31 Oktober 2020
Penulis —  Mekiver

Kampung di tepi hutan jati

“Go.. Bangun he.. sudah sore..“suara itu cukup keras hingga membuat Dirgo membuka matanya yang masih terasa berat. “Ayo bangun sudah jam 4, ayam ayam kamu bri makan dulu sekalian masukan kandang.” lanjut bapak Dirgo yang masih berdiri di ambang pintu kamar, ia berlalu dari situ ketika melihat Dirgo sudah bangun dan dengan malas keluar kamarnya. Di dapur ia melihat ibunya yang sedang merebus air. Atikah tersenyum melihat anaknya yang masih terlihat ngantuk berat.

“Ayo jangan mals gitu, nanti ibuk buatin kopi.” ucap Atikah sambil mengelus rambut anaknya yang terlihat acak acakan. Dirgo tersenyum kecil, melihat ibunya ngantuknya langsung sirna, teringat dengan kejadian tadi yang begitu nikmat.

“Iyah.. Kopinya agak pait ya buk” ucap Dirgo sambil melangkah keluar dapur melewati ibunya, dengan pura pura tak sengaja tanganya merabai bokong ibunya yang terlihat bulat dalam balutan daster lusuhnya. Atikah geleng geleng kepala dengan keisengan anaknya tapi rasa bangga itu selalu ada setiap Dirgo berulah dengan kejahilanya.

***

Malam yang dingin Dirgo membungkus tubuhnya dengan sarung, ia baru saja menyelesaikan tugas sekolahnya, ketika akan keluar kamar dilihatnya hape diatas kasur nampak bergetar lembut. Ia meraihnya dan membuka beberapa sms masuk sambil keluar kamar.

“Sudah belajarnya Go?” tanya Atikah yang melihat anaknya muncul, ia sedang duduk di ruang tengah nonton tv dengan suaminya.

“Sudah buk” jawab Dirgo singkat ia ikutan duduk di samping ibunya, kursi itu sedikit berderit ketika Dirgo menghempaskan pantatnya.

“Eh pelan pelan Go..” ucap bapak Dirgo yang sedikit terganggu dengan ulah anaknya. Dirgo hanya terkekeh pelan menanggapi dan masih asyik dengan hape di tanganya.

Tv sedang menayangkan sinetron kesukaan Atikah, Dirgo sendiri kurang suka sinetron, ia ikut nimbrung karena pengen dekat dengan ibunya. Sesekali kakinya menggesek gesek kaki ibunya yang yang kuning mulus. Atikah jadi sering melirik suaminya yang duduk disebelahnya karena kuatir suaminya melihat perbuatan iseng anaknya.

“Kamu mainan apa sih? Dari tadi hape mullu..” tanya ibunya pelan. Atikah melihat suaminya terkantuk kantuk jadi dibiarkan saja ketika tangan Dirgo anaknya mengusap usap pahanya. Atikah baru menepis tangan anaknya ketika mulai menggerayangi kemaluanya.

“Ambilkan selimut di kamar ibuk nak, banyak nyamuk nih..” ucap atikah sambil menggaruk paha dan menarik ujung dasternya memamerkan putih mulus kulitnya.. Dirgo segera tanggap dengan cepat ia bergerak ke kamar ibunya, mengambil selimut lalu ke kamarnya dan mengganti celana kolornya dengan sarung.

“Ini buk” ucap Dirgo pelan, ia mengangsurkan selimut itu pada Atikah ibunya. Tanpa banyak cakap Atikah memakai selimut itu untuk menutupi bagian depan tubuhnya dari pundak hingga ujung jari kakinya. Ujung atas selimut itu disampirkan di kedua pundak Atikah dan ditindih punggungnya sementara ujung bawah diinjak kedua kakinya sehingga menciptakan ruang kosong antara pundak dan lutut Atikah.

Dirgo tersenyum kecil nan mesum, sejenak melirik bapaknya yang ngorok dan lelap, kemudian perlahan tanganya mulai menjalari paha ibunya. Atikah meremang bulu kuduknya, terasa sekali jemari anaknya disisi dalam pahanya, terasa begitu geli nikmat, Atikah terlena dalam balutan selimut birahi semakin membuka pahanya lebar ketika Dirgo anaknya sedikit mendorong paha mulus itu.

“Pahamu alus buk..” bisik Dirgo di telinga ibunya, Atikah hanya diam dengan pandangan masih tertuju di layar tv, sebisa mungkin ia bertahan untuk tidak merintih ketika jemari anaknya mulai menjamah kemaluanya yang masih terbungkus celana dalam. Atikah menggigit bibirnya ketika jari jari itu mulai mengusapi sepanjang tepian vaginanya dan tanpa melihat atau meraba Atikah tahu kalau celana dalamnya telah basah oleh cairan birahinya.

“Buk jembutmu dicukur ya?” tanya Dirgo pelan, sambil menyibak celana dalam ibunya dan menyusuri celah basah nan hangat milik ibunya. Atikah mengangguk kecil sekilas ia melirik suaminya memastikan bahwa dengkur yang didengarnya memang dari mulut suaminya.

“Ssstt.. Ehhh..” Atikah merintih lirih tak kuasa menahan nikmat ketika itilnya diusap pelan oleh jari2 anaknya. Apalagi kini tangan kanan Dirgo mulai merayapi dadanya dan meremas remas lembut payudara besarnya yang masih terbungkus beha.

“Buk… Emmmh.. Behanya dilepas donk..” pinta Dirgo lembut dan manja. Atikah sejenak menghela nafas mendengar permintaan anaknya. Ia sekilas melirik suaminya yang tertidur di sebelahnya, Atikah melengkungkan punggungnya ke depan dan sedikit mengangkat pinggulnya. Pundaknya tetap menahan ujung selimut di sandaran kursi agar tetap menutupi bagian depan tubuhnya dan dengan lincah tanganya bergerak di bawah selimut.

“Tempekmu basah kuyup buk” bisik Dirgo di telinga ibunya. Atikah tersipu wajahnya merah, ia tak menjawab hanya tersenyum malu malu sambil melirik kecil ke anaknya. Dirgo sudah gemes banget dengan ekspresi ibunya, nafsunya sudah di ubun ubun.

“Buk pindah ke kamarku yuk..” ucap Dirgo sambil menggelitik puting susu ibunya. Atikah menggelinjang lembut, kembali melirik suaminya sambil erat erat memegang tepi selimut.

“Malam ini bapakmu dapat giliran jaga di Poskamling.. sabar nanti aja,” bisik Atikah pelan dan sedikit terengah engah karena Dirgo memasukkan 2jarinya di vagina miliknya dan mengocoknya pelan. Atikah melenguh lirih dan reflek membuka lebih lebar pahanya, tanganya bergerak mencari kontol anaknya dan meremas remas benda lunak yang terasa panas di genggamanya.

“Kulonuwun..!” suara salam dalam bahasa jawa terdengar keras dari arah depan rumah, dan reflek Atikah dan Dirgo menjawab bersamaan.

“Monggo..”

Atikah serentak bangkit menuju ruang depan dan mendapati Wiryo adik dari ibunya berdiri di teras rumah.

“Ohh.. lek Wiryo, monggo lek silahkan masuk” sapa Atikah pada pamanya,“sebentar bapak’e Dirgo ketiduran liat tipi.” jelas Atikah, pamanya memang tetangga dan punya giliran jaga ronda kampung di malam yang sama.

“I.. iya Tik,” jawab Wiryo tergagap, usianya 45 tahun dan melihat penampilan ponakanya sungguh membuat berdebar jantungnya. Ia setiap hari melihat Atikah berkerudung dan tertutup rapat, tp malam ini rambutnya yang tebal hitam tergerai indah dan astaga… jelas sekali Atikah tak memakai beha di balik daster itu.

Tak lama Darsono keluar menemui tamunya, jelas sekali ia masih sangat mengantuk.

“Berangkat sekarang lek?” tanya Darsono pada tamunya..

“Ayolah..” jawab Wiryo singkat.

“Buk.. kuncinya taruh diatas angin angin ya,” teriak Darsono sambil menutup pintu depan rumahnya.

“iya pak!” jawab Atikah cukup keras dari ruang tengah, ia berusaha melepaskan pelukan Dirgo yang rupanya sudah tak sabar ingin menikmati tubuh ibunya.

“Sabar nak, ibuk tak ngunci pintu dulu..” ucap Atikah sambil melepaskan dekapan Dirgo dengan jari jarinya yang kelayapan di dada Atikah.

“Jangan lama lama buk..” ucap Dirgo dengan nada tak sabar, Atikah lalu bergegas ke ruang depan, menguncinya dan menaruh kuncinya dilobang angin angin. Ia kembali ke ruang tengah dan mendapati Dirgo anaknya sudah telanjang bulat sedang duduk di kursi panjang. Atikah memerah mukanya melihat kontol anaknya yang tanpa penutup nampak tegang dan keras.

“Ayo ibuk juga harus bugil” ucap Dirgo yang melihat ibunya masih berdiri canggung.

“Begini aja Go, malu ibuk..” jawab Atikah pelan sambil tertunduk, tanganya erat memegang ujung bawah dasternya.

“Ayo ah..”Dirgo bangkit dan memeluk ibunya dari belakang,“Ayo dilepas, aku pengen liat susumu yang gueede ini loh..”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu