1 November 2020
Penulis —  Neena

Paha Mulus Itu pun Merenggang

BAGIAN PENUTUP

Sebenarnya masih banyak langkah petualanganku yang bisa dijadikan ratusan page pada bagian - bagian berikutnya.

Tapi musibah yang bertubi - tubi terjadi padaku, membuat dunia ini serasa gelap sekali bagiku.

Bahwa Frida menderita kanker cervix, yang baru ketahuan setelah stadium akhir. Kubawa dia ke rumah sakit di Singapore untuk mendapatkan penyembuhan yang intensif. Tapi aku jadi teringat kata - kata dokter di Indonesia yang tahu akan membawa istri pertamaku ke Singapore, “Saya mau bicara secara terbuka saja ya.

Jangankan dibawa ke Singapore. Meski dibawa ke Amerika atau Jerman atau China sekali pun, hasilnya akan sama saja. Jadi daripada buang - buang duit, mendingan duitnya diamalkan saja ke yayasan yatim piatu misalnya. Silakan saja bawa ke Singapore. Saya jamin hasilnya akan mengecewakan. Maaf ya, saya bicara terbuka begini kepada Anda.

“Gak apa Dok. Yang penting saya harus berusaha untuk menyembuhkannya. Soal hasilnya, saya serahkan kepada Tuhan saja,” sahutku saat itu.

Ternyata ucapan dokter itu benar. Dua bulan setelah Frida dirawat di rumah sakit yang konon lebih baik daripada Mount Elizabeth Hospital itu, Frida pun menghembuskan nafas terakhirnya.

Bisa dibayangkan bagaimana berdukanya batinku dalam menghadapi kenyataan yang sangat memilukan itu. Di dalam pesawat carteran yang membawa jenazah Frida ke Indonesia, air mataku bercucuran terus. Ya… aku yang seorang lelaki yang sering membanggakan kejantananku ini, menangis terus, meski tanpa suara tangisan.

Mamie dan Mama Kent berusaha menghiburku terus di dalam pesawat. Begitu juga pada waktu upacara penguburan jenazah Frida di tanah air, mereka berdua berusaha menabahkan hatiku, meski mereka sendiri bercucuran air mata terus di pemakaman.

Tapi bukan hanya itu musibah yang menimpaku. Musibah selanjutnya adalah… Papa mendapat serangan jantung dan menghembuskan nafas terakhir di kantornya, sebelum sempat dibawa ke rumah sakit.

Dunia ini semakin gelap saja rasanya bagiku. Bahkan aku masih teringat ucapan orang tua dahulu, “Ibu yang mengandung, ayah yang melimpahkan derajat.”

Bahwa kalau kita kehilangan ibu kandung, maka kita akan dirundung duka nestapa karena kehilkangan ibu yang kasih sayangnya sepanjang zaman. Tapi pada waktu kita kehilangan ayah, derajat kita seolah ikut ambruk. Karena meski pun seorang ayah sudah kakek - kakek dan hanya bisa terbaring di atas ranjang, kita masih bisa berbangga bahwa kita masih punya ayah.

Pada waktu upacara pemakaman Papa, Mamie terus - terusan menangis sambil memelukku. Aku juga sama, meski tanpa suara, air mataku mengucur terus. Tentu saja Yoga pun hadir dalam pemakaman Papa itu.

Dalam suasana duka, di mana jiwaku sedang labil ini, aku pun memutuskan sesuatu yang kontroversial, mungkin.

Bahwa Aleksandra dan Halina kuceraikan secara damai dan baik - baik. Karena “tugas”ku sudah selesai, untuk menjadikan mereka WNI dan melahirkan anak - anakku. Aku persilakan mereka memilih jalannya masing - masing. Bahkan aku takkan merintangi mereka jika pada suatu saat kelak ada lelaki yang ingin menikahi mereka.

Dengan demikioan istriku tinbggal dua orang. Merry dan Neena (yang setelah Frida meninggal kunikahi secara sah dan diakui oleh negara).

Ketika aku menawarkan Merry untuk mendapat “gelar” sebagai istri pertama, Merry malah menyanggah, “Berikan saja gelar istri pertama iktu kepada Neena Karena biar bagaimana dia sudah susah payah untuk mengabadikan biografi kita ke dalam kisah nyatanya. Lagian kalau aku jadi istri pertama, media akan menyoroti kehidupanku lagi.

Begitulah secara singkat kuuraikan apa yang sudah terjadi di dalam kehidupanku, pada saast covid 19 belum melanda negeri tercintaku ini.

Dengan demikian kisahku, si Sammy ini, selesai sampai di sini.

Selanjutnya mungkin Neena juga punya cerita lain mengenai kehidupan pribadinya, silakan aja diposting di media pilihan kita ini.

Ohya… hotelku yang di Surabaya itu sudah kuhibahkan kepada adikku (Yogama). Mau diapakan hotel itu, terserah dia. Bahkan menurut kabar dari Neena, Yogama juga punya catatan pribadi yang akan Neena unggah di media pilihan kami ini.

Silakan aja Neena berkreasi, untuk menyalurkan talentanya yang sejak masa gadis gemar menulis itu.

Begitulah… dalam suasana jiwaku yang belum stabil ini, kuakhiri catatan pribadiku ini. Mohon maaf atas segala kekurangannya.

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu