3 November 2020
Penulis —  DMmb3e

Aku dan Adik Laki-lakiku 01

Sambungan dari bagian 01

Beberapa saat masih terngiang tentang kejadian tadi. Adikku yang tersayang telah aku saksikan dalam kondisi paling privat. Tiba-tiba secara fisik aku merasa Dody seperti bukan adik kecilku yang dulu selalu bergulat berguling-guling di lantai denganku yang sampai kemarin masih suka bermanja-manja di pangkuanku.

Masih terngiang bentuk batang kemaluannya yang menurutku besar. Dalam hal ini aku betul-betul buta tentang ukuran-ukuran itu, bayanganku dulu batang kemaluan paling besar dan panjang adalah sebesar kemasan Redoxon saja. Tetapi di kemudian hari kuketahui bahwa memang ada batang kemaluan yang segitu bahkan lebih kecil, tetapi ada juga yang sebesar botol Aqua ukuran sedang itu.

Aku membandingkannya dengan bentuk kemaluanku sendiri yang kecil, jika ada benda yang jauh lebih besar dari lingkarannya bagaimana bisa masuk, tapi kemudian terpikir olehku jika bayi saja bisa keluar mengapa benda yang lebih kecil darinya tidak bisa masuk. Aku tidak bisa membayangkan kalau dulu aku sering melihat Dody telanjang dan burungnya itu paling-paling cuma sebesar jempol tanganku, tapi sekarang sungguh berbeda, melihatnya batang kemaluan Dody yang sebesar dan sepanjang itu benar-benar membuat shok.

Tiba-tiba aku dikagetkan oleh pintu kamarku yang terbuka dan melihat Dody sedang memegang botol Sari Ayu-ku dan terpaku di pintu.

“Eh.. Mbak.. udah pulang ya?” tangannya berusaha menutupi botol lotion itu tapi tak berhasil.

“Itu Sari Ayu-ku khan? Buat apa hayo?” Didikan papaku tiba-tiba saja keluar, tegas dan tanpa basa-basi. Dody berdiri di pintu dan memandangku. Aku masih duduk di tepi ranjang, aku melihatnya berkeringat deras sekali.

“Ke sini!” aku sedikit menguatkan suaraku, dan dia bergerak mendekatiku terus duduk di sampingku. Aku memeluknya dan terdiam beberapa saat. Aku tidak sanggup memilih kata-kata, aku menyadari apa yang dilakukannya barusan jauh lebih baik daripada dia melakukannya benaran untuk melampiaskan nafsunya.

“Sudah sana mandi dulu, Mbak udah tahu semua!” dia pun bangkit dan bergerak keluar kamarku. Sempat-sempat aku melirik pantatnya yang bagus bulat dan tampak kokoh, tercetak di balik celana pendeknya.

Kejadian ketiga inilah inti dari keseluruhan ceritaku. Saat itu Dody sudah naik kelas tiga dan aku sendiri sudah berani raba-rabaan sama Pin-pin. Meski jarang yang sampai telanjang bulat, kadang-kadang apa yang dilakukan Pin-pin bisa membuatku melayang, aku tidak tahu apakah itu yang disebut orgasme atau tidak.

Sesekali Pin-pin mengajakku nonton film blue, kadang-kadang di rumahnya yang besar kadang-kadang juga di kamarku, untuk menambah pengetahuan alasannya. Meskipun tidak sering, sesekali setelah nonton film itu, kami bercumbu. Pertama sih cuma cium-ciuman saja, lama kelamaan aku jadi semakin berani dilucuti.

Kalau dulu diraba saja sudah gemetaran, sekarang kalau cuma dicium rasanya seperti ada yang kurang. Kadang-kadang rabaannya membuatku melayang dan membuatkan membiarkannya melepaskan pakaianku. Sering cumbuannya begitu merangsangku sehingga kadang ketika tersadar Pin-pin sudah berada di antara pahaku yang terbentang dan aku merasakan batang kemaluannya sudah menempel di pintu lubang kemaluanku dan kurasakan seperti sedang menekan-nekan masuk.

“Kamu kan janji, nggak sampai begini khan?”

Biasanya Pin-pin tersadar dan tidak marah. Kadang sebagai tanda terima kasihku, aku membaringkannya dan sambil duduk di atas lututnya bertelanjang bulat, aku menyelesaikan nafsunya itu. Aku urut batang kemaluannya perlahan-lahan, dan mengadopsi dari ilmunya si Dody, aku mengoleskan Sari Ayu untuk bahan pelicin.

Kejadiannya dengan Dody terjadi di suatu sore hari. Hari itu hari libur dan di kampus ada acara hiking pada hari sebelumnya dan baru selesai pada sekitar jam 3 sore. Pokoknya super lelah deh. Saat itu hujan deras sekali, dan sekalian berbasah-basah aku boncengan sama Pin-pin pulang. Pin-pin hanya mengantarku sampai depan rumah dan langsung pulang.

Aku segera melepas kaosku yang basah kuyup, bra, celana jeans dan celana dalamku. Aku merasakan kulit pinggulku seperti berkerut-kerut kedinginan terkena air hujan, terutama di bagian karet celana dalamku yang membentuk tekstur akibat tergencet dua hari berturut-turut. Perutku rasanya dingin sekali, payudaraku mengeras dan terutama putingnya yang tegak mengacung akibat kedingingan.

Aku keluar dari kamar mandi berpiyama dan memasukkan pakaian kotor tadi di tempat cucian dan bergegas masuk rumah. Dody masih tertidur dengan nyenyak di karpet, TV masih menyala, sementara itu hujan terdengar semakin keras saja disertai angin dan petir. Perutku tiba-tiba terasa begitu lapar, sementara itu badanku rasanya pegal-pegal.

Aku ambil roti di atas meja dan memakannya dengan rakus sambil rebahan di sofa. Dody bercelana pendek dan berkaos oblong sedang tertidur nyenyak terdengar dari suara dengkurannya perlahan-lahan. Di celana pendeknya terlihat bongkahan besar buah zakarnya dan samar-samar tercetak sebentuk batang seukuran lem UHU stick ukuran kecil tampak mengarah ke atas agak miring ke kiri.

Aku habiskan setangkup sandwich dan mulai memakan setangkup berikutnya sambil rebahan di sofa panjang di ujung karpet di mana Dody sedang tertidur. TV sedang menayangkan MTV most wanted, VJ-nya Sarah, kemudian ada lagu dari Westlife. Boleh juga boys-band sekarang, mereka keren-keren. Karena lelahnya, aku rebahan di sofa sambil merasakan secara perlahan-lahan tubuhku mulai menghangat meskipun hanya diselimuti piyama tipis itu tanpa apa-apa di baliknya.

Maksudku saat itu rebahan sebentar kemudian aku masuk kamar ganti baju dan terus tidur di kamar, eh nggak tahunya tanpa terasa aku benar-benar tertidur di sofa saat itu. Biasa saja sebenarnya aku tertidur di sofa dan bukan kali itu saja. Tapi kali itu karena lelahnya aku tidak sempat berganti piyama, atau setidaknya memakai sesuatu di baliknya.

Sehingga aku tidak menyadari saat aku tertidur, sesosok mata sedang menyaksikanku dari jarak yang begitu dekat. Begitu lelahnya aku sehingga tanpa kusadari kain piyamaku tersingkap dan ketika kaki kananku terangkat dan menyandar di sandaran sofa, selangkanganku yang penuh rambut betul-betul terbuka lebar hanya sekian meter saja dari seorang anak muda yang sedang dalam puncak-puncaknya mencari pengetahuan tentang seks.

Sementara aku sendiri sedang bermimpi. Dalam mimpiku aku merasa sedang dituntun Pin-pin sedang menuruni bukit. Tapi saat itu aku merasakan hanya kami berdua saja dan merasakan tiba di suatu padang yang luas dan penuh dengan rumput-rumput yang tinggi dan hijau muda, dengan bunga-bunganya yang indah. Pin-pin mengajakku beristirahat dan kami rebahan sambil memandangi dataran di bawah yang tampak kotak-kotak seperti puzzle.

Kemudian aku merasakan nikmatnya ketika jemari-jemarinya mulai meremas-remas payudaraku, putingku dijepitnya dengan jari tengah dan telunjuk. Aku mulai merengkuh pinggulnya dan menggerakkan tanganku ke selangkangannya dan menemukan bahwa batang kemaluannya itu telah terbuka sehingga aku bisa merasakan tekstur kulit yang seperti berulir oleh urat-urat yang menonjol.

Sementara itu aku merasakan tangannya bergerak menyusup di antara pahaku dan tiba-tiba aku merasakan telah telanjang bulat. Jemarinya membelai-belai selangkanganku dan mengucek klitorisku dengan cepat. Aku merasakan gairah yang semakin naik, dan tiba-tiba aku merasakan ada anak-anak kecil berlarian di antara kami.

Gairahku semakin naik seiring dengan masuknya batang kemaluannya itu. Dody meletakkan kedua sikunya di antara dadaku sehingga dadanya menghimpit payudaraku dan tiba-tiba kurasakan sesuatu yang keras menghentak masuk luabang kemaluanku dan aku merasakan sedikit rasa perih tepat ketika sesuatu menggelitik klitorisku.

Ketika aku membuka mata aku akan menjerit tapi segera tertutupi sepasang bibir hangat. Tubuhku tergeletak sebagian di sofa, posisiku sedikit miring sehingga pinggulku berada di pinggiran sofa. Piyamaku terbuka lebar sehingga perut dan dadaku terbuka. Sepasang tangan merangkul punggungku dengan kuat di antara piyamaku yang terbuka.

Paha kananku terbentang ke sandaran sofa, tertindih pinggul dan perutnya sementara paha kiriku berjuntai ke lantai tertahan sebentuk paha kokoh. Tapi bukan itu yang membuatku menjerit. Sesuatu yang keras dan hangat terasa mengganjal di dalam kemaluanku yang terasa seperti tertusuk-tusuk jarum tapi ada sedikit rasa enak ketika ditarik dan ditusukkan lagi perlahan-lahan.

Kesadaranku masih sedikit melayang antara mimpi dan kenyataan dan ketika mulai sadar penuh aku meronta. Dody menindihku dan sedang bergerak-gerak perlahan menusuk-nusukkan batang kemaluannya ke dalam liang kenikmatanku. Kedua tangannya merengkuh punggungku di antara piyamaku yang terbuka sehingga membuat kedua tanganku berada di antara lehernya.

Aku menjambak rambutnya dan meronta-rontakan kedua pahaku tapi himpitannya benar-benar kuat. Kedua tangannya mengelus-elus punggungku. Tapi tampaknya tenagaku tak cukup kuat melawan kehendaknya, apalagi kondisiku saat itu begitu lelahnya. Sehingga akhirnya yang terjadi aku menyerah, dan merasakan tubuhnya memompaku dengan cepat dan kuat.

Rasanya lama sekali dia melakukan itu, cukup lama untuk merubah rasa perih yang ada menjadi rasa nikmat yang aneh. Sampai suatu saat Dody melepaskan rangkulannya dan mulai bergerak cepat sekali menggesek-gesekkan batang kemaluannya. Meskipun tubuhku lepas dari kungkungan itu, tapi tubuhku sudah tidak sanggup lagi bereaksi terhadap perbuatannya dan membiarkannya menyelesaikannya.

Beberapa saat kemudian Dody seperti mengejang dan tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang hangat di dalam liang kenikmatanku, sesuatu yang tiba-tiba mengalirkan rasa nyaman yang teramat sangat di tubuhku sebelum aku sadar apa yang terjadi dan bangkit sambil berteriak dan mendorong tubuhnya sehingga menekuk batang kemaluannya yang sedang menusuk-nusuk sangat cepat ke dalam tubuhku.

“Dod.. jangan di dalam..!” Tapi aku terlambat, Dody telah menyuntikkan sejumlah besar sperma ke dalam lubang kemaluanku. Dody berkeringat deras dan masih bergerak-gerak cepat ketika aku meronta dan menyebabkan batang kemaluannya terlepas dari dalam lubang kemaluanku. Aku melihatnya tampak berkilat, kokoh dan mendongak ke atas, kepala pelernya tampak penuh dan berkilat merah tua, ujung masih sempat menyemprotkan cairan spermanya dan jatuh bergerai-gerai di atas rambut kemaluanku, tampak setitik cairan putihnya menetes jatuh ke karpet.

Dengan lemah aku bangkit dan menamparnya keras sekali, dan dengan sisa-sisa tenaga aku berlari masuk ke kamar dan membanting pintunya dengan kuat. Aku menangis sejadi-jadinya di atas ranjang. Kejadian di sore hari itu membuatku tak bisa berpikir sampai berhari-hari. Bayangkan adikku sendiri memperkosaku justru di saat aku mulai menganggapnya berubah.

Meskipun aku sendiri tidak menganggapnya sepenuhnya salah. Aku merasa salah juga saat itu mengapa memberikannya peluang, di saat aku betul-betul lengah. Setidaknya aku berpikir masih untung dia bukanlah adik kandungku sendiri. Aku bahkan tidak bisa bercerita kepada siapa pun. Tidak kepada Papa dan Mama, apalagi kepada Pin-pin.

Salah satu pikiran terberatku, bagaimana kalau aku hamil mengingat begitu banyak spermanya yang masuk ke dalam liang kenikmatanku. Justru bukan di persenggamaannya aku terbebani, malahan kadang-kadang aku masih sering memimpikan apa yang dilakukannya padaku itu. Juga aku bertanya-tanya kenapa tidak ada darah yang keluar, bukankah aku sendiri merasa belum pernah melakukan itu.

Kelegaan aku alami ketika sampai sekian bulan aku tidak pernah telat mendapatkan haid. Tapi sampai berbulan-bulan kemudian aku jarang bertegur sapa dengan Dody, kami seperti dua orang di dua dunia yang berbeda. Dody sibuk dengan urusannya sendiri begitu juga aku. Juga hubunganku dengan Pin-pin jadi agak canggung, kami jadi jarang bercumbu.

TAMAT

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan