2 November 2020
Penulis —  Ichbineinbuch

Days of Quarantino

PART 3

POV Lukas

Pukul 11 malam, aku menuruni anak tangga untuk menuju ke dapur. Saat ini, aku dilanda oleh kehausan dan memerlukan segelas air putih untuk memulihkan tenggorokan yang kering. Kuambil cangkir kesayangan pemberian ibuku dan menggunakannya sebagai wadah untuk air yang keluar dari dispenser. GLEK! GLEK!

Di saat aku akan menaiki tangga, kulihat ada sesuatu yang sedikit ganjil. Pintu kamar Tante Diana masih terbuka dan lampunya masih menyala. Sepertinya ada yang aneh dengan tanteku. Maka aku bergegas untuk mengecek keadaannya.

ASTAGA!

Jantungku langsung berdetak begitu kencang. Sontak darah seolah mengalir semua ke daerah kemaluanku. Celanaku menyempit seketika. Aku menelan air ludahku sendiri melihat pemandangan yang tersaji di depanku.

Tanteku terbaring dengan kakinya yang mengangkang. Bukan itu saja, ia tidak mengenakan celana sama sekali! Bagian vaginanya yang telanjang itu terpajang di depan mataku. Bulu jembutnya yang cukup lebat menutupi bibir vaginanya, namun tak mengurangi keseksian dari kemaluan tanteku.

Dengan perasaan yang tegang tidak karuan, aku mendekati tanteku perlahan. Dari nafasnya yang halus, kupastikan kalau tanteku ini sedang terlelap pulas. Kulihat vaginanya dan melihat ada sisa-sisa cairan yang sudah mengering. Sepertinya tanteku melakukan masturbasi sampai ketiduran.

Aku mendekatkan hidungku ke bulu jembutnya tersebut. Kuhirup aromanya dalam-dalam. Hmm! betapa harumnya vagina tanteku, layaknya bunga mawar yang sedang mekar. Aku terus menghirup aroma vaginanya tersebut selama beberapa menit.

Awalnya, aku sangat takut untuk masturbasi di depan vagina Tante Diana sekarang. Aku takut bila ia akan terbangun dan melihat diriku sedang mencabulinya. Juga, ia adalah istri pamanku sendiri. Mereka sudah sangat baik dengan menerimaku di rumah ini, tak seharusnya aku berbuat kurang ajar dengan tanteku ini.

Namun setan yang ada di kepalaku lebih kuat dari malaikat yang ada di sampingku. Kepala bawahku mulai memberontak dengan menginginkan sebuah pelampiasan nafsu birahiku. Rasanya begitu menyiksa diriku menahan nafsu karena vagina Tante Diana yang kuidam-idamkan terpampang di depanku.

Akhirnya aku benar-benar jatuh ke lubang nafsuku. Aku mulai menurunkan celana pendek dan celana dalam yang kukenakan. Kukeluarkan batang penisku yang berukuran sedang tersebut. Aku mulai mengocoknya sambil memandangi vagina tanteku tersebut.

Namun rasanya itu tak cukup. Dengan nekat, aku mengarahkan kepala penisku ke vagina tanteku. Ketakutan bila tanteku tiba-tiba terbangun menyelimuti diriku, namun hawa nafsu membuatku mengesampingkan ketakutanku tersebut. Aku mulai menggesek-gesekkan penisku di bibir vaginanya tersebut.

Jembut-jembut milik Tante Diana seolah menggelitik batang penisku. Uhhh! Nikmat sekali rasanya. Kugesek-gesekkan secara hati-hati dan perlahan agar tak membangunkan tanteku yang masih tampak tertidur pulas tersebut.

Hmm, enak-enak gimana gitu bisa merasakan jembut Tante Diana. Sensasinya benar-benar tiada tara. Juga bibir vaginanya membuatku semakin terangsang. Aku terus menggesek-gesekkan batang penisku ke bibir vagina sambil memegangi penisku agar tidak tergelincir dan mengacaukan segalanya.

Hmmm…

Tanteku melenguh pelan. Aku menghentikan aktivitasku untuk sementara. Kupastikan kalau Tante Diana masih terlelap dan tak mengetahui aksiku. Setelah memastikan bahwa ia masih bernafas halus tanda masih lelap, aku kembali menggesek-gesekkan penisku.

Cairan kenikmatan mulai keluar dari liang vagina Tante Diana, membasahi bibir kemaluannya. Kepala penisku mulai licin dari cairan pelumasku sendiri yang bercampur dengan cairan dari vagina Tante Diana. Hal itu membuat gesekanku semakin kencang di bibir vaginanya.

Hmmmm…

Lenguhan Tante Diana semakin panjang dan mengeras. Aku tak lagi peduli dengan hal itu. Mau Tante Diana terbangun pun, aku tak akan peduli. Aku hanya ingin menuntaskan nafsuku ini.

Aku semakin menggesek vagina Tante Diana dengan frontal. Mulutnya terus melenguh nikmat. Aku tak tahu bila Tante Diana memang mengetahui aku sedang menggesek vaginanya ataukah ia hanya bermimpi basah. Aku hanya terus menjalankan aksi nakalku ini.

Beberapa detik kemudian, kurasakan aku akan orgasme. Spermaku sudah mencapai ujung penisku dan seakan ingin meledak. Setelah kutahan beberapa saat, akhirnya kumuntahkan isi penisku itu ke vagina Tante Diana.

CROT! CROT! CROT!

Aku menyemburkan semua spermaku ke vaginanya. Kulihat cairan maniku yang berwarna putih susu menempel di perut, bibir vagina, dan bulu jembutnya tersebut. Aku tak lagi memikirkan akan membersihkan sisa-sisa aksi bejatku yang tertinggal di tubuh Tante Diana. Aku langsung mengenakan celanaku dan segera kabur sebelum Tante Diana terbangun.

Pagi harinya, aku terbangun dalam keadaan yang segar bugar. Aku terlebih dahulu meregangkan badanku dan mengucek mataku agar insiden memalukan serta menyakitkan kemarin tak terulang untuk kedua kalinya.

Setelah menuruni tangga dengan selamat sentosa, aku segera menuju ke dapur. Kuambil gelasku dan meneguk segelas air putih untuk mengairi tenggorokanku yang kering kerontang…

“Pagi, Lukas!” sapa Tante Diana dengan cerianya.

“Pagi, Tante!” sapaku yang berusaha untuk menutupi kegugupanku.

“Gimana, enak gak tidurmu semalam?” tanya Tante Diana yang sedang menyalakan kompor, bersiap untuk memasak.

“Eh biasa aja, Tan. Emang kenapa?” tanyaku yang mulai curiga.

“Gak kok, Tante kan cuma nanya.”

Huh… kirain ada apa. Bikin aku jantungan saja. Untung saja Tante Diana gak tahu apa yang terjadi semalam. Namun entah kenapa, tiba-tiba dia jadi ceria begini dan menanyai tentang tidurku. Hmm mungkin saja memang tanteku iseng bertanya saja.

“Tante, Lukas pamit mandi dulu ya.”

“Mandi kok pakai pamit sama Tante sih? Emang kamu mau ya dimandiin sama Tante?”

Pertanyaan Tante Diana ini membuat jantungku langsung berdegup dengan keras. Siapa sih yang gak mau dimandiin sama perempuan secantik dan seseksi Tante Diana? Sebagai lelaki normal, aku pasti mau sekali bila mandi bersama tanteku yang cantik ini. Namun ia adalah istri pamanku dan aku tak bisa kurang ajar padanya.

“Ah gak kok, Tan. Biar sopan aja,” kilahku.

“Hihi… udah mandi sana. Jangan buat yang aneh-aneh lagi ya kayak kemarin hihi…”

Ah sial, masih juga diungkit-ungkit sama Tante Diana. Aku langsung pergi meninggalkannya karena malu. Kemudian aku masuk ke dalam kamar mandiku dan melakukan prosesi mandi sebagaimana mestinya tanpa kegiatan yang lain, sebab aku sudah terpuaskan semalam.

Selesai mandi, aku langsung menuju ke kamarku dan mengenakan pakaianku. Setelahnya, aku langsung menuju ke meja makan. Akan tetapi, belum ada lauk yang tersaji saat aku tiba di meja makan. Tante Diana masih sibuk memasak kangkung tumisnya.

“Lukas, kamu dah gak sabar ya makannya?”

“Iya, Tan. Habis aku lapar nih,”

“Sabar ya. Bentar lagi jadi kok. Kamu siapin aja dulu nasimu.”

“Ok deh, Tan.”

Sejenak sebelum aku pergi mengambil nasi, kupandangi dulu pantat montok milik Tante Diana. Lumayan buat asupan mata sebelum sarapan pagi, hehe… Ia masih mengenakan celana pendek yang ia kenakan semalam. Kembali terbayang akan isi celana tersebut yang sempat ‘kusetubuhi’ semalam.

“Lukas, kok kamu diam aja sih? Katanya mau ambil nasi.”

“Oh ya, Tan. Aku lagi ngecek kakiku tadi, Tan. Tiba-tiba sakit soalnya,” aku mengeles sambil berpura-pura mengelus pergelangan kakiku.

“Ya sudah, nanti habis makan Tante obatin lagi deh.”

“Gak perlu kok, aku bisa sendiri,” tolakku dengan halus.

“Gak apa, Lukas. Tante kan pengen_care_sama kamu.”

“Ah, pencitraan ini namanya,” ledekku pada Tante Diana.

“Hihi… jangan gitu dong. Kan kamu udah Tante anggap kayak anak sendiri.”

“Masak anak sama emak cuma beda dikit sih umurnya?”

“Ya gak apa dong, jadi kan kita bisa lebih saling mengerti.”

“Au ah, makin ngaco aja jadinya.”

Aku berjalan meninggalkan Tante Diana. Lalu aku mengambil piring dan sendok yang kubutuhkan. Setelahnya baru aku mengambil beberapa cedok nasi yang masih panas dari

rice cooker. Tak lupa kuambilkan pula seporsi nasi untuk Tante Diana. Kembalilah diriku ke meja makan untuk menunggu tumis kangkung buatan Tante Diana.

“Nih, dah siap. Yuk makan,” ajak Tante Diana sembari menyajikan sepiring tumis kangkung favoritku.

“Yuk, Tan. Dah laper banget nih.”

“Hihi… perasaan kamu lapar mulu deh.”

Kami menyantap hidangan pagi yang sederhana namun sangat mengenyangkan perut dan menggoyang lidah. Selesai makan, akulah yang mencuci piring dan wajan karena Tante Diana akan mandi. Kulaksanakan tugas itu dengan baik dan segera kembali ke kamar setelah menyelesaikannya.

Aku segera kembali ke kamarku dan membuka ponselku. TING! Ternyata Tania sudah mengirimkan_chat_yang berisi ucapan selamat pagi kepadaku. Hatiku langsung berbunga-bunga melihat ucapan Tania yang manis. Aku tersenyum dan membalas ucapannya tersebut dengan sebuah sticker imut.

Selesai membalas_chat_Tania, aku kembali ke lantai bawah untuk membantu Tante Diana membereskan rumah ini. Saat kuturuni tangga, kulihat belum ada Tante Diana yang biasanya duluan menyapu lantai. Maka aku langsung mengambil sapu dan sekop, lalu mulai menyapu lantai rumah ini.

“Rajin banget ya kamu. Tante jadi makin suka deh sama kamu,” puji Tante Diana sembari bertepuk tangan kecil.

“Biasa aja ah, Tan.”

“Ihh… kalau Tania yang muji, pasti kamu bilang makasih atau malahan jadi baper. Mentang-mentang aku yang muji, kamunya cuek,” keluh Tante Diana panjang lebar.

“Yah, Tante. Jangan marah dong,” bujukku dengan meninggalkan pekerjaanku sejenak.

“Udah, kamu lanjut aja sana,” ujar Tante Diana yang langsung meninggalkan diriku.

Duh… Tante Diana kenapa sih? Kok dia jadi sensi ya sama aku? Apa gara-gara ada perbuatan atau perkataanku yang menyakiti dia? Perasaan tadi pagi dia baik aja sama aku. Apa gara-gara dia tahu tentang perbuatanku semalam? Ah rasanya kalau dia tahu, harusnya dari tadi pagi dia marah sama aku. Atau jangan-jangan… lockdown yang berkepanjangan dan ketiadaan pamanku membuat Tante Diana terguncang mentalnya?

Aku berusaha untuk melupakan pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam kepalaku. Lebih baik aku menanyainya langsung nanti setelah kuselesaikan pekerjaanku. Aku pun menyapu lantaiku sebaik-baiknya dan turut mengepel lantai hingga basah mengkilap.

Selesai kukerjakan semua tugasku, aku menuju ke dapur untuk minum segelas air putih. Saat aku akan kembali ke kamarku, aku melewati kamar Tante Diana. Pintunya tidak tertutup sehingga aku bisa melihat apa yang sedang dilakukannya.

Tampaknya ia sedang mengadakan_video call_dengan pamanku. Dari percakapan dan suara laki-laki yang sedang berbicara dengan Tante Diana, aku bisa mengkonfirmasi bahwa itu memang pamanku yang sedang menelepon dirinya. Aku pun meninggalkan mereka sebab aku sangat tidak tertarik dengan percakapan mereka.

Namun saat aku akan pergi beranjak dari depan kamar tanteku, telingaku menangkap pembicaraan yang tak seharusnya terdengar olehku. Maka aku kembali mengintip dari sudut yang aman.

“Bang Daniel, pulang cepat ya. Aku udah gak tahan nih pengen kayak malam pertama lagi,” kata Tante Diana sambil menggigit bibir bawahnya.

“Sabar ya, Dianaku sayang. Aku pasti bakal langsung secepatnya pulang kok kalau boleh.”

“Ihh, lama ah. Tiap hari aku sange mulu tahu nungguin kamu.”

“Ya udah, beli dildo kek atau pakai jari gitu, asal jangan cari laki-laki lain aja.”

“Awas kalau kamu lama bener pulangnya, nanti aku ajak Lukas buat muasin aku loh.”

DUGH!

Astaga naga! Ucapan Tante Diana ini benar-benar membuat jantungku langsung berdegup keras, sudah seperti jatuh dari pohon saja rasanya.

“Hei, jangan nodai keponakanku ya. Dia masih polos.”Yah, coba paman izinin, pasti aku bakal memuaskan Tante Diana sebaik mungkin, batinku.

“Iya deh, aku tak bakal nyentuh si Lukas. Tapi gak janji loh ya, hihi…”

Ucapan Tante Diana kembali membuat jantungku berdebar. Artinya ada kesempatan bila Tante Diana akan mengajakku berhubungan seks. Tapi aku harus kesampingkan dulu pikiran itu karena siapa tahu itu hanya ucapan ngaco Tante Diana saja.

“Diana sayang, dia itu keponakan kamu loh. Sadar diri ya.”

“Hihi… bercanda doang kok.” Yah, pupus deh harapanku buat memuaskan tanteku yang cantik dan seksi ini. Rasa kecewa langsung membuat wajahku sedikit tertunduk.

“Ya udah. Waktuku udah mau habis nih. Kamu baik-baik ya, sayangi si Lukas, jangan nodai dia.”

“Ok deh,love you,

Love you too, Sayang.”

Ia pun memutus sambungan dengan pamanku. Diletakkannya kembali ponselnya di ranjang. Kemudian, Tante Diana tersenyum dengan sendirinya seperti teringat akan sesuatu.

“Polos apanya ah, semalam aja dia gesek-gesekin memekku kok.”

DUGH!

APA? TANTE DIANA TAHU TENTANG PERBUATANKU SEMALAM?

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu