1 November 2020
Penulis —  Niels_Bohr

Pie Susu Mella

Sudah 10 tahun sejak terakhir Mella bermain dengan adiknya, Anan. Hal terakhir yang ia ingat, ayahnya menendang Anan hingga Anan menangis.

“Laki-laki main di luar! Bukan main boneka!” bentak ayahnya.

Sejak itu, Anan jarang pulang ke rumah. Ia tidak akan pulang jika bulan belum muncul. Sebelum mentari terbit, ia sudah berangkat ke sekolah. Hanya Tuhan yang tahu, apakah ia benar-benar pergi ke sekolah. Jika hari libur, maka tidak ada alasan Anan pulang.

Sebagai perempuan, Mella dibesarkan dengan cara yang berbeda 180 derajat dibanding adiknya. Ia akan kena marah jika belum pulang sebelum sang surya terbenam. Untuk berangkat ke sekolah pun, ayahnya rela mengantarkannya susah-susah. Ia begitu dijaga dari gelapnya dunia luar.

Menurut Mella, Ayah berlebihan dalam menjaganya. Toh, siapa pula yang tertarik dengan gadis berkulit hitam seperti dirinya. Tidak, kulitnya tidak sehitam orang Papua atau Afrika. Kulitnya hitam seperti orang-orang India atau Pakistan. Berkat genetik dari ibunya yang merupakan imigran dari Bangladesh.

“Mella, Papa & Mama ingin menjenguk Kakek yang sedang sakit di Medan,” pesan Ibu sambil menyeret kopernya. “Kamu jaga rumah ya.”

“Iya Ma,” jawab Mella yang sedang bermalas-malasan di kamar.

Siang itu, Mella mencuci piring, mencuci baju, mengepel lantai, dan segala pekerjaan rumah yang tak sempat ibunya kerjakan. Beruntung sekarang hari Jumat. Sehingga ia tak perlu mencemaskan tugas dosen yang menumpuk.

Menjelang malam, ia tidur-tiduran santai di ruang tengah sembari menonton acara TV kesukaannya. Tiga jam ia menonton, mendadak ada seseorang yang membuka pintu.

Mella tidak kaget, karena tahu siapa itu. Ibu Ayahnya pasti mengetuk. Maling pasti akan mendobrak pintu karena mengira pintunya dikunci. Hanya adiknya, Anan, yang masuk tanpa mengetuk dan tanpa menyapa.

Anan masuk ke rumah dengan wajah kebingungan. Ia merasa ada yang aneh.

“Papa Mama lagi pergi?” tanya Anan.

“Iya, menjenguk Kakek di Medan,” jawab Mella dingin. Bukan karena ia benci adiknya, tapi karena ia sudah lama tak berbicara dengannya.

Anan segera masuk ke kamarnya. Ia baringkan tubuhnya yang lelah di kasur. Tak lama, ia tertidur.

Malam berlalu, pagi datang. Anan terbangun dan ingin segera keluar, tapi karena teringat Papa Mamanya sedang pergi, ia pun urungkan niat itu. Tak payah ia pergi saat alasan untuk pergi itu sedang tiada.

Anan ingin kembali tidur, tapi perutnya yang lapar membuatnya tersiksa. Ia pun berjalan dengan malas menuju kulkas. Diambilnya roti yang sudah membeku dari pojokan kulkas, lalu ia makan. Tubuhnya agak menggigil disebabkan mentari yang belum terbit sempurna.

Tak kuat menahan dingin yang menyengat, Anan memutuskan untuk mandi saja. Setidaknya, ada air hangat yang menanti di kamar mandi. Namun, lama tak berada di rumah, ia lupa di mana ayah ibunya biasa meletakkan handuk.

Anan mengetuk kamar Mella untuk bertanya di mana handuknya, tapi tidak ada jawaban. Ia pun membuka pintu kamar Mella begitu saja. Tampak Mella masih tertidur pulas dengan piyama yang berantakan. Pasti karena begadang semalam menonton TV.

Anan mendekat, ingin mengguncang tubuh kakaknya itu agar terbangun. Namun, ia malah tertegun memandangi kakaknya. Sudah lama sekali ia tak menatap kakaknya sedekat dan selama ini.

Jika ada satu hal yang Anan sadari, yaitu ia menyayangi kakaknya. Ia ingat-ingat dahulu, kakaknya sering membela saat ayahnya menyakiti dirinya. Melihat piyama dan selimut kakaknya yang berantakan, Anan pun bermaksud merapikannya.

Niat baiknya sayang harus terhalang nafsunya. Ia yang ingin membetulkan celana Mella yang agak melorot, malah penasaran dengan apa yang ada di baliknya. Ia pun semakin menurunkan celana kakaknya itu. Perlahan, ia tidak ingin kakaknya bangun.

Anan tersentak. Ia mundur dengan pikiran tak karuan. Sebab, ternyata Mella tidak memakai celana dalam. Langsung terpampang di hadapannya belahan vagina kakaknya dengan rambut halus yang berjejer rapi.

Tak ingin kakaknya bangun dan marah, ia pun mencoba menutupi lagi vagina kakaknya. Namun, baru naik sampai belahan vagina, celana kakaknya ia turunkan lagi. Ia raba dan mainkan vagina kakaknya. Ia buka lebar belahan vagina kakaknya, lalu ia usap bulatan kecil berbentuk biji polong.

Lama ia menggesek vagina kakaknya dengan jari, keluar cairan bening yang meleleh dari dalam sebuah lubang. Ia yang penasaran, coba menciumi aroma cairan yang ia kira kencing itu. Semakin ia mainkan, makin banyak cairan itu keluar.

Tak puas Anan bermain dengan vagina kakaknya, ia pun mencoba menaikkan kaos yang dipakai Mella. Tebakannya benar, Mella juga tidak memakai BH. Payudaranya yang besar tampak menggantung tak karuan. Anan tak sia-siakan kesempatan itu. Ia remas payudara Mella dengan penuh cinta.

Akibat vagina dan payudaranya yang terus dimainkan, Mella pun terbangun. Awalnya ia hanya melihat bayangan buram di antara matanya yang belum terbuka penuh. Tapi, lama-kelamaan ia sadar akan apa yang terjadi dengan tubuhnya.

“Anan! Apa yang kamu lakukan!” jerit Mella sekuat tenaga. Ia memberontak mencoba menendang Anan, tapi Anan memegangi kakinya.

“LEPASKAN! Sadarlah Anan! Aku ini kakakmu.”

Kali ini Mella berhasil menendang Anan di perut. Anan memegangi perutnya kesakitan. Kesempatan itu pun tak disia-siakan Mella untuk segera kabur. Sayangnya, Anan keburu pulih dan berhasil menangkapnya sebelum ia keluar kamar. Tubuhnya pun kembali dibanting ke kasur.

“LEPAS!!!”

Anan menindih tubuh kakaknya. Mella terus memberontak, apalagi saat ia merasakan ada sesuatu yang menegang dan tengah menempel di vaginanya. Tanpa ia sadari, Anan telah mengeluarkan penisnya dari cengkeraman celana dalam.

“Nan! LEPASKAN AKU! Demi Tuhan, aku ini kakakmu!”

Dengan mudah, Anan melepaskan baju Mella dengan menariknya melalui punggung. Payudara Mella pun kini berayun-ayun akibat Mella yang terus memberontak. Tapi tidak untuk waktu lama, karena Anan segera menghimpit payudara yang indah itu dengan dadanya.

Mella terus memberontak, menendang, memukul adiknya itu. Pada puncaknya, ia meludahi adiknya.

“Kurang ajar!” Satu tamparan melayang ke pipi Mella. Membuatnya hampir kehilangan kesadaran.

Kini, Anan bebas membuka celana Mella. Sekejap, ia lepas celana Mella. Ia tempelkan telapak tangan dan telapak kaki Mella, lalu ia ikat dengan kencang menggunakan baju dan celana Mella sendiri.

Anan keluar sebentar untuk minum dan mengiai tenaganya lagi setelah meredam pemberontakan Mella. Ia kembali ke kamar Mella sudah tidak memakai sehelai benang pun.

Mella yang mulai kembali kesadarannya, segera disuguhi pemandangan dada bidang milik Anan. Anan kembali memeluk tubuh telanjang kakaknya itu dan menikmati gesekan antara tubuhnya dengan dada Mella.

Puas menikmati payudara Mella, Anan menurunkan kepalanya ke bawah. Lidahnya menari-nari di antara belahan vagina Mella yang berwarna merah muda di antara kulitnya yang hitam.

“Anan! Hentikan!! CUKUUUP!”

Mella menggeliat. Ia berulang kali mengatakan kepada dirinya. “Ini salah! INI SALAH.” Namun, berapa kali pun ia mengatakan ada yang salah, ia tak bisa melawan rasa nikmat pada vaginanya. “Aku gamau! Ini salah! Gamauuuu!!!!!” Ia merasakan ada yang akan meledak di selangkangannya. Sebuah bendungan rasa yang tertahan, sebentar lagi akan jebol.

“AAAAHHHHHH!!!!!!!” Jerit Mella sekuat tenaga. Vaginanya tak kuat lagi menahan rasa nikmat yang datang bertubi-tubi. Tubuhnya menegang menikmati kedutan-kedutan yang nampak tiada henti mengaliri vaginanya.

“Hahahaha… Kayak pie coklat isi susu,” ledek Anan setelah melihat cairan vagina Mella tumpah dan meluber hingga kasur. Wajah Mella pun merah padam, tapi ia tak sanggup lagi berkata apa-apa setelah ledakkan kenikmatan yang baru ia rasakan pertama kali dalam hidupnya.

Anan meninggalkan Mella sendirian dengan keadaan tangan masih terikat ke kakinya. Mella berharap ini sudah berakhir. Sudah cukup buruk ia dibuat orgasme oleh adiknya sendiri. Sayang, harapan itu tinggal harapan. Anan kembali ke kamarnya dengan wajah tersenyum.

“Apa yang kamu mau lakukan?!!” Mella memandang ke arah penis Anan yang nampak mengkilat.

“Biar gampang masuknya Kak hehehe.”

“Masuk apa??!!! Kamu jangan macam-macam. Kakak masih perawan.” Mella menggeliat berusaha melepaskan ikatan di tangannya, tapi tenaganya sudah tak lagi bersisa.

Anan kembali menindih tubuh Mella. Penisnya mulai digesek-gesek segaris dengan belahan vagina kakaknya. Sampai ia temukan sebuah lubang kecil di bawah saluran kencingnya.

“AAAAAAAAAHHHHH!!!” Mella menjerit kesakitan saat sebuah batang besar mulai menerobos vaginanya yang masih rapat. Air matanya mulai menetes

“Astagaaaa…! Anaaan! Ampuuuun!!!! Tolong jangan Anan. Jangaaaan… Aku mohooon.. aku masih perawan. AAAAAAAH SAKIIIT.”

Anan tak mempedulikan jeritan dan permintaan kakaknya. Ia terus mencoba mendorong penisnya agar masuk semua ke dalam vagina kakaknya.

“Mamaaa… Papaaa.. tolooong… AAAAAAUUUUUH! SAKIIIT!! AAAA!!!”

Anan seketika mencabut penisnya, lalu ia mendekati penisnya ke wajah Mella.

“Lihat kak.” Wajah Mella pucat saat melihat penis Anan yang berlumur darah keperawanannya.

Anan kembali menceburkan penisnya ke vagina Mella. Kali ini ia lebih mudah mengeluarkan dan memasukan penisnya. Maju mundur pinggulnya dengan tempo yang teratur. Melihat Mella yang pasrah dengan berlinang air mata, Anan makin bernafsu.

Sepuluh menit berlalu, Anan yang masih menggenjot kakaknya, tiba-tiba mencium kening kakaknya itu dengan mesra. Seakan ingin menyampaikan rasa sayang terdalamnya.

“Apa yang kamu lakukan??! Aku mohon jangan Anan. Aku mohon… Hiks. Jangan lakukan itu.”

“Mau di luar apa di dalam kak??”

“Di luaar!!”

“Kakak menikmati kontolku gak??? Jawab. Aku baru keluarkan di luar kalo kakak sudah jawab.”

Wajah Mella kembali memerah. Antara malu dan marah, tapi ia tidak punya pilihan.

“i…” Belum selesai Mella menjawab, tubuh Anan menegang. Mella bisa merasakan ada cairan hangat yang mengalir di vaginanya.

Di dalam hatinya, Mella berkata, “Tenang Mel, belum tentu kamu akan hamil. Banyak yang sudah menikah bertahun-tahun tapi belum punya anak.”

2 detik

“Belum tentu sperma adikku akan sampai ke sel telurku.”

3 detik

“Kenapa ia masih belum selesai mengeluarkan spermanya? Bukankah guru biologiku bilang sperma laki-laki maksimal hanya 50 ml? Tunggu, berapa banyak 50 ml itu?

4 detik

“Aku yakin vaginaku belum terisi penuh.”

5 detik

Wajah Mella pucat.

6 detik

Anan baru melepas penisnya dari vagina Mella. Ia terjatuh kelelahan di kasur, lalu ia melepas ikatan yang membelenggu Mella. Mella berdiri, dan seketika meleleh vaginanya dengan cairan putih. Persis seperti yang adiknya katakan.

“Kayak pie coklat isi susu.” Pie coklat yang isinya meluber keluar karena kepenuhan.

Mella menampar adiknya sekuat tenaga. Ia menangis berlari keluar rumah. Tanpa sehelai pun pakaian.

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu