1 November 2020
Penulis —  mastershinden

Pengalaman Hidupku Bersama Mama dan Tante Lia

Part 10: Perang Batin Tante Lia (POV Tante Lia)

Cerita ini dituturkan oleh Tante Lia secara terang-terangan kepadaku. Tentu saja atas izinnya cerita ini bisa kutulis dan dapat dibaca oleh kita semua. Aku mencoba menuliskannya dengan Point of View (POV) Tante Lia karena Tante Lia lah yang mengalami kejadian pada cerita ini.

Jadi cerita ini terjadi satu hari setelah kepulangan Tante Lia ke rumahnya, setelah mengalami hal yang aneh diperjalanan yang membuat kami batal pergi ke Solo. Saat itu waktu menunjukkan jam 21.00 WIB. Di sebuah rumah yang cukup tenang nampak sepasang suami istri sedang berbicara sambil bermesraan di atas tempat tidur.

“Mmhh.. sslluuurrp… ssllluuurrpp…” desahku saat lidah Mas Ifan mulai bermain-main masuk ke dalam mulutku.

“Aahh.. mas.. mmuuuaachh… aaahh…” erangku saat Mas Ifan mulai menjilati leher hingga belakang telingaku.

Sebagai pasangan yang cukup lama menikah, kami masih dalam masa hot. Sebenarnya aku tidak begitu bergairah malam ini. Aku masih lelah akibat peristiwa kemarin. Tapi mau tak mau aku melayani Mas Ifan malam ini. Aku mencoba meraih kenikmatan demi menutupi kecurigaan Mas Ifan, tapi yang kudapati hanyalah kepura-puraan semata.

“Aahh.. mas.. geli… aahh..”, desahku saat lidah Mas Ifan mulai menjilati dalam telingaku.

Sambil tetap menjilati telingaku, tangan kanan Mas Ifan sekarang sibuk meremas payudaraku yang sebenarnya terasa perih dan ngilu..

“Ooohh.. mas…”, aku bepura-pura mendesah, berusaha mencari nikmatnya.

Untung saja aku semakin merasakan geli yang cukup enak ketika kedua putingku diputar-putar dan diremas payudaraku, sementara telingaku dijilati. Namun di saat saat ini malah Rendy lah, keponakanku, yang terus terbayang-bayang dipikiranku. Aku yang waktu itu dalam kondisi setengah sadar ingat betapa bernafsunya ia menyetubuhiku dan ironisnya aku pun ingat betapa aku menikmatinya.

Mas Ifan yang menganggap aku keenakan, sekarang mulai turun, menjilati leherku, payudaraku hingga ke perutku. Mas Ifan menjilati seluruh tubuhku seperti anak kecil yg kesenangan diberi permen.

Tanganku sekarang tidak tinggal diam. Kucoba mulai mencubit dan meremas dada mas Ifan. Sekarang Mas Ifan mulai turun, membenamkan lidahnya di depan vaginaku sambil kedua tangannya tetap meremas dan memilin putingku.

“Aaaa.. mas… aaa.. ooohh…” desahku saat lidah Mas Ifan mulai masuk dan menjilati dinding vaginaku sambil beberapa kali menyentuh klitorisku.

“Ssllluurrp… sslluurpp…”, bunyi tiap kali Mas Ifan menyedot vaginaku yang mulai basah.

10 menit diperlakukan seperti ini, akhirnya jebol juga orgasmeku.

“Ren… aaaahhhh… aku.. keluar… aaahhh.. ahhhh… ”, jeritku sambil kelojotan mendapat orgasmeku, sementara kulihat Mas Ifan masih asik menyedot semua cairanku. Ups! Apa aku tadi tidak salah mendesah? Tadi aku menyebut “Mas” atau Ren”? Ah bodo amat lah, tidak ada reaksi curiga apa-apa dari suamiku.

Aku tersenyum sewaktu Mas Ifan bangkit dan melihat ke aku.

“Dek, sekarang gantian, jilati juniorku sampe keras ya?”, ujarnya.

Aku yang mengerti apa maksud suamiku, segera meraih penisnya. Dengan lembut mulai kupegang dan ku kocok perlahan. Ah tidak sebesar punya Rendy.

“Oh, enak dek.. lembut banget tanganmu..” ujar Mas Ifan sambil mulai lagi memilin-milin putingku.

Penis itu sekarang mulai membesar dan semakin panjang. terlihat urat-urat di sekelilingnya. Tidak menunggu lama, sekarang aku mulai memasukkan penis itu ke mulutku dan mulai kujilati pelan hingga akhirnya kupercepat jilatan itu. Entah kenapa aku tidak bisa melepaskan bayang-bayang Rendy dan keperkasaannya di dalam otak ku.

“Mmmhh.. sslluurrpp.. slluurpp… mmhh…” desahku sambil terus menjilat dan menyedot penis Mas Ifan.

“Oh, mantab dek… enak sedotanmu…”, ujar Mas Ifan.

Setelah 5 menitan kusedot penis itu aku diminta untuk tidur terlentang oleh Mas Ifan.

“Sekarang mas masukin ya dek, . ujar Mas Ifan sambil mulai menempelkan penisnya ke lubang vaginaku.

Tidak perlu waktu lama, penis itu mulai masuk setengahnya ke vaginaku yang sudah mulai basah lagi. Rasa perih akibat permainan liar dan kasar mulai menjalar. “Ssshhh… sa… kittt” lenguhku, tapi Mas Ifan megabaikannya.

Mas Ifan nampak menggerakkan penisnya perlahan di vaginaku. Sambil menggerakan penisnya pelan-pelan di vaginaku, kembali bukit kembarku menjadi sasaran remasan tangan Mas Ifan. Payudaraku semakin terasa perih akibat terlalu sering diremas, tapi mau tak mau harus kusembunyikan rasa itu dari Mas Ifan.

“Mmhhh… aahhh.. sakiiiittt aahhh..”, rintihku saat Mas Ifan mulai mempercepat genjotan penisnya di vaginaku.

“Kok tumben dek, kamu kesakitan…” tanya Mas Ifan.

Aku tak menjawab pertanyaannya. Namun beruntung rasa sakit itu hilang seiring penuhnya fantasiku akan Rendy dan persetubuhan kami kemarin. Penis Mas Ifan semakin cepat mengaduk liang vaginaku. Apalagi tiap kali penis itu menggesek klitorisku, rasa yang muncul sakit, geli, enak menjadi satu. Meski tak sebesar punya Rendy, tapi aku berusaha mencapai kenikmatan dengan penis laki-laki pilihanku ini.

5 menit berlalu, belum ada tanda Mas Ifan mau keluar. Bahkan sekarang Mas Ifan memintaku untuk berganti posisi. Mas Ifan tiduran di bawah dan aku yang diatas.

Penis Mas Ifan yang besar dan keras mulai digerakan naik turun. Sementara tangannya memainkan kedua payudaraku. Sementara aku menggerakan vaginaku maju mundur, sambil kugigit bibirku. Klitorisku seperti dijepit dan di gesek tiap kali penis Mas Ifan bergerak naik turun sambil meremas payudaraku. Untung saja payudaraku tidak mengeluarkan ASI lagi sehingga suamiku tidak curiga.

Padahal baru saja kemarin susuku itu tidak berhenti mengucur.. 10 menit aku di posisi ini, sudah 2 kali aku mengalami orgasme. Tapi tiba-tiba kurasakan ada perasaan yang berbeda dari orgasmeku biasanya. Kali ini aku merasakan vaginaku semakin berdenyut kencang, dan yang tidak kusadari, ada dorongan dari kantung kemihku, untuk mendesak keluar.

“Aaaahhh… aahh… Ren… eh mass aku… keluar… keluar…” teriakku saat aku mendapatkan orgasme dan kencing bersamaan.

Nampak Mas Ifan tertawa melihatku. Dia puas bisa membuatku mendapatkan orgasme sedemikian hebatnya.

“kok tumben dek? Hahaha” tawanya.

“Puas gak kamu dek? Sekarang giliran mas ya yang ngeluarin”, lanjut Mas Ifan sambil mengecup keningku lalu mulai mengatur menidurkan posisiku kembali ke semula.

Tanpa menunggu persetujuanku, Mas Ifan kini mulai memompa kembali vaginaku.

“Plok… plok… plek..” bunyi penis Mas Ifan tiap kali mentok mengenai vaginaku. Bunyi banjir dari vaginaku itu semakin membuat Mas Ifan terangsang. Dia nampak semakin mempercepat kocokan penisnya di vaginaku.

“Mas.. aaa.. aku mau keluar lagi…”, kataku sambil kali ini aku menggigit bibirku. Namun fantasiku akan Rendy juga menjadi semakin tidak terbendung. Terbayang-bayang sodokannya yang sangat bernafsu menyetubuhi adik dari mamanya ini.

“Iya dek… kita keluar bareng… ayo dek…” kata Mas Ifan semakin mempercepat goyangannya.

3 menit setelah Mas Ifan menggerakan dengan kecepatan tinggi, aku rasakan penis di dalam vaginaku semakin membesar dan mulai berkedut-kedut. Sementara kurasa bibir vaginaku semakin tebal, dinding vaginaku sekarang terasa mulai berkedutan lagi.

Oh, aku bakal mendapatkan orgasme lagi, batinku. Kini wajah suamiku seakan-akan berubah menjadi wajah Rendy, keponakanku.

“Aaaa… aaa… hh.. ooohhh…”, teriakku saat aku mendapatkan orgasme lagi membayangkan dientot Rendy.

“Aaacckk… aaahhh.. ahahhh…”, erang Mas Ifan mengiringi keluarnya sperma dalam vaginaku.

Aku dan Mas Ifan mendapatkan orgasme bersamaan.

Mas Ifan mengecup bibirku.

“Makasih ya dek. Kamu enak banget deh malem ini,” katanya.

“Hehe makasih juga mas,” ujarku. Belum tau saja dia, permainanku malam ini lebih hebat karena sambil membayangkan dientot Rendy.

Setelah 4 menitan, Mas Ifan mulai mencabut penisnya. Nampak batang penisnya berkilatan, penuh bekas sisa cairan vaginaku tadi. Aku tersenyum melihatnya. Sebagai seorang istri aku sudah melayani suamiku. Sekarang Mas Ifan nampak tertidur disampingku sambil tangan kanannya di atas kedua payudaraku. Aku yang sudah lelah pun juga mulai memejamkan mata.

“Kring… kring…“suara weker berbunyi.

Kulirik dgn membuka 1 mata saja karena masih ngantuk. Astaga! Sudah jam 7 pagi. Kulihat Mas Ifan sudah tidak ada di sampingku. Aku bergegas turun dari ranjang dan keluar kamar. Ternyata kulihat Mas Ifan sudah ada di dapur sedang memasak yang dari baunya aku tahu kalau itu nasi goreng.

“Pagi dek.. enak tidurnya.. aku sengaja ga mau bangunkan kamu tadi, karena tidur kamu pulas banget. Efek tadi malem keenakan kan?” tanya Mas Ifan sambil menggodaku.

“Ih apaan sih mas” protesku sambil mencubit lengan Mas Ifan dengan manja.

“Sudah mandi dulu sana, ini masih aku buatin nasi goreng buat sarapan” kata Mas Ifan. “anak-anak udah berangkat sekolah semua juga” lanjutnya.

“Duh maaf ya mas, gara-gara kamu sih aku jadi kesiangan” kataku.

“Gapapa sayang, kamu istirahat aja ya” pintanya

“Iya mas” jawabku.

Tak lama nasi goreng masakan suamiku pun terhidang di hadapanku. Namun belum sempat aku mencicipinya, Mas Ifan langsung buru-buru pamit berangkat kerja. Sebagai istri yang soleha aku mencium tangan Mas Ifan. Mas Ifan membalas dengan mencium bibir, pipi, dan keningku.

Aku duduk kembali di meja makan. Melihat masakan suamiku, aku malah merenung. Setelah 11 tahun pernikahanku dengan Mas Ifan, hal yang kutakutkan terjadi. Aku jatuh ke lain hati. Selama ini aku sudah menjauhkan pandangan dan pikiranku dari laki-laki lain, dan aku berusaha menjaga diriku agar tidak digoda oleh laki-laki lain.

Kehidupan seks kami pun baik-baik saja, kami kerap memainkan fantasi seks kami. Aku sadar terkadang aku memakai pakaian yang agak ketat sehingga menampilkan lekuk tubuhku, tapi kan aku sudah menutupinya dengan memakai jilbab. Tapi kenapa laki-laki lain itu harus Rendy? Padahal Mas Ifan adalah suami yang baik.

Apakah aku benar-benar istri yang soleha? Istri yang berbakti kepada suami? Aku diperkosa oleh Rendy dan dukun itu, tapi malah menikmatinya hingga terus terbayang-bayang dalam pikiranku. Terutama saat Rendy, keponakanku sendiri, menyetubuhiku. Aku memang tidak muda lagi, fisikku tidak secantik dulu, dan umur kami terpaut jauh, namun sensasinya sangat berbeda karena kami sedarah.

Ah, perang batin ini semakin memuncak. Apakah aku sudah mengkhianati Mas Ifan? Sampai kapan Rendy akan ada di imajinasiku?

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu