1 November 2020
Penulis —  dolpheen

Menaklukkan Binor Tetangga

Kisah ini dimulai ketika aku memutuskan untuk pindah dari rumah orang tuaku dan mengontrak sebuah rumah mungil di pinggiran Jakarta. Kulakukan itu karena aku dan istriku ingin belajar mandiri, apalagi kini sudah hadir si kecil anggota keluarga baru kami.

Ku akui, aku bukanlah suami yang baik, mengingat petualangan liarku ketika masih belum menikah. Sering aku bergonta ganti pacar yang ujung-ujungnya hanya untuk memuaskan libidoku yang cukup tinggi. Namun setelah menikah, kuredam keinginanku untuk berpetualang lagi. Di hadapan istri dan lingkunganku, aku mencoba menampilkan sebagai sosok yang baik-baik.

Namun setelah satu bulan aku tinggal di lingkungan yang baru, tampaknya tabiat lamaku kumat kembali. Di sekitar rumahku, banyak ku temui wanita yang menarik perhatianku. Mulai dari ibu-ibu tetangga yang rata-rata tidak bekerja dan mahasiswi yang banyak kost di sekitar tempat tinggalku.

Satu sosok yang menarik perhatianku adalah Nanik, tetangga kontrakanku, namun tetangga-tetangga yang lain memanggilnya Mama Ryan sesuai dengan nama anaknya. Ketika pertama kali bertemu, ia terlihat berbeda dibanding ibu-ibu lain di sekitarnya. Wajahnya cukup cantik dengan Kulitnya yang kuning langsat, bodinya cukup montok namun tetap kencang walau usianya sudah di atas 37 tahun.

Ia berasal dari Cianjur, jadi wajarlah kalo wajahnya cantik khas wanita priangan. Namun segala pesonanya itu tertutupi oleh kehidupannya yang sederhana. Suaminya hanya seorang supir pribadi yang penghasilannya terbatas, belum lagi kedua anaknya sudah beranjak remaja, yang tentu saja memerlukan biaya yang cukup besar.

Hubungan istriku dengan Nanik cukup baik, sering Nanik berkunjung ke rumah dan ngobrol dengan istriku. Pada saat itu aku sering curi-curi pandang ke arahnya. Sering ia hanya mengenakan kaos longgar dan celana pendek kalau main ke rumah, sehingga belahan dada dan sebagian paha nya yang putih mulus menjadi santapanku.

Info dari istriku pula lah akhirnya aku tahu kalo ternyata Nanik bekerja paruh waktu sebagai pembantu. Seminggu tiga kali ia bekerja membersihkan apartemen seorang ekspatriat. Apartemen ini sering kosong karena sering di tinggal pemiliknya berdinas ke luar negeri, jadi ia di percaya untuk memegang kunci apartemen itu.

Strategi untuk mendekatinya pun mulai aku jalankan. Dia berangkat kerja selalu pagi hari. yaitu tiap hari Senin, Rabu dan Jumat pada pukul 7 pagi. Aku tahu karena dia selalu lewat depan rumahku. Dia berangkat kerja menggunakan metro Mini.

Setelah tahu jadwalnya aku pun mulai mengatur siasat agar bisa berangkat bareng dengannya. Kuatur waktu berangkat kerjaku yang biasanya jam 8 menjadi lebih pagi lagi. Kebetulan arah apartemen tempatnya bekerja searah dengan kantorku di Sudirman.

Senin pagi itu kulihat dia sudah lewat depan rumahku untuk berangkat kerja, aku pun segera bersiap siap mengeluarkan mobilku dari garasi. Istriku sempat bertanya, koq hari ini berangkat lebih pagi. Kujawab saja ada meeting mendadak.

Mobil kulajukan perlahan menuju jalan besar dan kulihat di ujung gang. Nanik sedang menunggu Metro Mini yang akan membawanya ke Kampung Melayu. Kuhampiri dia dan kubuka jendela mobil dan menyapanya.

“Berangkat kerja Mbak Nanik?”

“eh… iya mas Ardi,” jawabnya agak kaget.

“Bareng saya aja yuk, Mbak mau ke Kampung Melayu kan?’

“Iya mas… tp gak apa apa saya naik Metro aja,” Tolaknya dengan halus.

“Gak apa apa Mbak, kita kan searah ini, lagian metro mini kalo pagi pasti penuh,” ujarku coba membujuknya.

Dia sedikit bimbang, tapi akhirnya menyetujui ajakanku.

Dibukanya pintu depan mobilku dan masuklah dia, seketika aroma parfum nya pun menyeruak ke indera penciumanku.

“Terima kasih Mas Ardi. Maaf merepotkan.”

“Merepotkan apa sih mbak, wong kita searah koq.” Ujarku sambik tertawa ringan.

Khas senin pagi, lalu lintas pagi itu sangat macet. Di dalam mobil aku

pun menghabiskan waktu dengan ngobrol ringan dengannya. Banyak hal yang kami perbincangkan, mulai dari keluarganya, anak-anaknya, suaminya, lingkungan kerjanya. Intinya aku ingin lebih mendekatkan diri padanya agar tujuanku menidurinya bisa terlaksana. Tapi aku tidak mau terburu-buru.

Akhirnya kami tiba di Apartemen tempatnya bekerja, ku turunkan ia di pinggir jalan. Aku pun kembali melajukan mobilku ke arah kantor.

***

Selama dua minggu aku intens melakukan pendekatan dengan mengajaknya berangkat bareng. Untuk menghindari gunjingan tetangga, ia hanya mau naik mobilku di ujung gang.

Semakin dekat hubungan kita, ia semakin berani menceritakan hal-hal pribadinya. Kami pun sering bercanda dan ia pun mulai berani mencubit lengan atau pinggangku ketika ku goda. Obroloan pun kadang-kadang kubuat menjurus ke urusan ranjang. Dan dari situ pula aku tahu kalau Nanik sudah tidak berhubungan intim dengan suaminya sejak tiga bulan lalu di karenakan suaminya sudah terlalu lalah bekerja dan sering pulang larut malam.

Pagi itu kembali kami berangkat bareng, namun kulihat dia agak murung, aku pun memberanikan diri bertanya padanya.

“Ada apa mbak Nanik, saya lihat mbak agak murung pagi ini?’

“Gak apa-apa koq mas… biasa kali saya kayak gini”, ia berusaha menyangkalnya.

“Mbak gak usah bohong sama saya, saya tahu mbak orangnya ceria, jadi kalau murung sedikit, pasti saya tahu.”

Nanik tersenyum mendengar perkataanku.

“Enggak apa-apa mas. Ya namanya dalam hidup pasti ada aja masalahnya.”

“Kalo mbak gak keberatan, cerita aja mbak, siapa tahu saya bisa bantu”

“Gimana ya Mas…”Nanik memutus pembicaraan sepertinya ragu untuk melanjutkannya

Aku menoleh kepadanya, dan kupandangi wajahnya dalam-dalam sambil membujuknya untuk terus bercerita.

“Ini mas, si Ryan (anaknya yang bungsu) lagi butuh biaya untuk study tour ke Bandung, biayanya Rp. 500.000, - sedangkan aku sama bapaknya belum ada duit Karena sudah terpakai kakaknya untuk biaya praktikum kemarin. Sedangkan uangnya harus di kumpulkan besok. Study tour ini wajib karena sebagai syarat agar Ryan bisa lulus.

Aku tersenyum sambil menatap matanya.

“Ah gampang itu mbak, nanti saya bantu”

“Tuh kan saya jadi merepotkan mas Ardi.”

“Gak apa-apa mbak, namanya kita bertetangga, kalau ada yang kesusahan, apa salahnya kita bantu.”

“Iya sih mas… ya udah, kalo mas Ardi ada, saya mau pinjam uang dulu sama mas Ardi.”

“Gampang itu mbak.”

Ketika sampai di depan apartemen tempatnya bekerja, segera kubuka dompetku dan kuambil uang 1 jt dan kuberikan padanya. Nanik kaget dengan pemberianku sebanyak itu.

“Koq banyak sekali Mas, saya kan butuh nya cuma lima ratus ribu?”

“Iya sisanya buat bekal Ryan di jalan, atau buat Mamahnya juga ga apa-apa.”

Nanik tertawa mendengar ucapanku.

“Tapi saya belum bisa mengembalikan dalam waktu dekat mas.”

“Gak di kembalikan juga gak apa-apa mbak.”

“Lho koq gak di kembalikan, saya khan pinjem mas, jadi harus kembali.”

“Ya udah gampang itu mbak, kalo ada, ya di kembalikan kalo ga ada ya di kembalikan dengan cara lain.” Ujarku mencoba memancing di air bening. Hehehe

“Lho cara lain apa sih mas, koq saya bingung jadinya.”

Aku Cuma tertawa, dan nanik semakin bingung dengan sikapku.

“Ya udah nanti mbak telat loh ke kantornya.” Ujarku sambil bercanda.

“Kantor apa sih Mas, bisa aja deh.” Nanik tertawa sambil mencubit lenganku.

“Ya udah terima kasih ya Mas atas bantuannya.”

“sama-sama Mbak”

Nanik pun turun dari mobilku dan melangkah ke dalam area apartemen itu.

***

Siang itu, tiba-tiba ada sms masuk ke ponselku, ternyata ada pesan dari Nanik. Setelah ku baca, ia menyampaikan ucapan terima kasih sekali lagi pada ku karena sudah di bantu. Akupun membalasnya untuk tidak memikirkannya lagi sekaligus menanyakan posisinya sedang berada di mana saat ini. Ternyata dia masih ada di apartemen majikannya dan sedang beristirahat karena baru saja selesai mengerjakan tugas-tugasnya.

Ku coba iseng minta ijin padanya untuk main ke apartemen tempatnya bekerja apabila majikannya sedang tidak ada di tempat. Nanik mengijinkan karena Majikannya sedang keluar negeri selama seminggu. Dia pun memberi tahu tower dan nomor unit apartemennya.

Aku pun segera bergegas membereskan pekerjaanku di kantor dan ijin pada temanku untuk ke luar dengan alasan bertemu klient. Karena aku sering dinas luar, jadi gampang saja dapat ijinnya.

Segera kupacu mobilku menuju apartemennya. Tapi sebelumnya aku mampir ke salah satu restoran cepat saji dan membelikannya makan siang.

Mobilku kuparkir di basement apartemen, aku pun menuju ke unit apartemen tempatnya bekerja. Ku bunyikan Bel dan tak lama Nanik pun mempersilahkan aku masuk. Akupun segera duduk di sofa yang cukup lebar dan empuk yang ada di ruangan itu.

Unit apartemen itu cukup luas, ada dua kamar di dalamnya lengkap ada dapur dan minibarnya. Aku tebak majikannya seorang eksekutif di suatu perusahaan ternama dan apartemen ini di sediakan oleh perusahannya.

“Mau minum apa mas,” tiba-tiba Nanik menyadarkanku yang sedari tadi memperhatikan apartemen beserta isinya.

“Eh… air putih aja mbak.”

“Masak air putih sih, aku bikinin sirup ya?”

“Boleh Mbak kalau gak merepotkan.”

Tak lama dia pun membawa dua gelas es sirup.

“Wah jadi seger nih, siang-siang minum es sirup, apalagi di temani Mbak Nanik yang seger.”

“Ih apaan sih Mas Ardi,” Dia tertawa sambil mencubit pinggangku.

Wajahnya sudah kembali ceria tidak semuram pagi tadi

Kami pun ngobrol sambil menyantap makanan yang ku bawa. Setelah makan kami pun melanjutkan obrolan sambil menonton acara tv kabel.

Aku mulai memberanikan diri mendekatkan posisi dudukku dengannya dan Nanik diam saja. Ku coba pegang tangannya. Awalnya ia sepertinya canggung tapi akhirnya dapat ku genggam erat tangannya. Aku mulai membelai rambutnya yang panjang sebahu dan meniup tengkuknya dan tak lama bibir kami pun sudah saling bersilaturahmi.

Bibirku di lumat habis oleh bibirnya, nafasnya mulai tersengal-sengal. Nampak birahinya mulai naik. Wajar saja wong 3 bulan tidak di setubuhi suaminya.

Tanganku pun ku beranikan menelusup di balik kemeja yang di kenakannya, ia pun diam saja, Kuraih payudara kiri di balik branya dengan tangan kananku, kuremas-remas halus sambil kumainkan putingnya. Ia mengelinjang sambil melenguh tertahan.

“Auhhh… achhh.”

Sambil melumat bibirnya kucoba membuka kancing bajunya satu persatu, dan ia pun mengikutinya dengan membuka kancing kemeja kerja yang aku kenakan. Kemeja-kemeja itu pun akhirnya terhampar di lantai.

Terpampang jelas di hadapanku tubuh mulus Nanik dengan payudara yang masih tertutup bra warna krem, Walau perutnya sedikit berlipat karena lemak, tetap saja tidak mengurangi keinginanku untuk menyetubuhinya.

Segera kubuka kait bra nya dan bra itu pun jatuh di pangkuannya. Payudara Nanik segera menyembul. Cukup besar dengan warna puting coklat tua dengan areola berwarna lebih muda. Puting itu mencuat dengan tegaknya. Keras.

Segera saja kuhisap puting susunya, Nanik melenguh lebih keras.

“Aaaccchhhh… Maasss. Aahhh… ouchhh.” Ia semakin terangsang dengan perbuatanku.

Terus kuhisap puting susunya kanan dan kiri bergantian, Ia pun menggelinjang makin keras, kepala tengadah menatap langit-langit. Matanya terpejam namun mulutnya meracau mengeluarkan suara desahan dan rintihan. Kedua tangannya menjambak-jambak rambut di kepalaku.

Cukup lama kumainkan kedua puting susunya. Setelah puas Aku pun bangkit dari sofa dan segera berdiri. Nanik mengerti maksudku. Sambil tetap duduk di sofa, ia membuka ikat pingang dan celana yang ku kenakan, tidak lupa celana dalamku pun ikut dipelorotkannya ke bawah. Seketika itu juga peniskuku yang cukup besar dan berurat, mengacung ke depan dengan gagahnya.

Nanik tersenyum sambil melirikku. Dipegang dan di belainya kepala penisku, di kocok-kocoknya perlahan batangnya berulang kali. Tak lama di masukkan lah kejantananku ke dalam mulutnya, di kulumnya batang penisku sampai ke pangkalnya. Karena ukuran penisku yang cukup besar ia sedikit tersedak, aku pun tertawa geli.

Ku pinta Nanik bangkit berdiri dan melepaskan celana jeans yang masih di kenakannya. Ku balik badannya dan memintanya menungging. Lututnya di tumpukan ke sofa dan ia menungging di hadapanku dan tangannya menyangga tubuhnya pada sandaran sofa. Segera saja belahan vaginanya yang tertutup bulu jemput yang cukup lebat terlihat merekah di hadapanku.

Segera saja ku pegang batang penisku dan kuarahkan kepalanya ke arah liang kewanitaan Nanik. Segera kumajukan pinggulku dan tak lama kepala dan batang penisku pun amblas sampai ke pangkalnya. Terbenam sepenuhnya dalam liang vagina tetanggaku ini. Nanik tercekat dan berteriak karena alat vitalku yang cukup besar menyesakkan rongga kewanitaannya.

“aaahhhh…”

Kedua tanganku memegang pantatnya yang cukup besar. Aku pun mulai memaju mundurkan pingulku. Batang penisku pun keluar masuk di liang vaginanya dengan tempo yang cukup cepat. Nanik terus merintih dengan riuhnya.

Acchhh… ouuchhh… achhh… ouchhhh”

Acchhh… ouuchhh… achhh… ouchhhh”

Sambil terus menggerakkan pinggulku, aku pun mulai meraih payudaranya yang mengantung dengan ke dua tanganku. Kumainkan puting susunya dengan kasar. Nanik pun semakin keras merintih dan meracau…

Tak lama ia pun menjerit keras dan kurasakan ada kedutan di liang vaginanya. Otot vaginanya semakin mencengkram erat kejantananku. Kali ini Nanik mengalami orgasme yang pertama. Tubuhnya melemah, tangannya tidak sanggup lagi menahan tubuhnya. Kepalanya jatuh terkulai di sofa dengan posisi tetap menungging.

Segera Kucabut batang penisku dari liang vaginanya. Segera ku balik tubuh Nanik menghadapku. Dengan posisi setengah duduk, Punggungnya bersandar di sandaran sofa kuangkat dan kurenggangkan kedua kakinya. Terlihat liang vagina yang menganga cukup lebar, segera saja kuhujamkan kejantananku ke liang kenikmatannya.

Lagi-lagi Nanik menjerit tertahan ketika batang itu menerobos liang vaginanya. Ku maju mundurkan pinggulku dan terlihat penisku yang besar keluar masuk dengan bebasnya di liang sempit itu, menciptakan pemandangan yang indah. Bibir vagina itu menguncup ketika penisku menerobos masuk dan merekah ketika kutarik.

Payudara yang begitu menantang dengan puting yang mencuat sudah basah oleh keringat. Payudara itu bergoyang-gotang dengan hebatnya mengikuti irama sodokan penisku yang maju mundur di liang vagina Nanik. Kepala Nanik tergolek ke kanan dan kiri dengan mulut yang terus mendesis dan merintih. Lima belas menit aku terus menyodok liang vagina Nanik.

Nanik pun mengimbanginya dengan menggoyang pinggulnya ke kanan ke kiri. Setelah dua puluh menit akupun tidak tahan lagi. Kupercepat frekuensi sodokan batang penisku ke dalam liang vaginanya dan tak lama cairan spermaku pun meyemprot deras ke dalam rahimnya. Berbarengan dengan kedutan keras di vaginanya menandakan ia mengalami orgasme keduanya.

Aku pun segera bangkit dan menarik penisku yang mulai mengendur dari liang vaginanya. Liang kenikmatan itu terlihat terngangga dan tampak carian putih meleleh keluar dari dalamnya. Nanik masih terkulai lemas di sofa. kakinya terjuntai ke lantai dan tangannya tergolek lemah di sebelah tubuhnya, segera kuhampiri dan kuciumi bibirnya.

“Enak mas, lain kali minta lagi ya.” Ujarnya sambil tersenyum.

“Siap, kapan aja mbak butuh, Aku siap melayani.” Candaku.

Dan diapun tertawa sambil mencubit pinggangku penuh arti.

Akhirnya kesampaian juga niatku menyetubuhi tetangga yang lama aku idam-idamkan.

Setelah kejadian itu kami pun sering mencari-cari waktu untuk dapat bersetubuh kembali. Bahkan kami pernah melakukannya di dalam mobil.

Tampaknya persetubuhan yang ku berikan, lebih dinikmatinya dibanding bersetubuh dengan suaminya.

Tamat

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu