1 November 2020
Penulis —  mrsmile

Pengalaman di Kost

Pengalaman ini terjadi waktu saya masih kuliah. Nama saya Doni. Anak sederhana keturunan tionghoa. Berperawakan tinggi dan tegap.

Dulu saya kuliah di sebuah universitas cukup ternama di daerah Jakarta Barat. Karena saya anak daerah, jadi saya memutuskan untuk tinggal di kost dibanding rumah saudara.

Kost yang saya tempati cukup besar, ada empat lantai dan tiap lantai ada 20an kamar. Sehingga yang mengurus kost pun ada banyak. Dan enaknya, yang mengurus kost itu semuanya wanita. Usianya pun beragam, dari belasan tahun sampai menjelang empat puluh. Jumlahnya ada 5 orang. Satu orang yang menjadi kepercayaan ibu yang punya kost adalah seorang perawan tua.

Kebetulan kamar saya tidak jauh dari kamar para pembantu kost. Mereka semua tidur di satu kamar. Jadi pagi-pagi saya bangun dan keluar kamar, kalau beruntung bisa melihat pemandangan-pemandangan yang membuat mata langsung melek. Bukan cuma mata saja, yang bawah juga ikut “melek”. Pernah suatu ketika, ketika Ratna sedang tidak enak badan, dia minta dikerokanin sama pembantu yang lain.

Kadang saya mencoba mendekatkan diri dengan mereka, misalnya ketika saya pulang kampung, saya bawakan mereka oleh-oleh. Ngobrol dengan mereka, bercanda dsb.

Waktu itu menjelang lebaran. Kuliah libur lama, sehingga banyak anak kost yang pulang kampung. Tapi saya memilih untuk tidak pulang waktu itu. Kostpun sepi dan pembantu yang tinggal di kostpun hanya 2 orang. Yaitu Ratna dan Santi. Santi adalah gadis yang belum sampai 20 tahun. Badannya kecil, sehingga sebenarnya tidak begitu menarik buat saya.

Malam itu hujan cukup deras. Saya tidak bisa keluar untuk mencari makan. Jadi saya iseng mampir ke kamar pembantu melihat apa yang mereka lakukan. Mereka berdua sedang asik menonton TV. Ratna melihat saya masuk dan dia bertanya, “Kenapa Don?”

“Gapapa mbak, hujan nih ga bisa cari makan. Lagi nonton apa mbak?”

“Ini Hantu Tanah Kusir.”

“Wah, emang berani mbak nonton yang begituan? Ga takut tar tiba-tiba ada di samping hantunya?”

“Ah, itukan cuma film. Mana ada yang begituan.”

“Hahaa.. Siapa tau toh mbak. Ikut nonton ya, sambil nunggu hujan.”

“Yo wes nonton aja, tapi jangan tar malem kalo ga bisa tidur gedor-gedor kamar mbak ya.”

Kitapun tertawa. Saya mengambil posisi duduk disebelah Ratna. Santi tiba-tiba keluar.

“Mau kemana, San?”, tanyaku.

“Mau ngegosok ko diatas.”

“Nanti aja, tanggung kan nih filmnya.”

“Jangan donk ko, nanti lupa. Bajunya ada yang mau dipake besok sama koko yang di kamar 311.”

“Oh, gitu ya. Ya udah deh kalo gitu.”

Santi pun meninggalkan kami berdua dikamar itu. Hanya aku dan Ratna. Pikiran-pikiran nakalpun mulai mebayangi kepalaku. Kebetulan saat itu ada adegan yang mengagetkan. Kami berdua kaget dan saling berpegangan. Kepala kami tidak sengaja terbentur.

“Aduuuh, mbak gapapa?”, tanyaku sambil satu tangan memegangi kepalaku dan satu lagi berupaya meraih kepalanya.

“Sakit nih!”, jawabnya sambil mencubit pahaku.

“Aduh mbak, bawah kena atas kena nih. Sini kepalanya saya tiupin.”

Sambil tiup sambil mengelus kepalanya. Dalam hati saya berpikir, ini kesempatan untuk maju lebih jauh. Sayapun memberanikan diri untuk menurunkan kepala saya. Mencium lehernya dengan lembut. Diapun mendesah, namun tak melawan.

“Don, tutup dulu pintunya.”

“Siap bos!”

Pintupun saya tutup.

“Kamu berani ya cium saya!”, serunya.

Waduh, gimana nih, pikirku dalam hati. Belum saya jawab, dia lanjut berkata,

“Udah lama nih pengen, tapi ga ada yang berani.”

Suasanapun sejenak hening. Lalu saya beranikan diri memecah kesunyian,

“Mbak pengen apa? Siapa tau bisa Doni bantu.”, kataku sambil tertawa nakal.

Diapun mendekatkan kepalanya dan melumat bibirku.

“Mmmmm.”, desahnya.

Tangankupun mulai bergerilya menjelajah ke dada dan kemaluannya. Saya baringkan dia sambil tetap berciuman. Tangan sayapun makin lancar masuk kedalam celananya.

“Ooohh.”, katanya.

“Enak mbak?”, tanyaku.

“Mantep Don! Masukin donk punyamu..”, pintanya.

Akupun mepereteli kain yang melekat ditubuhnya satu per satu. Ada rasa berdebar ketika melakukannya karena sudah lama sebenarnya saya ingin melihat bukit susunya secara langsung. Ketika dia sudah telanjang, sebelum saya buka baju, saya mulai dulu dengan menjelajahi dadanya dengan mulut. Mulut di dada dan tangan di kemaluan.

“Buruan Don masukin.”, pintanya. “Mbak belum pernah loh Don. Kamu yang pertama.”

“Yang bener mbak? Ini saya juga pertama.”

Kemudia saya cium keningnya dan turun kemulut sambil saya melepaskan celana. Saya masukan ke kemaluannya yang sudah basah. Cukup sulit waktu itu, karena ini pengalaman pertama kami berdua. Tapi dengan sedikit usaha akhirnya, jleeeeb.

“Oooohhh Don. Sakit.”, katanya.

“Sakit ya mbak? Pelan-pelan aja kalo gitu.”

Sayapun melakukannya perlahan-lahan. Maju, mundur, maju, mundur. Oh, nikmatnya.

Tiba-tiba saya merasa kemaluan saya seperti diremas, jadi saya mau keluar.

“Mbak, aku mau keluar.”, kataku.

“Aaaah, Don. Enak Don.”, katanya.

Croooot.. Akupun mengeluarkan spermaku di dalam kemaluannya.

“Enak banget mbak. Thank you yaa”.

“Sama-sama Don. Iya enak banget. Nyesel ga dari dulu begini”.

Kamipun tertawa berdua. Dia tidur disisiku.

Tiba-tiba pintu terbuka. Kami berdua sedang tiduran dan masih telanjang.

Ups, siapa yang masuk. Gawat nih.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu