidak bisa diam. Setiap jengkal bagian yg ada di tubuhnya tidak lepas dari sasaran kegiatan seksualku. Leher dan dadanya adalah sasaran utamaku saat ini, sementara tanganku bergerak di bokongnya yg masih mengenakan rok bahan. Di lehernya kusedot kecil, kadang2 kuat supaya meninggalkan bekas.

Aku mencoba berdiri untuk mematikan shower, tapi tangan Mbak Iza menahanku. Maka posisi ini segera saja membuatku berjongkok. Aku tdak peduli dan terus menjamah setiap kujur tubuhnya.

Aku memepetnya ke belakang, kemudian menindihnya dengan tubuhku. Mbak Iza memberiku kesempatan untuk membuka roknya, aku menariknya sekaligus dengan celana dalamnya. Kini dia telanjang bulat. Memeknya yg basah karena air itu segera saja menjadi sasaranku selanjutnya. Aku tak bisa membedakan lagi apakah memek ini basah karena air atau karena lendir.

Aku tdk peduli. Lidahku langsung menjilati memeknya. Mbak Iza mengerang, suaranya cukup kencang tanpa perlu ia tahan seperti ketika ia mengajariku waktu itu. “Ohhhhsshh,” suaranya memecah kebisuan kami. Klitorisnya juga tidak luput untuk kujilat dan sesekali kugigit kecil. Dia menggelinjang ketika bagian sensitif itu jadi arena bermain lidahku.

Mbak Iza meminta giliran untuk memberiku servis oral. Dia melepas dalamanku, dia kaget karena aku tak mengenakan celana dalam. Di tengah deru nafsu itu, aku justru malah menjelaskan kalau model dalaman berbentuk celana dan berbahan kaos macam ini tdk mengharuskan pemakainya mengenakan celana dalam. “Ini lebih praktis, Mbak,” kataku.

Ia menjawabnya dengan mencubit pahaku, “praktis atau emang sengaja? Mata kami bertemu dan dia tersenyum nakal. Kontolku bertemu dengan kecupan bibirnya. Setelah ini, sebelum mencuci mulut aku tak mau berciuman dulu. Atau aku melupakannya karena air shower terus mengalir dan mungkin saja bekas kontolku di bibirnya pelan2 hilang.

Selama Mbak Iza mengoral, ia lebih sering mendongak ke atas untuk melihatku merem-melek keenakan. Rambut basahnya yg sebahu terurai kadang2 menutupi wajahnya, dan dia menggunakan satu tangannya untuk menyibakkan rambut itu ke samping. Uhhhh rasanya aku ingin memuncratkan pejuku di mulutnya saja.

Aku mendesah2. Kadang2 ia mengocoknya, mengulumnya, dan di satu kesempatan ujung kontolku terasa membentur sesuatu. Ternyata itu pangkal mulutnya. Oh ini deeothroat pertamaku. Anjing, ini nikmat sekali. Tanganku menahan kepalanya untuk mundur, dia kembali mendongak, matanya mengiba supaya aku melepaskan kepalanya.

“Aku akan menggigit kontolmu kalau sekali lagi kamu melakukannya.”

“Seram.”

Aku berdisi, untuk tdk memberinya kesempatan untuk beristirahat, tubuhnya yg lemas karena nyaris kehabisa nafas itu segera kuangkat mengikutiku. Badannya kuputar, tangannya refleks menahannya di tembok. Aku memosisikan diri agak rendah, kemudian menarik pinggulmya ke belakang. Kontolku yg sudah sedari tadi tegang itu kuarahkan ke memeknya dari belakang.

Agak susah memasukkannya karena lubang memeknya terhalang dari pandanganku. Aku memegang kontolku, mencari lubang memeknya, dan memasukkannya segera setelah aku menemukannya. “Bless”. Tak sulit bagi kontolku untuk masuk ke memeknya yg sudah becek itu, selain karena ukurannya tak seberapa, foreplay kami tadi membantu kontolku menembus memeknya.

Goyanganku kepercepat. Desahan Mbak Iza makin kencang. Dia tidak menahan diri, tidak ada yg disembunyikan. Bunyi pertemuan pahaku dengan pahanya makin kencang karena hanya bersaing dengan erangan2 kami yg penuh gairah. Dari belakang, tanganku merajalela menjelajahi tubuhnya. Tanganku meremas2 susunya, atau mengocok klitorisnya.

Kaki kirinya kuangkat dan kutahan dengan tanganku sebentar, lalu dia mencari pijakan yg tepat untuk kaki kirinya di tembok. Setelahnya tanganku menahan punggungnya. Beban tubuh Mbak Iza sepenuhnya berada padaku karena aku setengah menggendongnya. “Cepok. Cepok. Cepok.” Pahaku yg bertemu dengan pantatnya berbunyi demikian.

Mbak Iza tiba2 ingin ganti posisi. Dia keluar dari bilik kecil tempat kami bersetubuh. Wastafel yg kokoh dari keramik dan kayu jadi pilihannya untuk melanjutkan persetubuhan kami. Di samping wastafel dia naik dan segera mengangkat kakinya. Di belakangnya, cermin besar yg menutup seluruh tembok memantulkan punggungnya yg mulus dan berair, entah keringat atau air dari shower tadi.

“Ah sialan,” pikirku. Wastafel ini agak terlalu rendah buatku. Sehingga aku tetap harus merundukkan badanku sedikit. Kontolku mulai kuarahkan ke memeknya. Mbak Iza memegang kontolku, menariknya ke arah memeknya. “Ahhhg,” erangnya. Tangannya menahan tubuhnya dari belakang. Aku memegang pahanya, membukanya lebar2 supaya penetrasiku lebih mudah.

Tubuhnya kutarik kedepan. Otomatis pegangan tangannya agak mengendur, dia nyaris jatuh kalau aku tidak segera menangkap pinggangnya kuat2. Aku memintanya agak telentang supaya penetrasiku tidak terganggu. Aku mulai lagi genjotanku ke memeknya. Kadang2 aku melihat tepat ke tubuhnya, dan kadang2 aku melihat pantulan persetubuhan kami di kaca.

Oh ampun, ini sensual sekali. Kau sebaiknya pernah mencoba bersetubuh dengan cara ini. Kau bisa melihat betapa lelahnya dirimu di kaca, atau dengan posisi yg agak miring kau bisa melihat susu lawan tandingmu bergoyang di kaca ketika kau menggenjotnya. Aku menggenjotnya dengan lebih sabar sekarang supaya momen ini tidak begitu cepat berlalu.

Tangan Mbak Iza kini mencengkeram tanganku kuat2. Badannya menegang. Aku tahu dia akan segera mendapat orgasme pertamanya. Maka kupercepat genjotanku untuk membantunya. “Ah. Ah. Ah. Aku mau keluar, sayang. Come on fuck me harder.”

Semakin cepat genjotan yg kulakukan, dan kuakhiri dengan sentakan keras sampai seperi kontolku membentur sesuatu di dalam sana. “Ahhhh. Ohhhh,” Mbak Iza melolong panjang. Kubenamkan kontolku dalam2. Memeknya memcengkeram kontolku kuat2. Rasanya ada cairan hangat yg mengalir lewat kulit kontolku di dalam sana.

Belum lama ia istirahat, genjotanku kumulai lagi. Dia bilang supaya pelan2 saja sebab nafasnya masih putus2. Aku tidak peduli. Kini giliranku untuk mencapai kenikmatanku sendiri.

Geli segera menyerang ujung kontolku. Ini pertanda aku akan mencapai klimas. “Sayang, aku mau keluar,” kataku. “Ngghh iya. Di dalam ya,” katanya, “tapi tunggu, tahan satu atau dua menit lagi, dan percepat genjotanmu, agak kasar tak masalah. Aku segera dapat orgasmeku yg ke dua.”

Mendengar itu aku makin bersemangat. Genjotanku lebih cepat dari biasanya. Tapi tampaknya tdk sekencang yg aku dan Mbak Iza harapkan. Tapi dengan kakuatan segini saja, tubuh Mbak Iza sedikit terpental ketika aku menyodokkan kontolku kuat2. Geli di ujung kontolku makin tak bisa kutahan. Kontolku makin tegang, urat2nya mulai membesar.

Dengan satu hentakan keras, aku mengakhiri permainan ini. “Ahhh. Ohh. Hah. Hah. Hah.” Pejuku menyembur di dalam memeknya beberapa kali. Nafasku terengah2. Nikamat sekali rasanya. “Enak banget memekmu mbak”. Mbak Iza masih memegangi badanku, kemudian memeluknya. Aku membiarkannya memelukku sambil mengelus kepalanya.

Masih dalam posisi seperti ini, tubuhnya kurengkuh. Mbak Iza kugendong menuju bilik kecil tadi dengan terbungkuk supaya kontolku yg belum masih setengah tegang tidak lepas, dan shower kunyalakan untuk bersih2.

Handuk yg disediakan hotel hanya kami pakai untuk mengeringkan tubuh saja tanpa memakainya keluar kamar mandi. Kami menuju ranjang masih dalam keadaan telanjang bulat.

Mbak Iza melemparkan diri ke kasur. Aku menyusulnya. “Terima kasih, sayang,” ujarnya sambil mengecup bibirku. Aku membalasnya tapi dia segera melepaskan bibirnya.

“Bisa tolong ambilkan minum?”

“ini dia, ”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan