3 November 2020
Penulis —  Cemcem77

ASMARA GELAP

Aku wanita karir, memilik suami yang baik dan anak-anak hebat. Selama 21 tahun menikah hidupku bahagia dan karirku cemerlang. Eka adalah nama yang diberikan oleh orangtuaku 42 tahun yang lalu karena memang aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Dalam usiaku yang tidak muda lagi ini aku senantiasa untuk menjaga penampilan agar tetap ideal.

Setelah lulus sebagai sarjana ekonomi, aku menikah dengan seorang seniorku dulu di fakultas. Suamiku bekerja di satu instansi pemerintah. Kami telah dikaruniai tiga orang anak. Dengan bantuan suamiku, aku diterima kerja di satu perusahaan perbankan yang cukup terkenal. Sebelumnya atau lebih tepatnya sepuluh tahun yang lalu aku hanya seorang karyawan di perusahaanku ini.

Untungnya bisa dibilang perjalanan karirku lumayan bagus, karena tiap dua tahun ketika ada promosi jabatan aku selalu mendapatkan kesempatan itu. Begitu pun dengan tambahan gaji, sarana dan prasarana pun aku dapatkan ketika mendapatkan jabatan yang lebih tinggi. Sejak menjadi kepala bagian, waktu kerjaku pun bertambah, 10 sampai 14 jam sehari, dan lima hari dalam seminggu.

Setahun yang lalu, di departemen yang aku bawahi masuk seorang karyawan baru yang sangat tampan. Ketampanannya membuatku hanyut. Laki-laki yang bernama Ferdy itu berusia 32 tahun. Jujur saja, sejak pertama kali kami bertemu, sebenarnya kami langsung saling tertarik. Namun kami saling menahan diri karena status di pekerjaan dan masing-masing kami sudah memiliki keluarga.

Suatu hari perusahaanku diguncang kasus_rush money_yang membuat semua pegawai panik. Untuk beberapa malam, aku dan para pegawai terpaksa harus bekerja sampai larut malam di kantor. Bahkan diakhir pekan dan hari libur nasional sekali pun terpaksa kami berada di kantor.

Di suatu malam, ketika sedang mendekati frustrasi karena rumitnya pekerjaan, Aku dan Ferdy pergi ke suatu kafe di bilangan pusat kota. Ya, sekedar minum dan melepas lelah. Aku duduk di kursi yang berdampingan dengan Ferdy. Sambil menyeruput minuman segar, kami menikmati alunan musik berirama

slow. Suasana terasa romantis.

“Pekerjaan kali ini adalah paling berat yang pernah aku hadapi selama kerja di perusahaan ini. Untungnya, aku bekerja dengan kamu.” Dengan sedikit menarik nafas aku berkata padanya. Tanpa sadar dan untuk pertama kalinya, kulingkarkan lenganku pada Ferdy, lalu aku senderkan kepalaku di bahunya.

“Sabar ya, Mbak… Pasti bisa diselesaikan… Perusahaan kita masih kuat bertahan kok… Modal kita banyak dan sebentar lagi bantuan pemerintah akan datang …” Sambil menggenggam tanganku, ia terus memberikan motivasi untuk menguatkanku. Tiba-tiba, aku ingin memeluk dan menciumnya, meski kami menyadari masing-masing telah menikah.

“Sudah jam 11 malam, Fer… Apakah istrimu tidak mengkhawatirkanmu?” Tanyaku sambil mempererat lingkaran tanganku padanya.

“Istriku sudah kuberitahu kalau aku akan pulang larut …” Jawabnya sangat tenang.

“Boleh aku tanya sesuatu?” Kataku agak pelan.

“Katakan saja.” Ucap Ferdy.

“Menurutmu… Aku ini seperti apa?” Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutku.

“Hhhhmm… Mbak sangat istimewa …” Jawabnya setengah berbisik. Langsung saja hatiku berbunga-bunga karena panah cinta yang sangat indah telah menembus dadaku.

Malam pun semakin larut hingga aku dan Ferdy bergegas pulang. Malam itu, Ferdy mengantarku pulang. Ketika aku hendak keluar dari mobilnya, ia memegang lenganku dan mencondongkan tubuhnya ke arahku. Dengan lembut ia membisikkan ke telingaku,”

Selamat tidur, kasihku, sampai jumpa.” Ia spontan mencium bibirku.

Kuakui, aku tak kuasa menahan godaan, lalu membalas ciumannya. Sementara, kuurungkan niatku turun dari mobil. Kami hampir selama 15 menit berada dalam mobil, hanya untuk berpelukan dan berciuman. Ketika melangkah ke dalam rumah, ada rasa bersalah karena mencium Ferdy. Tetapi aku mencoba menghibur diri dengan meyakinkan diri sendiri, bahwa yang terjadi hanyalah karena ingin bersikap ramah kepadanya.

-----ooo-----

Keesokan hari …

Pekerjaanku sudah mulai berkurang. Sesekali aku melirik Ferdy di meja kerjanya. Dia terlihat semakin tampan saat serius dengan pekerjaannya, walau terkadang aku bingung dia bisa dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya walaupun pekerjaan itu menumpuk sangat banyak. Aku tersentak saat Ferdy menatapku dan memberikan senyumannya.

Dari sudut mata, aku melihat Ferdy menghampiri meja kerjaku. Aku tahu itu, hanya saja aku berpura-pura tidak tahu dengan terus menatap layar komputer. Dengan tiba-tiba ia menyodorkan minuman mineral dingin padaku.

“Sudah waktunya pulang… Ayo, aku antar …” Katanya sangat lembut.

“Oh… Iya… Sebentar, aku matikan dulu komputerku …” Jawabku agak kikuk.

Segera aku matikan komputerku lalu beres-beres meja kerja. Sebelum keluar ruang kerja, aku telepon supirku agar pulang duluan kemudian menelepon suamiku kalau aku akan pulang agak larut malam. Setelah semuanya fix, kami pun keluar ruangan kerja menuju basement tempat di mana kendaraan Ferdy terparkir.

“Kita akan makan di mana?” Tanyaku.

“Terserah, Mbak …” Jawabnya kalem.

“Gimana kalau kita ke pantai …” Kataku pelan.

“Pantai???” Tanyanya dengan nada bingung.

“Aku ingin sekali ke pantai… Sudah lama sekali aku ingin ke sana …” Imbuhku sedikit memelas.

“Baiklah …” Ferdy pun menyanggupinya.

Di wilayah utara kotaku terdapat tempat wisata pantai yang sangat indah. Kotaku memang memiliki beberapa wisata pantai yang sangat indah mempesona, di antaranya yang cukup memukau adalah pantai yang akan aku kunjungi saat ini. Jujur saja perjalanan ini di luar ekspektasiku, tetapi bersyukur sekali di perjalanan kami hanya menemukan sedikit kemacetan.

Awalnya, kami hanya sebatas ingin menikmati keindahan pantai. Indahnya hamparan pasir putih dan lebatnya nyiur di tepi pantai sayang sekali dilewatkan begitu saja. Panorama alam yang masih asri ini dilengkapi dengan deburan ombak besar yang menerjang pasir-pasir di bibir pantai. Namun lama kelamaan kami sudah saling melingkarkan tangan di pinggang masing-masing sambil terus berjalan menyusuri pantai.

“Mbak… Kotak apa yang sangat menyakitkan?” Tiba-tiba Ferdy bertanya, sepertinya ia mengajakku main tebak-tebakan.

“Emang ada kotak yang menyakitkan?” Aku balik bertanya sedikit mengacuhkannya.

“Ada …” Katanya kalem.

“Apa?” Tanyaku lagi.

“Ko Tak sadar bahwa selama ini aku suka sama Mbak …” Ucapnya pelan. Tentu saja hatiku terkejut sekaligus bahagia. Aku malu bercampur suka, apakah ini sebuah pernyataan cinta kepadaku.

“Mbak… Apa bedanya Mbak dengan lukisan?” Sepertinya Ferdy akan menggodaku lagi, tapi aku suka itu.

“Aku tidak tau… Emang apa bedanya …” Jawabku.

“Lukisan tambah lama tambah antik, kalau Mbak tambah lama tambah cantik …” Ucap Ferdy dengan gaya khasnya.

Sungguh aku sangat terbuai dengan sikap Fredy terhadapku. Wajahku memerah. Gombalannya membuatku malu setengah mati. Sudah lama tidak ada laki-laki yang menggombaliku seperti itu. Laki-laki tampan ini membuat hatiku berbunga-bunga. Perlahan kusingkirkan tangan kekar itu, menjauh darinya. Malu mengakui sebenarnya aku nyaman berada dalam dekapannya.

“Sebaiknya kita cari makan …” Ajakku sambil menatapnya dalam.

“Baiklah …” Jawab Ferdy sambil tersenyum manis.

Untuk acara makan, kami pun menyewa cottage(kalau tidak bisa dibilang saung atau pondok sederhana ala pedesaan) yang juga tersedia di area wisata ini. Akhirnya kami makan malam di dalam

cottage. Sensasi makan malam sangat romantis berhias lilin-lilin redup, dan suara deburan ombak. Dan rasanya, setan-setan birahi ikut dalam acara makan malam kami. Buktinya, saat Ferdy memeluk dan menciumku, tak ada penolakan sedikit pun dariku.

“Tap… hmmmmph…” Ferdy membungkamku dengan bibirnya. Ia menciumku tanpa aba-aba. Mendesakkan lidahnya agar aku membuka mulutku, menuntutku membalas ciumannya. Kubuka bibirku, mengikuti apa yang dimauinya. Lidahnya menyentuh semua yang ada dalam mulutku. Tubuhku gemetar. Ferdy makin erat mendekapku.

Selama berciuman, tangan Ferdy mulai tak tinggal diam. Tangannya mulai menjalar ke bawah perutku untuk menemukan ujung dress_yang kukenakan. Ia memasukan tangannya ke dalam_dress dan mengusap perutku di sana. Hal ini membuatku kegelian dan bergerak gelisah di sela-sela aktivitas bibir kami yang masih bersatu.

Ferdy mulai menaikan ujung dress-ku, awalnya hingga sebatas dada hingga dadaku yang masih terbungkus bra terlihat. Kemudian ia melepaskan ciuman kami disusul dengan melepaskan dress yang kupakai. Kini aku hanya berbalut bra dan celana panjang katun hitam di bawah kukungannya. Aku hanya bisa mencoba menutup sedikit celah diantara dadaku yang terlihat jelas olehnya. Aku malu, tentu saja, ini adalah yang pertama kali bagiku mempertontonkan tubuh di depan laki-laki bukan suamiku. Ferdy hanya terdiam menatap wajahku yang bersemu, pandangannya pun tak luput untuk memandang tubuh bagian atasku yang hanya terbalut bra berwarna hitam.

“Ferdy… Aku…” Desahku malu.

“Ssshhhttttt…” Ferdy menutup mulutku dengan telunjuknya dan bibirnya pun mulai kembali menguasai bibirku. Tangannya menuntun tanganku untuk melingkar di lehernya. Aku mengusap belakang rambutnya ketika ia mulai menggigit bibirku. Kini bibirnya beralih untuk menciumi rahangku kemudian disusul untuk menciumi bagian leherku.

“Shhhhhh… Hhhhaahh…” Desahku lagi.

Tangan Ferdy kini beralih ke belakang punggungku, memintaku untuk menaikan sedikit tubuhku. Ia pun berhasil menemukan sesuatu yang ia cari, pengait braku terlepas seketika dan dengan perlahan ia mulai melepaskan benda hitam yang membungkus payudaraku sekaligus melemparkannya entah kemana. Aku memejamkan mataku malu, aku tak mau melihat bagaimana ekspresinya menatap bagian atas tubuhku yang kali ini tak tertutupi apapun.

“Ferdy… Aku malu …” Bisikku.

“Tatap mataku …” Perlahan aku mulai membuka mataku dan melihatnya yang menatapku dengan serius. “Ini mungkin terdengar gombal, namun aku jujur tubuhmu ini sangat indah dan Mbak tak perlu malu. Biarkan aku melihatnya …” Lanjutnya. Dengan perkataannya ini malah membuatku semakin malu. Perlahan aku melepaskan tanganku dari lehernya dan mencoba menutupi payudaraku dari pandangannya.

Ferdy mulai kembali mencium leherku dengan beberapa tanda yang ia ciptakan, aku mengusap rambutnya, meminta agar ia tak membuat banyak tanda di sana. Namun Ferdy tetaplah Ferdy, ia terlalu keras mengecupku di sana hingga aku yakin tanda di leherku kian jelas tercipta. Ciumannya kini semakin turun dan turun hingga ia berada di tengah-tengah belahan dadaku.

“Ngghh… aaahhhh… Ferrr…” Desahku tak tertahankan. Ferdy terus mengecupinya hingga ia tiba di puncak payudaraku. Aku tak kuasa menahan gejolak ini, aku rasa aku sudah gila.

“Aaaaahhhhh …” Berkali-kali aku mendesah nikmat. Bibirnya terus bermain di sana dan dengan sengaja ia menggulumnya. Mataku terpejam, tanganku menjambak rambutnya, dan aku tak kuasa menahan rasa nikmat ini. Ya ampun… Ferdy semakin bermain liar di payudaraku, tangannya bahkan tak tinggal diam, mulai meremas lembut bergantian dengan hisapan bibirnya yang membuatku semakin gila.

“Oooohhhhh …” Sangat nikmat kurasa.

Ferdy mengangkat wajahnya dan kembali mencium bibirku dengan perlahan namun sarat akan hasrat. Ia terus melumat hingga suara decakan terdengar sangat jelas bahkan mengalahkan suara deburan ombak di luar sana. Tangannya lagi-lagi tak bisa diam dan terus meremas dadaku yang mulai terasa mengeras. Aku tahu ini salah, tapi jujur saja aku sangat menikmatinya. foreplay yang ia lakukan.

Ferdy kembali turun menyusuri tubuhku, ia kembali mengecup melumat dan menggigit bagian atas tubuhku. Aku menggeliat tak karuan. Tanganku masih berpegangan di bahunya, satu tanganku digunakan untuk meremas kembali rambutnya ketika ia memperdalam ciumannya di sana. Ferdy semakin turun hingga aku merasakan ia mengecup bagian tubuhku.

Kemudian Ferdy membuka seluruh pakaiannya, tak ada sehelai benang pun yang menempel di tubuhnya, dan seketika itu mataku melebar begitu menemukan pemandangan yang merusak kesucian mataku. Tubuh atletis Ferdy terlihat menggoda hingga aku merasa sulit mengalihkan pandanganku. Otot perut yang terlihat keras dan dada bidang yang menggoda yang membuat kadar ketampanan laki-laki ini semakin meningkat.

blushing.

Punya Ferdy besar amat, duuhhh …” Aku membatin dalam hati.

“Maaf Mbak… Selama ini aku sangat menginginkan Mbak …” Kata Ferdy sambil membelai rambutku.

Lakukan sayang… Lakukan… Aku juga menginginkannya …” Kataku dalam hati sambil memegang wajah Ferdy, memegang setiap lekuk ketampanannya.

Aku dibaringkan oleh Ferdy. Ia mencium bibirku, Ferdy memasukkan lidahnya ke dalam mulutku. Tangan Ferdy pun tidak menganggur, tangan kanannya meremas payudaraku, sementara tangan kirinya mengelus vaginaku yang sudah basah. Penis Ferdy yang telah bebas pun terus menggesek perutku.

“Sssshhhh… aaahhhh…” Desahku.

Tubuhku semakin liar bergerak saat jari Ferdy mulai menyentuh belahan hangat di selangkanganku. Jari-jarinya terasa licin bergerak menyusuri belahan hangat di selangkanganku. Rupanya aku sudah begitu basah. Dan Ferdy tahu kalau aku sudah dalam genggamannya. Aku memang sudah menyerah dalam nikmat sedari tadi.

“Aaaakkkkhhhh… Ferrr…” Desisanku terhenti karena bibirku keburu dikulum oleh bibirnya.

Aku sudah merasakan terbang mengawang. Desakan yang menuntut pemenuhan semakin membuncah dan akhirnya dengan diiringi hentakan liar tubuhku aku merasakan ada sesuatu yang menggelegak dan aku mengalami orgasme. Aku merasakan kenikmatan yang amat sangat atas perlakuan Ferdy itu. Tubuhku terasa ringan dan tak bertenaga sesudah itu.

“Gimana sayang?” Bisik Ferdy di telingaku. “Enak sayang?” Lanjutnya.

Aku hanya terdiam dan ada sebersit rasa malu. Tetapi rangsangan dan stimulus yang diberikan Ferdy terlalu hebat untuk kutahan. Dan untuk beberapa saat aku hanya pasrah dan membiarkan tangannya meremas dan mempermainkan payudaraku sesukanya, karena aku memang menikmatinya juga. Tiba-tiba ada sepercik perasaan liar menyerangku.

Tiba-tiba Ferdy menarik tanganku sehingga aku terduduk dipangkuannya berhadapan yang saat itu ia sudah berselonjor di lantai cottage Tanpa berkata apa-apa dia langsung mencium bibirku. Dadaku semakin berdegup kencang ketika kurasakan bibir halus Ferdy melumat mulutku. Lidah Ferdy menelusup ke celah bibirku dan menggelitik hampir semua rongga mulutku. Mendapat serangan mendadak itu darahku seperti berdesir, sementara bulu tengkukku merinding.

Ferdy memang melepas ciumannya di bibirku, tetapi kedua tangannya yang kekar dan kuat masih tetap memeluk pinggang rampaingku dengan erat. Aku masih terduduk di pangkuannya. Tetapi ia malah mulai menjilati leherku. Ia menjilati dan menciumi seluruh leherku lalu merambat turun ke dadaku. Aku memang pasif dan diam, namun nafsu birahi sudah semakin kuat menguasaiku.

Apalagi saat bibir Ferdy dengan penuh nafsu melumat kedua puting payudaraku yang sudah sangat keras bergantian. Aku kembali melayang di awan saat dengan gemas Ferdy menghisap kedua puting payudaraku bergantian. Rangsangan yang kuterima begitu dahsyat untuk kutahan. Apalagi benda keras di selangkangan Ferdy yang terjepit kedua tubuh telanjang kami mulai tersentuh bibir kemaluanku yang sudah sangat basah.

Ferdy sendiri tampaknya juga sudah sangat terangsang. Aku dapat merasakan napasnya mulai terengah-engah dan batang kemaluannya mengedut-ngedut. Sementara aku semakin tak kuat untuk menahan erangan. Maka aku pun mendesis-desis untuk menahan kenikmatan yang mulai membakar kesadaranku. Setelah itu tiba-tiba tangan Ferdy yang kekar mengangkat tubuhku dari pangkuannya dan merebahkan di atas lantai

cottage.

Lalu tubuhnya langsung menaiki tubuhku yang sudah berbaring terlentang. Insting kewanitaanku membimbing aku untuk membuka lebar pahaku. Aku yang sudah kehilangan akal sehat membimbing penis Ferdy dan mengarahkannya ke lubang vaginaku. Dan benda nikmat itu pelan-pelan dimasukkan ke liang vaginaku.

“Bleeessss…” Bunyi batang penisnya memasuki liang nikmatku.

Aduh… nikmatnya…” Teriakku dalam hati saat benda besar dan panjang yang berdiri tegak itu menerobos masuk ke dalam bagian dalam intimku.

“Kita nikmati ini bersama, sayang…” Ucapnya dan mengecup bibirku sekilas, lantas terus mencoba untuk memasuki benda itu lebih dalam lagi dan ‘ahhh’ benda itu berhasil sampai menyentuh rahimku. Ferdy sempat berhenti sejenak dan membiarkan benda itu terdiam begitu lama di bagian dalam intimku.

Tak lama berselang bibirnya yang kembali melumatku seraya melanjutkan aksi yang berada di bawah, dia memberikan ritme pelan. Hal ini merangsang dinding bagian dalam vaginaku yang langsung mulai meremas-remas benda hangat tadi. Aku rasakan vaginaku seperti berdenyut-denyut. Oh… alangkah nikmatnya. Meremas secara ritmis, mula-mula lemah, lama-lama menguat seiring dengan dengusan nafasku yang makin cepat dan tidak teratur.

Kenikmatan ini terus berlanjut manakala sambil menciumi pipi dan belakang telingaku, batang penis Ferdy dimasuk-tarikkan ke liang vaginaku yang merekah. Listrik birahi makin meningkat voltasenya. Aku remas batang penis Ferdy dengan otot-otot di dinding vaginaku dengan sangat kuat, tetapi batang kemaluan Ferdy tetap tegak, padat dan hangat.

Terus… terus… fuck me… fuck me… in-out… in-out… terus…” Pintaku dalam hati karena membawa perasaan yang luar biasa.

Aku tidak bisa membayangkan wajahku saat ini. Aku juga tidak dapat membayangkan rambutku yang sudah diacak-acak jari Ferdy saat menggumuliku. Tetapi saat batang kejantanan itu dipompakan ke vagianku, aku tidak dapat menceritakan rasanya. Bila saja saat ini aku terbaring di tempat tidur, saya pasti akan bergolek menggeliat-geliat seperti cacing menari di saat kepanasan.

Tanpa lelah sedikit pun, Ferdy terus merojok-rojok vaginaku dengan penisnya, terasa sekali dia memporak-porandakan ketenangan G spotku. Penis itu bergerak ke atas ke bawah, kiri dan kanan seolah menari diantara dinding relung nikmatku, kenikmatan indah yang timbul membuatku mengeliat-geliat. Ya, aku menggelinjang, berdesis dan mendesah, bahkan aku keluarkan pekikan agak keras karena aku mencapai orgasme yang indah sekali, karena perlakuan Ferdy yang pandai membelai dan menyapu kelentitku juga cara menyentuh relung kenikmatanku dengan penisnya.

Untuk beberapa saat Ferdy menghentikan genjotannya padaku. Karena rabaan dan belaian Ferdy di payudaraku dan juga gesekan kecil di kemaluanku, aku tergairah lagi ingin mengulanginya lagi. Ferdy bangkit, dengan tanpa mencopot kemaluannya Ferdy mengangkat kedua kakiku ke pundaknya dan dia jongkok bertumpu di kedua lututnya dihadapan vaginaku, dan dia langsung menggenjotku.

Dengan perlakuan begini, gesekkan batang penis Ferdy menerpa berulang-ulang pada G-spotku, relung kenikmatanku pun bahagia, nikmat melanda di dalam sana, tubuhku mengelinjang dan kepalaku menggelepar, seluruh badanku gemetar, mulutku mendesah dan melenguh. Gelora kami semakin memuncak dalam desiran keringat yang membuat syaraf terus bergerak dan terus menekan adrenalin untuk mencapai puncak.

Setelah hampir lima belas menit berlalu, tiba-tiba, “Croot… croot… croot… crot…!” batang kejantanan milik Ferdy berhenti bergerak, masuk sangat dalam ke liang wanitaku. Rupanya dia mengalami klimaks. Air mani Ferdy meyemprot ke dalam liang vaginaku banyak sekali. Rasanya aku seperti kram. Pantat Ferdy secara refleks aku tarik dan ditempelkan kuat-kuat ke permukaan vaginaku.

Nafas kami mulai mengendor. Rasanya seperti baru saja megikuti lomba lari cepat. Kami berdua mandi keringat. Keringat birahi. Keringat kenikmatan di atas sebuah cottage. Aku pegang erat tangannya hingga aku merasa telah mencapai tujuan yang dinamakan nikmatnya hasrat berdua.

Sedikit demi sedikit redalah gairahku dan dia pun melepaskan kemaluannya yang masih tetap kencang, kemudian direbahkan tubuhnya di sampingku sambil menggeser posisiku, dengan memiringkan badanku. Kali ini Ferdy mendekapku dari belakang sambil menciumi punggungku, membisikkan kata-kata mesra dan terima kasih, bagaikan Ferdy berhutang berjuta-juta pada diriku.

Hubunganku dengan Ferdy semakin erat. Sejatinya, aku senang ke kantor karena ada dirinya. Aku tidak yakin rekan-rekan kerja maupun atasan menyadari adanya ‘udang di balik batu’ dalam kedekatanku dengan Ferdy. Kami memang sangat berhati-hati agar tidak menjadi bahan gunjingan walaupun ada saja yang curiga.

Ferdy memperlakukanku benar-benar seperti isteri. Ia selalu menyediakan diri untuk aku. Saat aku kesal karena pekerjaan, ia menenangkanku, dan ia melakukan berbagai hal yang dapat menyenangkan diriku seperti mengajak makan siang atau makan malam yang tidak jarang dilanjutkan dengan bercinta.

Sejujurnya, aku tidak tahu seberapa jauh hubungan ini akan berlangsung. Dalam hati kecilku, aku tidak ingin perkawinanku retak, tetapi juga tidak ingin kebersamaanku dengan Ferdy berakhir. Bahkan, aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika salah satu diantara kami mengundurkan diri. Aku benar-benar merasa bersalah.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu