31 Oktober 2020
Penulis —  ahlisemprot

Bu asmi, bisakah anda mengakhiri ini??

MATI AKU! Bang Chosim pasti marah besar.

Uang bulanan untuk kost yang aku janjikan belum juga ada di tanganku.

Sedang gajiku untuk bulan ini harus terpangkas untuk membiayai pengobatan Nenek di kampung, belum lagi cicilan hutang dikoperasi.

Sisa gajiku pun hanya sedikit, bahkan tak cukup untuk makan sebulan ke depan.

Aku hanya OFFICE BOY di sebuah bank swasta di Jakarta, tepatnya di daerah Mangga Besar.

Gaji 600.000, - Rupiah perbulan belumlah cukup untuk merealisasikan mimpi mimpiku.

Sulit memang untuk hidup nyaman di ibu kota dengan modal pas-pasan sepertiku.

“Ahh aku masih punya barang untuk kugadai ..!”

“Iya.. handphone Nokia 3310 ini akan kugadai, toh nanti akan ku tebus lagi”

Gumamku dalam hati, sembari menyiapkan diri untuk segera pulang kerja.

Kulihat jam di hp menunjukkan pukul 16:25, aku bergegas pulang dengan jalan kaki menyusuri jalan raya.

Aku tak hentinya menengok kanan kiri berharap segera menemukan kios kios jual beli hp, untuk menggadai HP pemberian manager bank tempatku bekerja.

Manager itu menghadiahkan HP karena kerjaku yang gigih dan rapi.

Sebenarnya ga enak juga, mengingat ini barang penghargaan.

Tetapi apalah itu sudah terhimpit keadaan, dan benar saja, tak lama kuberjalan aku pun menemukan kios yang kumaksut.

Tak butuh proses panjang untuk bertransaksi di kios itu.

Karena memang kios itu sudah terkenal dengan title “JUAL - BELI”

Singkat cerita, aku sudah kembali ke kost tempatku tinggal.

Sedikit lega perasaanku, meski telah mengorbankan HP dan setengah uang makanku, setidaknya aku masih bisa menempati kamar kost ini sebulan kedepan.

Kamar ini tidak terlalu besar, ukuran 2, 5m x 3, 5m, dengan fasilitas kamar mandi di dalam.

Sengaja ku tempel beberapa poster bola agar terkesan ramai.

Tidak ada almari di kamar ini, sehingga aku memanfaatkan kardus mie bekas untuk menyimpan beberapa bajuku.

Lalu kasur keras kuno tanpa ranjang ku tata rapi membujur di ujung kanan dekat dengan jendela, dan kipas angin mini ku gantung di tengah ruangan, berdekatan dengan lampu 10 watt yang bercahaya orange.

Yaahh… cukuplah untuk ukuran orang sepertiku.

Ohh.. iya.. namaku Gio, usiaku sekarang 28 tahun, aku orangnya tinggi 170cm, dengan berat badan sekitar 60kg.

Sudah kebayang kalau aku ini kurus.

Wajahku juga biasa saja, hanya mungkin hidungku yang sedikit mancung.

Kulitku cokelat gelap menandakan bahwa aku berasal dari kampung.

Tapi tidak lepas dari itu semua, aku tetap berhak hidup dan menikmati fasilitas dibumi, tak terkecuali wanita.

Nah, hari sudah gelap, tak terasa aku melamun hampir 3 jam lamanya.

Aku tak tau jam berapa sekarang, karena HP biasa melihat jam sudah menjadi uang, dan uangnya tak lagi di kantong.

Tak ada yang bisa kuperbuat, spontan aku hanya tiduran di kasur keras peninggalan penghuni kost sebelumnya.

Hingga tidaklama berselang suara ketukan pintu mengagetkanku.

Segera aku bangun dan bergegas menuju pintu.

Betapa aku kaget setengah mati, ketika ku dapati Bu Asmi berdiri di depan pintu kost.

Ia tersenyum, bibir tipis berwarna merah muda yang di poles lips gloss makin membuatnya terkesan anggun.

Sekilas terlihat gigi putih rapatnya yang tertata rapi.. benar benar bibir yang sensual.

Matanya yang lebar, dihiasi alis pasangan sungguh mempesona, apalagi tatanan rambutnya yang panjang hitam lurus di biarkan terurai, sebagian menutupi setengah wajahnya.

Orang ini memang cantik, tidak.. tidak… dia lebih dari sekedar cantik.

Dia sempurna.

Kenapa kusebut sempurna, karena body nya.

Iya.. body nya yang bahenok itu, pinggang rampingnya, bahu eksotisnya, pantat semoknya.

Bentuk dada yang menjulang ke atas. astaga..!

Di depanku berdiri seorang bidadari sempurna!

Meski usianya 47 tahun, tetapi yang terlihat bukan itu.

Penampilan sopan dan elegannya seolah menutupi usianya.

Belum lagi setelan blus putih kombinasi renda di dada di tutup jas cokelat kalem dan rok span coklat tua dari bahan katun lembut.

Penampilannya makin sempurna.

Entah apa yang di lakukannya untuk merawat tubuhnya.

Mungkin senam rutin, atau berenang atau fitnes atau bahkan mengkonsumsi jamu - jamuan, aku benar benar di buatnya heran dan takjub.

Tidak terpikirkan olehku, di balik sintalnya Bu Asmi yang telah memiliki dua anak itu masih terbeber pesona yang tiada duanya.

Bu Asmi ini manager bank di tempatku bekerja, Bu Asmi-lah yang menghadiahi HP Nokia 3310 kepadaku.

“Loh.. kok diam begitu to Gio.. !? saya datang kemari cuman ingin mengembalikan HP ini”

Bu Asmi mengagetkanku, sambil mengambil HP di dalam tasnya dan menyodorkannya padaku.

“Eeehh.. anu.. kok.. Bu Asmi..” balasku penuh dengan rasa heran

“Sudah tidak apa apa. simpan baik baik hp ini, saya sudah menebusnya di kios tempat kamu menggadai. Saya mengetahui hal ini ketika pemilik kios itu mengangkat telfon saya, sebenarnya saya ingin telfon kamu, menyampaikan bahwa besok ada rapat direksi. Maka dari itu seluruh jajaran office boy diharapkan membantu persiapan jalannya rapat dadakan itu.

Penjelasan Bu Asmi membuat jantungku berhenti berdegup.

Terutama menyinggung HP itu, ya Tuhan.. malu sekali dan aku hanya bisa menganga lebar sambil melotot.

Kedatangan Bu Asmi yang mendadak itu benar - benar membuatku mati kutu.

“Tapi bu.. aku.. anu.. bagaimana bu asmi bisa tau saya tinggal di sini?”

“Saya bertanya dengan pemilik kios, dia tidak tau persis lokasi kamu. hanya dia sering melihatmu belok di gang. Lalu saya telusuri jejakmu melalui warga sekitar hingga saya menemukan kostmu”

“Aduh.. Bu Asmi.. saya tidak tau mesti bagaimana, kejadian ini memalukan sekali. Aaya minta maaf yang sebesar besarnya atas ini bu..”

“Sudahlah Gio.. jangan terlalu di dramatisir seperti itu. Lain kali kalau ada kesulitan kamu bisa konsultasi dengan saya.. barangkali saya bisa membantu.”

“Iya bu.. untuk selanjutnya saya akan mencoba berkonsultasi.. ehhh sampai lupa.. mari bu silahkan masuk. dari tadi berdiri di situ.. mari bu..”

“Mmm.. apa saya tidak mengganggu??”

“Tidak bu.. sama sekali tidak.. justru saya merasa terhormat.. mari bu masuk dulu tetapi ya gitu.. tidak ada kursi atau sofa.. tapi kalau bu asmi mau bisa duduk di kasur saya.”

“Termaksih Gio..”

Bu Asmi masuk dan duduk bersila di kasurku, sementara aku menutup pintu dan bergegas membuatkan teh untuknya.

“Gio krasan di tempat ini??”

“Krasan ga krasan sih bu.. tapi tempat ini sudah cukup layak buat saya”

Aku menuju mendekat ke bu asmi, sembari menyuguhkan teh hangat.

Lalu aku duduk persis di depannya.

Sungguh tak kusangka, aku berada tepat di depan bidadari.

Tak sengaja mataku terus mengarah ke paha putih mulusnya yang sedikit menganga karena ia duduk bersila, rok span sepahanya sedikit tergeser ke atas, bukan main mulusnya.

Semakin dalam ku pandangi semakin gelap, paha dalamnya menutupi jarak pandangku.

“Kenapa kamu jual HP itu Gio”

“Maaf bu.. itu karena saya terhimpit keadaan”

Aku menjawab dengan muka malu, tapi entah kenapa, urat maluku tiba tiba lenyap oleh pemandangan yang indah di depanku.

Mulanya aku yang diam tanpa pikiran jorok, kini otak ku di penuhi paha mulusnya Bu Asmi, payudara mancungnya, leher jenjangnya, ya Tuhan kesemuanya membuat penisku mendadak ON.

Kepalaku mulai mendidih begitu Bu Asmi merubah posisi duduknya, dari semula bersila, kini duduk bertimpuh, mungkin dia tau kalau sedari tadi ku perhatikan pahanya.

Sehingga ia merubah posisi duduknya.

Aku tak tau lagi, etika sopan ku sudah termakan oleh rasa penasaranku. Bahkan aku sudah berani memandangi buah dadanya, membayangkan bentuk dibalik kemejanya.

Uuugh.. pasti sangat nikmat jika ku mainkan dengan tanganku, pasti mulus, Aaaghh… imajinasiku semakin menjadi, ingin rasanya meniduri bu asmi.

Tidak, tidak.. tidak! bu asmi adalah orang yang menyelamatkan hidupku Tak seharusnya aku seperti ini.

Aku harus bisa mengontrol emosi.

Setan apa ini..!

Merasuk mengotori otak dan hatiku..!

“Gio, kenapa dari tadi kamu diam begitu?? saya bertanya apakah besok kamu bersedia mebata ruang untuk rapat??”

Suara lembut Bu Asmi membuyarkan lamunanku, sejurus kemudian aku berkomat - kamit mencoba menutupi apa yang sudah berkecimak di dalam diriku.

“Ee.. hh iy.. iyaa.. Bu Asmi, besok pasti saya kerjakan”

“Kenapa sih kamu terlihat begitu tergupuh - gupuh seperti itu? ada yang salah dengan pertanyaan saya??

“Tidak Bu.. Asmi.. saya.. eehh tidak ada yang salah dengan pertanyaan Bu Asmi…”

“Kamu ini aneh”

Bu Asmi membalas sinis sambil menyempitkan matanya memandang tajam wajah ku yang mulai berkeringat.

“Aneh bagaimana maksut Bu Asmi??”

“Saya rasa kipas angin sedari tadi sudah menyala, udara di luar juga tidak terlalu panas, ruangan ini cukup luas untuk di isi dua orang, lantas kenapa wajah mu berkeringat seperti itu??”

Cetus Bu Asmi, kali ini menatapku lebih tajam dan keningnya mulai di kerutkan.

“Aaahh.. ini.. ini saya memang begini Bu Asmi.. suka berkeringat biarpun sedang tidak beraktifitas”

Aku berusaha berbelok, agar aku tetap kelihatan stabil, meski aku tau tidak seperti itu penilaian Bu Asmi terhadap reaksiku beberapa menit lalu.

“Itu alasan yang tidak masuk akal Gio, mana ada orang diam dan berkeringat tanpa adanya aksi dari dalam tubuh”

“Aahh.. beneran bu, saya..”

“Jangan - Jangan kamu grogi karena keberadaan saya di sini dengan penampilan seperti ini??”

Belum sempat aku berceloteh, Bu Asmi memotong pembicaraanku dan menusukku dengan kata - kata yang makin membuatku serasa mual.

“Saya sangat mengerti Gio, mungkin ini karena tempat kamu yang tidak ada sofa, sehingga saya duduk di kasurmu dengan posisi seperti ini, saya maklumi karena pada dasarnya semua lelaki juga begitu”

“Maksut Bu Asmi…??”

Alamaakkk… mampus aku!

Cara bicara orang ini benar - benar makin membuatku mual.

Dalam keadaan seperti ini masih saja dia bisa berkelit dengan bibirnya yang di poles Lips-Gloss bening itu.

Orang ini membuatku tidak berkutik!

“Sepertinya tidak perlu saya jelaskan lagi Gio, bahwa memang hampir semua lelaki akan berbuat hal sama seperti kamu saat ini, jika berada di posisi sekarang. Itu juga tak lepas dari caraku berpakaian, seharusnya saya mengenakan celana atau jeans atau kebaya. Tetapi justru saya mengenakan span kerja ini, celakanya lagi di tempatmu tidak ada sofa.

“Eee… itu.. eh.. ini sungguh bukan.. saya.. tapi Bu..”

Busyett!

Orang ini.. terlalu dewasa!

Terlalu mengerti tentang seorang lelaki, terlebih lelaki mesum seperti ku!

Apa yang harus ku lakukan sekarang, bahkan kata - kata ku pun sudah tidak keluar dengan lancar.

Lidahku kelu menyadari ternyata Bu Asmi lebih menguasai keadaan.

Bahwa ternyata Bu Asmi lebih mengetahui apa yang telah kucoba sembunyikan.

“Kamu suka dengan paha saya Gio..??”

Buju bussyeeetttttt…!

semakin aku terpojok, oleh semua kata yang ia lontarkan.

Serasa aku adalah kelinci kecil yang terkurung.

Ingin keluar bebas tetapi tidak mempunyai kunci untuk membuka kandangnya.

Ini menyulitkanku…!

Semakin ku tutupi semakin aku terlihat bodoh.

Aku terperanjat seperti patung.

Kaku mengeras, bahkan mungkin nafas ini seperti tidak berhembus.

“Kamu pun terus memandangi dada saya, bicaramu tidak karu - karuan. Kamu mulai tidak nyambung saya ajak ngobrol.”

“Gio…”

“Gio .. !” Sentakan Bu Asmi membuyarkan aksi mematungku.

“I.. Iya bu.. Asmi.. maaf, saya.. tetapi ini memang membuat saya grogi bu”

Bu Asmi tersenyum.. dan hanya tersenyum sambil tetap memandangku dengan tatapan aneh.

Semula dia duduk bertimpuh, kini dia merubah pola duduknya.

Dia duduk dengan kedua kaki di depan, lututnya di tekuk sehingga bertemu dengan dagunya.

Lalu ia membukanya kedua lutut itu.

Membuka selebar - lebarnya ke arah berlawanan.

Posisi badannya yang tegap kini di condongkan ke belakang.

Tangan kirinya menyangga di belakang badannya.

Dan tangan kanannya menyingkap rok spann cokelatnya ke atas, pelan.. perlahan.. halus sekali ia melakukan gerakan itu.

Tidak ada suara yang keluar dari bibir ber Lips-Glossnya.

Hanya bibirnya membuka sedikit, seperti orang tertidur pulas.

Kedua matanya yang lebar kini sedikit menutup.

“Kini, apa yang akan kamu lakukan Gio??”

Gio.. apa yang akan kamu lakukan… dengan keadaan seperti ini??

kau masih saja seperti itu, bukankah ini kesempatan untukmu Gio..

Bu Asmi terus saja berceloteh, namun telingaku seakan buntu.

Semua alat inderaku hanya tertuju pada satu titik.. tak lain adalah gundukan di ujung paha Bu Asmi.

Pemandangan itu benar benar membuatku harus menelan ludah beberapa kali.

Tapi tetap saja tenggorokanku terasa kering, seakan haus oleh sesuatu yang banyak.

Semakin ku pandangi gundukan itu semakin Penisku meronta ronta, seakan ingin keluar dari jeratan laut luas.

Gundukan itu berwarna merah muda.

Merah muda yang tipis dan halus… ahhhh… aku tau.. itu pasti warna celana dalam Bu Asmi.

Celana dalam tipis transparant yang mulai di genangi cairan aneh.

Dan kini cairan itu melumuri gundukan itu.

Sejurus kemudian, terlintas jari jemari Bu Asmi mulai menari di gundukan itu.

Gerakan tarinya naik turun dan sedikit menekan ke arah dalam.

Ke empat jarinya merapat seakan ingin menampar gundukan merah muda itu.

Lalu satu jari lainnya berusaha menusuk nusuk dengan khidmat.

Ku lihat Bu Asmi menarikan jarinya dengan tanpa suara, tetapi seakan menggema ke seluruh ruangan kost ku.

Ya Tuhan… pemandangan apa ini.. aku tak kuasa melukiskan semua ini.

Sementara Bu Asmi masih saja terus beraksi dengan gerakan gerakan yang aku sendiri tak tau dari mana datangnya.

Meski nafasnya tersengal sengal seperti orang habis berlari, tetapi justru terlihat menggairahkan.

Jari jarinya yang menari nari di celana dalamnya itu kini berusaha menarik kasar.

Menggenggam erat celana dalam merah muda itu dan menarik paksa.

Di tariknya celana dalam itu sembari mengangkat badannya.

Seperti setan yang terbakar, dia beranjak berdiri dan mengenggam rok spannya, di tariknya ke atas.

Berjalan dengan langkah tertatih menujuku, dengan muka memelas seakan menginginkan pengampunan.

Gio.. lakukanlah.. jangan membuat saya merasa tidak berharga.. Segeralah siksa saya.. Gio.. saya sudah menantikan momen ini untuk waktu yang lama. Tidak kah kamu merasa kasihan pada saya Gio !?

Rintihan Bu Asmi terdengar lirih, bahkan hampir tidak ku degar dengan baik.

Persetan denganmu Gio!

Sebentar menghentak dan dengan kasarnya Bu Asmi meraih kepalaku.

Di cengkramnya erat erat.

Lalu menariknya ke sela sela paha putih mulusnya yang tanpa kerutan itu.

Di tekannya dalam dalam kepalaku di kegelapan pahanya.

Aahh… aaahh… aaaaaa.. hhh… Gio… aahhhh… berikan lidahmu… Gio…

Serasa tertekan dan terhimpit, aku pun menuruti apa yang di perintahkan bibir sensualnya.

Kujilati..!

Ku hisap..!

bahkan sedikit ku gigit dengan penuh kemurkaan!

Aaahh… Gio.. oooouuuhh… oohh… oohhhh… hhhhh… iya.. Gio.. iya.. begitu… ooohhh… ohhh

Semula tanganku yang diam tak berkutik, kini mendapat satu kekuatan binal, tanpa aba aba melejitlah tangan ku mencekam dan meremas pantat Bu Asmi.

Kasar kuperlakukan pantatnya dan sambil tetap ku ganyang memeknya yang di tumbuhi rambut hitam ikal itu.

Gio… oohh… Gio… ooooooooohh… hhh… ooooohh…

Bu asmi tiba tiba mundur beberapa langkah.

Dengan muka berantakan ia memandangku penuh dendam.

Di bukanya jas cokelat itu, lalu di bantingnya ke samping.

Begitu juga dengan kemejanya, dengan tergesa gesa Bu Asmi melepas kancing kemeja itu.

Sementara tangan satunya berusaha keras membuang rok spannya yang masih melilit paha Bu Asmi.

Kini tinggalah bra nya yang masih utuh menempel di dadanya.

Memang.. dada Bu Asmi tidak sebesar itu, tetapi bentuknya yang mancung itu… ya Tuhan..

Kembali Bu Asmi mendekat, merendahkan badannya dan merangkul leherku.

Di kecupnya kening ini sekali.

Setelah itu di tariklah leher ini sekencang mungkin.

Sehingga aku pun terdesak ke depan dan menindihnya dalam posisi setengah duduk.

Tanpa ragu lagi ku gasak habis semua leher Bu Asmi.

Ku lumat semua sisi di lehernya, merangsak naik ke pipi nya banhkan ke bibirnya.

Bu Asmi menyambutnya dengan mengulum lidahku lalu memainkan lidahnya seperi orang sedang mengunyah.

Hal ini berlangsung cepat.

Secepat Bu Asmi meraih baju dan celana kolorku, lalu melepasnya dengan paksa sambil mengunyah bibirku.

Semakin aku di bawanya ke alam yang dia maksut.

Kini aku mengerti apa yang di sebutnya, Menahan lama untuk ini

Setelah akhirnya Bu Asmi berhasil melucuti semua yang kukenakan.

Ia meminta untuk segera menyelesaikan semuanya.

gio.. cepatlah.. selesaikan semua ini, Saya berjanji tidak akan membuatmu kecewa.

lakukanlah Gio, lakukan dengan segala rasamu

Tak elak aku pun langsung menuju pemandangan yang sudah membuatku merasa kecil.

Kusodorkan Penisku yang sudah mendidih ini tepat di depan memek Bu Asmi.

Tidak akan kusia sia kan momen ini.

Aku akan membalas dendam atas siksaan yang telah ku terima.

Cepatlah Gio.. Saya tidak bisa menunggu lebih lama lagi…

Aku tak perduli dengan rintihan rintihan Bu Asmi.

Aku hanya menempelkan kepala penisku di antara belahan memek Bu Asmi yang berwarna cokelat kelam itu.

Ku geser geser naik turun membelah hutan ikal yang tumbuh di sekelilingnya. aahh… ahhh… Gio… nikmat… nik.. maatt.. Gio… Siksa saya… terus Gio… Hajar saya… ooohhh… oohhh…

Berkali kali kugeser geserkan kepala penisku di liang memeknya.

Tetapi itu belum cukup untuk ku membalas rasa penasaranku.

Tadi aku di buatnya menderita, sekarang lah giliranku untuk membuatnya menderita juga.

Terus dan terus ku geser tiada henti.

Semakin cepat dan makin cepat.

Suara yang keluar dari gesekan itu makin membuatku bersemangat untuk mempercepat.

Suara pertemuan antara daging lunak dan cairan Bu Asmi membuatku semakin kalap.

Gio.. aahh… aaahhh… saya mohoonn…

Bah.. persetan!

Akan Ku buat Bu Asmi sama menderitanya sepertiku.

Oouuhh.. ouuhh…

Bu Asmi mendesis, menjerit, dan berkali kali berbicara aneh tapi dengan nada yang lembut.

Keringat yang mengucur di lehernya mulai terlihat.

Mata nya yang terus2an berkedip itu kini semakin di rapatkannya.

Bibir sensualnya yang menganga lebar dan terus bersuara.

Gio.. Gio… kamu harus menyelesaikannya Gio… Ampuni saya.. ooohh.. ooohhh…

Setelah lama ku bermain dengan menggesek gesek kan kepala penisku.

Kini aku berusaha memasukkannya.

Memasukkannya lebih dalam dan dalam lagi.

Dengan perlahan… perlahan.. dan perlahan..

Nyaris tanpa suara di antara kami berdua.

Bu Asmi yang tadinya terus terusan berdecis, sebentar dia melotot dan menganga tanpa suara.

Begitu penisku masuk dan berdiam diri di memeknya.

6 detik.. 7 detik..8 detik.. dan mulai ku goyang maju mundur.

Menusuk nusuk penuh irama.

Bergoyang dengan tertatur tapi mematikan.

Kali ini Bu Asmi benar benar tidak bersuara!

Suara gaduhnya telah di telan oleh sesuatu yang menyumpalnya.

Iya.. suara gaduhnya telah di telan oleh penisku yang berusaha mengoyak memek Bu Asmi.

10 menit..

15 menit..

20 menit…

Akhirnya kuhentikan semuanya.

Aku merobohkan diri di atas tubuh Bu Asmi.

Kami sama sama saling merobohkan diri dan kini terbaring saling menempel.

Penisku yang masih berkedut kedut tetap bertengger di dalam memek Bu Asmi.

Serasa hangat dan lembab, bahkan basah.

Capek luar biasa…

Keringat kami saling bertemu.

Lalu kurobohkan badanku kesamping Bu Asmi.

Sambil menghela nafas panjang.. ku menoleh ke arah Bu Asmi.

Dia masih terpejam dan bernafas terburu buru.

Terimakasih Gio..

Hanya itu kata kata yang keluar dari mulut Bu Asmi setelah sempat tanpa suara.

Bu Asmi menyandarkan lehernya di tanganku.

Dia miring ke arahku dan sesekali menepuk netuk pipiku penuh dengan arti.

Senyumnya yang selalu hadir mengarah dekat ke bibirku.

Di ciumnya ujung bibirku dengan durasi pelan sekali, lalu delepaskannya dan kembali menepuk nepuk pipiku.

Bu Asmi, bagaimana kalau nantinya Bu Asmi hamil?? Tadi saya tidak bisa mengontrol diri, dan sperma saya terlanjur keluar di dalam memek Bu Asmi.

Kataku membuka pembicaraan.

Saya ini janda Gio..

Huh.. !?? Bu Asmi janda??

iya, kau benar.. saya janda, ini merupakan tahun ke 8 bagi status janda saya.

tetapi bu.. saya sudah mengenal Bu Asmi 6 bulan ini, saya baru mengetahuinya sekarang, Bu Asmi tidak terlihat janda di mata saya bu, saya melihatnya seperti orang normal lainnya, seperti keluarga utuh lainya.

memang benar, di luar saya selalu tegar Gio.. tetapi sesungguhnya saya ini rapuh. Banyak hal yang tidak kamu tau. Banyak kejadian yang mustinya kamu tau. Mungkin ini sebagai awal untuk kamu mulai mengetahuinya

Malam itu kami terus bercengkerama.

Saling menceritakan kisah masing masing.

Begitu lama kami bercerita, dan kini aku hampir mengenalnya secara utuh.

Bu Asmi mengenakan kembali perangkat perangkat yang di gunakannya sebagai pelindung badannya.

Celana dalam nya yang belum kering.

Kemeja kusutnya.

Jas kerjanya yang terpojok di ruangan.

Lalu rok spannya yang tergeletak di dekat pintu.

Aku tertawa cekikikan melihatnya bingung kesana kemari hanya karena ingin mengambil baju bajunya.

Dalam hati ku bertanya itu tadi perasaan di taruhnya di deket deket sini, kenapa bisa sampai ada di ujung sana

Malam yang menakjubkan!

Ini malam ku yang benar benar menakjubkan!

Bu Asmi sudah selesai dengan kesibukannya.

Dia segera berpamit pulang.

Gio.. saya harus pulang, anak anak saya mungkin sudah menunggu di rumah, mereka selalu melakukan makan malam bareng dengan saya, dan hari ini saya sudah telat

Iya Bu Asmi, terimakasih sebelumnya

Aku menjawab Bu Asmi masih dengan keadaan telanjang.

Lalu dia pergi begitu saja.

Di tutup pintu kamar kost ku dan… tinggalah aku terkapar lesu.

Dengan wajah pucat kehabisan keringat, ku pejamkan mata mencoba menyesali apa yang sudah terjadi.

Tetapi penyesalan itu tak kunjung ada, justru sebaliknya… bahagia yang terasa ini menghiasi ruang ruang kosong di hidupku.

Akupun mulai mencoba tertidur.

Belu sempat aku benar benar tidur.

HP ku berbunyi.

Aku sambar dan ku check.

Ada 1 message tertera di sana.

Ku buka…

mungkin besok kamu berkenan menggadaikan HP mu lagi, maka saya dengan senang hati menebusnya

“TULILUT.. TULILUUTT…”

bunyi itu terdengar lirih di HP ku.

Sempoyongan tanganku meraihnya, melihat lalu memastikan HP ku benar2 berbunyi.

“Bangun Gio, waktumu tidak banyak untuk segera mempersiapkan ruang rapat hari ini”

sms Bu Asmi mengingatkan tugas yang harus kuselesaikan hari ini.

Segeralah ku meluncur mandi, setelahnya mengenakan seragam biru dan celana bahan warna hitam.

Lalu segera meninggalkan kost dan berjalan menuju tempat kerja yang memang dekat dengan kostku.

Dengan semangat ku tata serapi mungkin ruang untuk rapat yang berukuran 5m x 6m itu.

Ku taruh beberapa tanaman hias di dalam pot, di setiap sudut - sudut ruangan.

Dan pajangan pajangan foto berisi anggota team sukses menghiasi ruangan itu.

“Selesai.. Bu Asmi pasti terkesima.. harus.. Bu Asmi harus tertegun melihat tatanan ruang rapat ijni”

Gumamku terkekeh dalam hati.

Tak lama kemudian anggota rapat pun berdatangan, termasuk Bu Asmi yang mulai masuk duluan, membuka pintu dan mempersilahkan lainnya.

Rapat berjalan singkat dan cepat.

2 jam kemudian mereka mereka keluar dan saling berbisik antar lainnya.

“Gio”

“Iya.. Bu Asmi?? Rapat sudah selesai??”

“Sudah Gio, gih kamu bereskan”

“Iya Bu..”

Dengan sigap ku setengah berlari memasuki ruangan itu.

Ku kembalikan hiasan - hiasa dan tanaman2 yang memang tempat asalnya bukan di situ.

Hingga semua selesai dan kembali menjadi ruangan membosankan.

Yang sepi, dan terngaung setiap kali berbicara sedikit keras.

Ruangan ini membosankan.

Sebentar aku melamun tentang ruangan, terdengar bunyi pintu terbuka.

Dan aku menoleh ke arahnya.

“Loh, kamu di sini rupanya, tadi saya ke dapur mencarimu tetapi tidak saya temui, saya berpikir mungkin kamu belum kelar dengan beres-beresmu”

Bu Asmi berbicara kepadaku sembari berjalan anggun menuju ku.

“Iya, Bu Asmi.. saya masih di sini.. ada apa Bu Asmi??”

“Tidak, saya hanya ingin menyampaikan ini”

Bu Asmi menyodorkan amplop putih kepadaku. Sambil senyum di bibirnya yang tanpa memperlihatkan gigi.

“Ini apa bu??”

“Terimalah, ini sekedar upah tambahan buat kamu Gio, kamu pasti membutuhkannya”

Kuterima amplop itu dan langsung kumasukkan saku tanpa melihatn apa isinya. Tapi aku yakin itu adalah lembaran uang di dalamnya.

“Gio, mengenai hal kemarin malam.. saya minta maaf. Mungkin aneh bagimu, tetapi jujur saja bagi saya itu suatu kecelakaan sekaligus sebuah pengalaman bagi saya. Mungkin juga tidak sopan, tetapi patut kamu ketahui Gio. Saya menjadi terobsesi karenamu. Justru terhentinya titik kepuasan yang saya alami membuat saya penasaran.

Bu Asmi menyudutkanku dengan segambreng ulasan, sontak aku jadi teringat hal kemarin yang sudah kuperbuat dengan Bu Asmi.

Hal itu membuatku sedikit canggung dan merasa tertekan.

“Jika tidak keberatan, saya ingin kembali mengulangnya, dengan suasana dan sikon yang mendukung, semua dilakukan secara benar. Bagaimana?? Sebagai imbalannya, kamu tak perlu susah payah memikirkan keseharianmu, saya siap menanggunggnya, selama kamu bisa bekerja secara profesional”

Bu Asmi melanjutkan. Dia memasang tawaran yang benar2 membuatku terhenyak. Jauh di dalam hatiku berkata bahwa ini adalah kesempatan. Kesempatan untukku berpetualang sekaligus memperbaiki sisi kehidupanku yang raib oleh keadaan.

“Baik Bu Asmi, saya terima tawaran anda. Tetapi dengan satu syarat, saya tidak bertanggung jawab atas kehamilan yang mungkin nantinya terjadi pada anda. Dan saya ingin bersih, saya tidak mematok berapa kisaran harga yang harus Bu Asmi berikan. Pada intinya saya tak mau mengambil resiko terlalu besar.

“OK, saya setuju. Itu artinya kita deal??”

“Iya.. kita deal”

Selasa, 15 November 2009.. pukul 17.00.

Aku sudah berada di hotel Cemp**a, daerah jakarta pusat.

Hotel bintang tiga, sederhana yang sudah di booking oleh Bu Asmi pagi tadi.

Sesuai instruksinya di telfon, aku segera check in di kamar 12, di mana di dalamnya tersedia satu ranjang besar, berseprei putih, 2 bantal 1 guling yang juga bersarung putih bunga - bunga di lengkapi selimut tebal.

Televisi 21” yang terpasang di tengah dinding menghadap ke ranjang, satu kamar mandi, meja rias dan 2 kursi kayu yang di letakkan di bawah televisi.

Ruangan ini sedikit lebih besar dari tempat kost ku, bedanya di sini bersih dan harum, nyaman sekali rasanya di ruangan ini.

Televisi kunyalakan, pintu kamar hotel kututup.. dan aku rebahkan diriku sambil menikmati berita acara.

Yang sejujurnya aku sudah menunggu berdebar2 atas kedatangan Bu Asmi.

malam ini adalah malam pertama atau kejadian kedua antara aku dan Bu Asmi. Bakal terjadi pertempuran hebat di ruangan nyaman ini, sebentar lagi.

Setelah kesepakatan 5 hari lalu yang Bu Asmi buat, akhirnya pada kesempatan ini terjadilah suatu janji.

Di mana Bu Asmi menggunakan jasaku sebagai pemuas birahinya.

Sejenak aku membayangkan apa yang bakal terjadi di sini, sedangkan aku sendiri baru pertama kali berada di tempat seperti ini dengan tujuan sebagai lelaki pemuas nafsu.

Bu Asmi sebagai janda yang haus akan belaian laki laki, memaksaku berimajinasi berlebihan.

Banyak hal yag terbesit di otakku.

Kulit mulusnya, paha nya, meski dadanya yang tidak besar tapi tetap saja menarik.

Lalu memeknya yang berkerut berwarna hitam dan jembut tipisnya yang membuat kontolku sedikit bentrok dengan CD.

Semua yang ada di tubuh Bu Asmi akan kunikmati malam ini, sungguh tidak ku sangka.

“Tok… tok… tok…”

Suara ketukan pintu..

Aku segera bangun dari ranjang, dan membukakan pintu.

“Gio..”

Bu Asmi menyapa, sembari memeluk leherku dengan jari jemarinya yang mungil panjang.

Ia menatapku lekatlekat, matanya berbinar, hidung kecil nan mancungnya berdengus lambat. Bibir nya menganga sedikit, dan masih dipolesnya Lips Gloss.

Ia menarik leherku mendekat ke wajahnya, lalu menempelkan dahinya pada dahiku. Lalu dengan sangat lembut mengecup bibir bagian atasku, dan di lepaskannya dengan cepat hingga menimbukkan bunyi berdecak “Cpok…”

“Sebaiknya Bu Asmi masuk dulu Bu..”

Aku membuka pembicaraan.

Menuntun pinggang Bu Asmi untuk memasuki ruangan, sementara aku menutup dan mengunci lagi pintu. Bu Asmi berjalan membelakangiku dengan langkah kecilnya yang begitu anggun. Ia melepaskan blazer hitamnya, lalu menaruhnya begitu saja di ranjang, Lalu Slim bagg ber merk “Victoria Secret” dibantingnya di sebelah blazer.

Kini, Bu Asmi hanya mengenakan bra dan Celana Dalam.

Makhluk di depanku itu, sungguh mempesona. Dari sini aku bisa melihat, kulitnya yang mulus terawat benar. Rambut panjang hitam lurusnya menutupi sebagian dada kirinya, menutupi sebagian bra hitam legamnya. Perutnya yang kecil padat, dan sama sekali tak nampak guratan.

Astaga… usia paruh baya benarbenar tak terlihat pada Bu Asmi. Dia begitu terlihat masih muda dan fresh.

“Apa yang kau tunggu.. Gio.. saya sudah berada disini, kemarilah…”

Bu Asmi berbicara sangat lirih, ia duduk di tepi ranjang sambil menumpuk kedua kaki, lalu jari jemari tangan kanannya bermainmain di ujung lututnya. Sementara tangan kiri menyangga tubuhnya di belakang pinggang. Posisi seperti itu membuat dadanya membusung, sangat menggoda. Begitu mempesona, kembali lagi tersirat dalam pikiranku bahwa makhluk di depanku adalah Bidadari.

“Iya.. Bu Asmi..”

Aku hanya bisa menjawab singkat, karena tak ada kata lain yang mampu kujawab untuk mewakili rasa kagumku pada Bu Asmi.

Aku menghampirinya, duduk di tepi ranjang tepat di sampingnya. Aku menatap dalam wajah Bu Asmi, terutama matanya. Kusibak rambut lembut yang menutupi sebagian wajahnya yang juga terus menikmati mataku. Sedekat ini, tubuh Bu Asmi tercium aroma Melati Panvell Night, menjalar masuk ke hidungku dengan lembut.

Sejurus kemudian, wajah kami semakin mendekat. Ada sesuatu, seperti energi yang sangat kuat, menuntun kami untuk saling mendekat, tujuannya adalah bibir. Bu Asmi sedikit memiringkan wajahnya, dengan tempo yang sama aku pun memiringkan wajah ku ke arah berlawanan. Hal semacam itu terjadi begitu saja, dan sangat pelan..

Kami saling menggigit, tidak sakit, bahkan ketika Bu Asmi menghisapnya. Mengulum.. menjulurkan lidah.. juga sesekali menelan ludah. Menjijikkan!

Tapi jujur… itu nikmat sekali. Kami melakukannnya terus menerus, semakin lama nafas Bu Asmi semakin tersenggal, seperti orang hampir tenggelam pada luasnya laut.

Tak hanya itu…

Tanganku yang semula diam, kini bergerak dengan perlahan. Mencaricari sesuatu di dalam tubuh Bu Asmi. Aku berusaha menemukan buah dadanya, tak sulit, aku hanya butuh merapa pahanya, naik ke perut Bu Asmi, lalu naik lagi. Tanganku berhasil menemukannya, bulatan kecil itu berhasil kupegang. Tapi masih terasa kasar, Masih terbungkus ketat oleh bra hitamnya.

Tanpa melepas bra yang di kenakan Bu Asmi, aku terus meremas dadanya, itu membuat Bu Asmi sesekali menghentikan kulumannya di bibirku, tapi tidak melepasnya, kemudian mengunyah lagi dengan nafas yang terburuburu. Sementara tanganku terus memutar dan meremas dada Bu Asmi, dengan gerakan tak beraturan kadang mencekram kadang meraba juga sesekali memilin putingnya dari luar bra Bu Asmi.

Tibatiba ada yang mencekram tanganku, menariknya lepas dari bra nya. Lalu megarahkan nya pada bagian bawah dengan paksa. Bu Asmi menginginnkan agar tanganku tak hanya bermain di dadanya, memeknya juga ingin di sentuh. Tanpa melawan, kuturuti kemauannya, tanganku menyelip masuh ke dalam celana dalamnya dari bagian bawah pusar.

Masuk semakin dalam dan berhenti pada kerumunan jembut Bu Asmi. Aku membelainya dengan penuh irama, mengeluselus ke atas ke bawah, lalu semakin kebawah… dan kutemukan sebuah gundukan kecil. Gundukan memek Bu Asmi yang sudah banjir oleh lendir hangat dan kental. Aku sempat berhenti di situ, lalu merabarabanya kembali.

Tak hanya itu, satu jari tengahku mulai mencoba memasukmasuk kan pada lubang hangat memek Bu Asmi. Memasukkannya pelan dan masuk… masuk… hingga semua jari tengahku tenggelam. Kukeluarkan lagi jari tengahku, memasukkannya lagi, kini lebih cepat, memasukkan lalu keluar lagi, masuk lagi dan keluar lagi…

“Ashhh… uuhhh.. hhh.. uhh.. uhh… Gio… hhh… uhh.. aahh.. aaaaahh..”

Bu Asmi dengan cepat melepaskan ciuman yang sudah sangat lama dilakukannnya pada bibirku, lalu menjerit tak karuan. Ia menggelinjang, posisi yang awalnya ia duduk miring menghadapku. Kini dengan cepat ia menjatuhkan badannya ke ranjang. Kedua kaki yang tadinya menumpuk, kini terlentang, menganga ke kanan dan kiri sangat lebar.

“Oohhh… ouhh… Gio… nikmat… nikmat sekali Gio.. Teruslah seperti itu… hhhmmm… mmmhh… oohh.. oohh.. hhh… Terus Gio… Teruss.. aagghh.. hhh..”

Aku tak mempedulikan apa yang Bu Asmi katakan, aku terus memasuk dan mengeluarkan jari tengahku pada memek Bu Asmi. Bahkan kini aku memasukkan jari telunjuk untuk ikut serta mengocok memek Bu Asmi. Bu Asmi semakin menggila, ia menggigit bibirnya sendiri, memejamkan matanya rapatrapat, kedua tangannya mencekram seprai putih, menariknarik nya, pantatnya di angkatangkat, lalu di jatuhkannya berdebam menghantam pinggiran ranjang, lalu menjerit dan berdesis tak karuan.

“Gio.. oohh.. Gio… uuuhhmm… uuhh… uuhh… nik.. matt.. seka.. li.. Gio.. Nikmat… sekali… oohh… ohhh…”

Aku merasa, bahwa celana dalam Bu Asmi harus kulepas, itu mengganggu kerjaku.

Aku hentikan sejenak kocokanku pada memek Bu Asmi yang susah benarbe ar banjir. Aku melepas Celana dalam hitam yabg di kenakannya, lalu membuangnya.

Kini…

Terlihat sudah… Memek Bu Asmi yang sudah merekah, memerah dan menggunduk itu. Cairan bening kentalnya menetes merambat mengalir di menggaris ke lubang Anusnya. Memeknya membuka, kulihat waena merah muda di dalamnya. Sementara jembutnya yang ikal tipis menghiasi meme bagian atasnya.

Ohh Tuhan… indah sekali pemandangan ini.

Aku mendekat.. berusaha melihat lebih jelas, menikmati keindahan di balik body mulus milik Bu Asmi. Semakin aku mendekat, sangat dekat dwngan memeknya. Aroma khas mulai tercium oleh hidungku. Aku semakin bernafsu. Aku ingin menjilatnya, aku ingin mengulumnya aku ingin memainkan lidahku di sana. Dan aku mulai melakukannya.

Kujulurkan lidahku, pada ujubg bagian memeknya, ada benjolan kecil menonjol di situ. Aku menaruh lidahku di situ, menempelkan dan menggerakgerak naik turun, sehingga benjolan kecil itu juga ikut bergerak seirama. Aku terus menaik turunkan ujung lidahku pada benjolan itu, semakin cepat dan semakin cepat, menimbulkan bunyi campuran cairan dan gerakan lidahku “clokk clokkk clokkk..

Aku juga memasukkan jari tengahku pada lubang memek Bu Asmi. Kembali mengocoknya, memasukkannya dua jari sekaligus, dan tanpa ampun menyiksa Bu Asmi.

“Aaargghhhh… aaarghh… aaahhhhh… Gio.. Gio… Gioooo… aarghhh…”

Bu Asmi mendesis semakin keras, ia menjambak rambutku dengan kedua tangannya. Ia menekan kepalaku sekuat tenaga. Sambil terus menganggkat pantatnya. Kepalaku berasa di himpit dan membuat ku susah melakukan jilatan pada memek Bu Asmi, tapi aku terus melakukannya.

“Aargghhh Setan kau Gio… Cepatlahh… Jangan siksa aku dengan cara ini.. ooohh… ohh… uhhhgg… Setan!… kau benarbenar Keparat…”

Bu Asmi semakin meracau, ia semakin tak bisa mengotrol katakatanya. Ia terus menyebut katakata kotor di iringi desahan tak hentihentinya.

“Aarrgghhhhh… Aaaaarrrgghhh… ke.. paraatttt…!”

Setelah ia berteriak dengan nada seperti itu, kemudian ia lunglai… badannya melemah, dan suara nafasnya memburu bak habis berlarian di tengah terik Matahari.

Sementara, memeknya berkedut dan mengeluarkan banyak cairan kental. Rasanya sedikit asin, dan aku menelannya. Memberaihlan semuanya dengan mulutku, hingga benarbenar bersih. Cengkraman tangan Bu Asmi mengendur pada rambutku. Lalu di jatuhkannya ke samping pantat Bu Asmi. Ia telah terkulai tak berdaya.

Aku menghentikan kulumanku di memek Bu Asmi. Aku naik dan tidur miring di sampingnya. Sambil mengusap keringat yang berkucuran di dahinya.

Kedua mata Bu Asmi masih terpejam, dengusan nafasnya sudah mulai teratur. Aku mengecup keningnya. Lalu Bu Asmi memegang erat jari jemariku. Membuka matanya dan menatapku dengan penuh arti. Kemudian memintaku untuk mengecupnya sekali lagi, dan aku melakukannya.

“Kau hebat Gio, kau pantas menjadi lelaki sejati”

Bu Asmi berbicara hampir tanpa suara.

“Bu Asmi juga hebat, sudah sekian ini masih sangat mulus dan padat. Bu Asmi seorang Bidadari, usia tak mengurangi kemolekan yang Bu Asmi miliki, saya mengaguminya Bu, dan saya menyukainya.”

“Benarkah begitu Gio? Menurutmu aku masih terlihat cantik?”

“Lebih.. lebih dari pada itu Bu.. Bu Asmi masih pantas jika mendapat suami seorang perjaka.”

“Dasar Gombal kau Gio.”

“Saya berkata yang sebenarnya Bu. Apakah Bu Asmi tak mempercayai ucapan saya?”

“Kau setan Gio, setan yang baru saja membunuhku. Aku tak mempercayai katakatamu.”

Sambil tersenyum, ia menganggapku Setan. Lalu ia mencium keningku. Dengan sangat mesra dan tanpa suara. Ia memperlakukanku layaknya seorang kekasihnya sendiri.

“Hentikan! Hentikan tanganmu Setan! Kau terus saja meremas dan mengelus dadaku!”

“Saya tak perduli. Di sini tak ada yang bisa menolong Bu Asmi.”

“Aku akan melaporkan ini pada kekasihmu, jika kau tak menghentikannya.”

Bu Asmi mengancamku, ia melakukannya dengan mencoba melepas satu persatu kancing bajuku. Ia bangkit, mendorongku hibgga aku terlentang. Dengan sigap ia meninggangi perutku. Ia menguncir rambutnya, lalu kemudian melepas bra hitamnya, dan membuangnya entah.

Kemejaku di lepas dengan paksa, celana jeans “Crocodileku” juga ia lepas dengan paksa. Celaba dalamku pun di tariknya hingga

Berada di paha, lalu melucutinya hingga aku benarbenar tanpa busana.

Benar saja, kontolku mengacung dengan tegaknya setelah tak ada lagi yang menghalangi gerakgeriknya.

Mata Bu Asmi melotot hampi keluar. Mulutnya menganga lebar, ia melongo. Terdiam beberapa detik dan tersenyum nakal ke arahku.

“Ini akan menjadi milikku setiap hari Gio, camkan itu”

Kemudian ia dengan rakus melahap kontolku yang sudah mengacung keras penuh otot yang keluar di batangnya. Ia mengulumnya, menjilatnya sesekali menghisap.

“Affhh… Bu… Asmi.. aahh.. aaahhh”

Bu Asmi kembali menelannya seakanakan ia lapar. Gerakan kepalanya naik turun berirama, tadinya sering gigi mengenai kepala kontol kibi sudah tak berasa lagi. Ia sudah mulai mahir dalam mengulum dan mengenyot kontolku. Ia menikmatinya.

“Ayolah Gio… cepat berikan aku spermamu… Aku tak sabar ingin menelannya..”

Bu Asmi merintih memohon agar aku segera mengabulkannya.

Bu Asmi semakin cepat mengocok kontolku dengan mulutnya. Rasanya semakin menggila. Sekujur tubuhku memanas, otak di kepalaku berasa kesemutan. Sontak aku bangun, posisi duduk dengan kedua kaki lurus ke samping kanan dan kiri. Sementara Bu Asmi di tengahtengah, di hadapanku sedang asi mengulum kontol besarku yang berotot.

Aku sudah tak tahan lagi, perutku terasa kaku. Spermaku sudah tak kuasa kubendung lagi. Ia sudah berada di ujung kepala kontolku. Bu Asmi terus saja menyiksaku, membuat kontolku semakin menjadijadi. Aku memekik panjanh, atas apa yang kurasakan.

“Oooooooohhhh Bu Asmi… Saya keee.. luaarr… oohhhhhh… ooohhhhhhh… oohh…”

“Crootthh… croothh… crotthhh…”

Cairan putih kental dan hangat telah keluar dari kontolku. Memenuhi mulut Bu Asmi yan menganga. Bu Asmi benarbenar menelannya seperi ice cream. Ia menjilati sisa sperma yang bermuncratan di pipi dan hidungnya. Dengan mencolek jari dan memasukkannya ke dalam mulut. Tak tersisa!

Kontolku bersih kembali oleh mulut Bu Asmi. Orang ini benarbenar sudah gila!.

“Tak rugi aku membayarmu Gio, Spermamu nikmat sekali, begitu kental dan banyak aku menelannya semua.”

Rasana akusangat lelah, tubuhku tibatiba terkulai lemas tanpa tenaga. Berasa sedang melayang. Aku terpejam sambil mengatur nafasku. Seperti ini yang tadi juga di rasakan Bu Asmi. Iya… sama persis seperti yang kurasakan sekarang. Kontolku masih mengacung, tetapi sudah tak seperkasa tadi, dan rasanya ngilu sekali.

“Eeeeehh… Bu.. Asmi!”

Aku memekik kaget, ketika aku membuka mata, sedangkan Bu Asmi sedang memegang kontolku, ia berusaha memasukkan ke memeknya, ia menunggangi kontolku yang baru saja memuncratkan cairan kental.

“Aku tak mau membuatmu lelah dan tertidur, aku akan membunuhmu Gio!”

“Tapi Bu.. sebentar.. Biar.. Biarkan saya mengambil nafas dulu Bu.. Tunggu Bu Asmi.. Dengarkan saya…”

“JLEBBHHH…!”

Kontolku masuk kedalam memeknya.

Bu Asmi menggoyang goyangkan pantatnya. Ia tak mempedulikan kedaanku yang hampir sekarat. Ia benarbenar ingin membunuhku.

“Aarhhgg Bu… aaahh… aaahhh”

Ngilu sekali kontolku, aaarghh sangat ngilu..

“Aarghh Bu Asmi… Saya mohon.. Hentikan ini.. Saya mohon.. Ampuni saya Bu..”

“PERSETAN!”

Bu Asmi menjawab tanpa menghiraukan rintihku. Ia terus menaik turunkan pantatnya.

“Pokk… Pokkk.. Pokkk”

Bunyi pantulan pantat Bu Asmi di kontolku menggema di ruangan ini. Bu Asmi terus menunggangiku, seperti kuda sedang mangacu. Keringatnya menetes dari dagunya. Mulutnya menganga tanpa suara. Matanya merem melek seperti orang keracunan. Ia sedang menikamati kontolku, ia menikmatinya.

Kontolku keluar masuk ke memek Bu Asmi, kadang harus sampai keluar memek, ketika Bu Asmi terlalu cepat menggoyangnya. Lalu memasukkannya lagi dan kembali bergoyang. Terys sepeti itu..

“Gio..”

“Iya Bu.. Nikmat sekali.. Nk. at Bu… Terus.. Siksa kontol saya, Bu..”

“Gio… Aku…”

“Oohh.. oohh… terrr… uss.. Bu Asmi.. Terusss…”

“Aku… Akuu.. oohh… oohh.. Gio.. Sebentar lagi..”

“Tahan Bu Asmi.. Tahan sebentar.. Tahan… Bu… Tunggu saya…”

“Cepat Gio… Aku sudah tak sanggup…”

Bu Asmi Suda benarbenar memohon. Ia sudah sangat tersiksa. Ia i gin aegera mengakhirinya.

Sementara aku pun begitu. Kontolku kembali mengacung sangat keras, otototot diseluruh tubuhku kembali mengejang. Kepalaku kembali kesemutan. Aku juga akan berakhir…

“Oohh Bu Asmi… Ayoo… Bu.. Saya… keluarrr… ohhh.. ohhh..”

“Iya Gio… Aku juga.. aaarhhh arrhhhhhh… aaaahhhhh…”

Seketika Bu Asmi ambruk di atas badanku. Ia venafas dengan sangat susah.

Sementara, kontolku masih menancap di dalam memek Bu Asmi. Kali ini kurasakan kontolku mengecil. Di dalam sana ia terasa hangat penuh cairan sperma kami berdua. Kami baru saja mendaki gunung tertinggi di dunia. Itu membuat kami sangat lelah dan tertidur seperti bayi di tengah malam.

Tanpa baju dan selimut, kami berpelukan. dan benarbenar terlelap.

Kemudian kami pergi meninggalkan hotel itu keesokan paginya.

Bu Asmi mengantarku, ia menghentikan mobil di gang kostku.

Kami berpamitan, Cipika cipiki di dalam mobil dan aku keluar. Tak ada katakata apapun sepanjang perjalanan hingga tiba disini. Hanya senyum paling manis yang kudapatkan dari Bu Asmi, lalu ia memutar mobilnya dan berlalu.

Aku masuk ke dalam kost. Aku membayar uang kost pada bang Chosim lebih awal, alu membayarnya lebih, untuk tiga bulan berikutnya. Sekarang aku tak perlu pusong memikirkan bulanan biaya kostku.

Aku kembali pada kasur keras tanpa ranjang, almari dari kardus mie instan, lalu kipas angin kecil, dan lampu orange redup, tapi hatiku bahagia. Di kantong celanaku berisi penuh lembarang uang merah beraroma khas. Aku tak ingin menghitungnya, sebab tak kan habis meski kupakai selama dua bulan kedepan.

“Tiittt… Tiiittt… Tiiittt…”

Terdengan HP ku bergetar lalu berbunyi.

Ada satu message di situ.

Kubuka dan kubaca.

“Terimakasih Gio, kau lelaki hebat, semoga apa yang kuberi sesuai dengan harga yang kau terima. Aku sudah sampai rumah, kembali berkumpul dengan anakanakku, sampai saat ini aku masih memikirkanmu. Mungkin aku jatuh cinta padamu, mungkin…”

received message from “Asmiranda”

Aku tersenyum, lalu menutup pintu kostku, dan merebahkan badanku pada kasur keras tanpa sprei. Tanganku masih memegang HP, sambil membaca isi sms berulang kali tanpa membalasnya.

“Kamu cantik Bu Asmi, aku juga mencintaimu. Mungkin…”

Kirakira begitu celotehku dalam hati.

“Bu Asmi, Bisakah Kau Hentikan Ini?”

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu