3 November 2020
Penulis —  Neena

Birahi Liar - Di Dalam Keluarga Kami

Setelah selesai mandi, kubawa Yuniar ke dalam kamar yang biasa kupakai.

Kebetulan aku punya burger yang kusimpan di dalam kulkas. Lalu kukeluarkan burger - burger itu dan kupanaskan di dalam microwave. Seolah memberi contoh kepada Yuniar, bagaimana caranya kalau dia sedang lapar nanti. Karena di kamarku ada kulkas dan microwave. Di dalam kulkas pun banyak makanan dan soft drink yang bisa dinikmati pada saat lapar dan malas ke luar rumah.

Yuniar tampak senang melihat fasilitas sederhana yang bisa dimanfaatkan dalam masa persembunyiannya.

“Kalau berduaan terus begini, pasti akhirnya akan terjadi sesuatu di antara kita,” kataku sambil rebahan setelah menyantap burger bersama Yuniar.

Yuniar yang sudah mengenakan kimono wetlook putih, merebahkan diri di sampingku. Dan menyahut, “Aku sudah siap untuk diapakan juga. Bahkan untuk hamil pun aku siap.”

“Wah, jangan hamil dulu.”

“Kenapa?”

“Kalau kamu hamil, aku harus menikahimu. Sedangkan aku sudah punya calon istri,” ucapku berbohong. Padahal aku belum tahu siapa yang akan kujadikan calon istriku.

“Nikah siri kan bisa. Pokoknya dijadikan simpananmu juga aku mau.”

“Terus pekerjaanmu gimana? Mau resign?”

Yuniar menghela nafas panjang. Lalu berkata lirih, “Sebenarnya aku sangat mencintai tugas yang diberikan padaku itu. Apalagi sekarang, tanah ibumu itu sudah tertata dengan rapi. Dalam tempo singkat saja akan kelihatan menghijau. Sekarang sudah mulai musim hujan pula. Tanpa disirami pun pepohonan yang kutanam akan berkembang subur.

“Kalau kamu mengaku sudah punya pacar, orang tuamu bisa menerima?”

“Entahlah. Otakku masih blank. Tapi kalau mengaku sedang hamil, mungkin mereka akan menerima.”

Sebenarnya aku sudah semakin tertarik pada Yuniar, karena setelah diperhatikan dari dekat, dia itu cantik. Tapi aku belum bisa memutuskan apa - apa sebelum membuktikan keperawanannya.

Hal ini penting. Meski aku tidak perjaka lagi, tapi lelaki itu bersifat “membuang”. Sementara wanita bersifat “menyimpan”. Karena itu tidak mengherankan kalau ada kata - kata mutirara yang berbunyi

“Lelaki berbuat nista seribu kali, dunia masih tersenyum. Tapi wanita berbuat nista sekali saja, dunia akan menangis dibuatnya”.

Ya… karena wanita bersifat “menyimpan” itu.

Dan kini aku ingin membuktikan siapa sebenarnya Yuniar ini. Dia memang teman seangkatan denganku. Tapi aku belum tahu banyak mengenai kepribadiannya.

“Seandainya aku menjadi milikmu, aku merasa bangga, meski tidak menikah secara sah,” kata Yuniar pada suatu saat, sambil memegang tanganku dan meremasnya dengan lembut. Saat itu aku pun mengenakan kimono, yang terbuat dari bahan handuk berwarna biru muda.

“Kenapa merasa bangga meski cuma kujadikan simpanan?” tanyaku sambil merayapkan tanganku ke balik kimono Yuniar yang aku tahu tidak mengenakan beha maupun CD di balik kimono

“Aku mau jujur ya,” ucapnya sambil menatap langit - langit kamarku, “Sebenarnya sejak kita masih sama - sama kuliah, aku sudah punya perasaan suka padamu Bon.”

“Ohya?” cetusku pada saat tanganku mulai menyentuh jembut Yuniar.

“Iya. Tapi kamu kan seperti tidak mau didekati cewek. Mungkin karena sudah punya calon istri itu.”

“Terus?”

Yuniar malah memejamkan matanya sambil berkata, “Ooooh Bona… kalau memekku dijamah dan dicolek - colek gini… aku jadi pengen merasakan di… disetubuhi olehmu…”

“Kan memang juga aku akan menyetubuhimu. Tapi kalau kontolkju langsung dimasukkan ke dalam tempikmu, pasti kamu kesakitan. Makanya harus pelan - pelan dulu,” ucapku sambil melepaskan tali kimono Yuniar dan merentangkan kedua sisinya, sehingga bagian depan tubuh teman seangkatanku itu terbuka sepenuhnya.

Aku berpikir sesaat. Kemudian turun dari bed, mengambil lotion dari atas meja kertjaku. Dan kembali lagi ke arah Yuniar.

“Buat apa lotion itu Bon?” tanya Yuniar sambil menanggalkan kimononya.

“Buat pelumas… supaya liang memekmu licin,” sahutku sambil mendekatkan lotion itu ke memek Yuniar yang sudah celentang lagi.

“Memekmu banyak jembutnya. Kalau dicukur habis atau digunting pendek - pendek, dijilatin dulu juga bisa,” kataku sambil menyemprotkan lotion itu ke memek Yuniar.

“Kalau mau plontos, besok deh kucukur habis jembutnya,” ucap Yuniar sambil tersenyum.

“Kamu kalau sedang tersenyum, kelihatan cantiknya. Kenapa sih kamu jarang sekali tersenyum?” tanyaku.

“Gak tau Bon… sejak kecil aku terbiasa serius. Jadi nyaris gak ada yang bisa membuatku tersenyum, apalagi ketawa. Tapi untuk Bona… akan kuusahakan sering tersenyum deh,” sahutnya sambil tersenyum manis. Manis sekali senyum Yuniar itu.

“Naaah… kalau begitu kan kelihatan sekali cantiknya kamu ini,” ucapku yang kulanjutkan dengan menyemprotkan lotion sebanyak mungkin ke memek Yuniar. Bahkan celah menuju lubang sanggamanya pun kusemprot dengan lotion sebanyak mungkin.

Dalam tempo singkat aku yakin bahwa memek Yuniar sudah siap untuk dipenetrasi oleh kontolku yang sudah ngaceng berat ini.

Lalu kudorong sepasang paha Yun agar merenggang selebar mungkin. setelah mengusap - usap memeknya, agar lotion merata di setiap yang akan dimasuki kontolku, maka kuletakkan moncong kontolku tepat di belahan memeknya yang kelihatan sudah merah itu. Tanganku juga ikut campur meraba - raba memek bagian dalam Yun.

Lalu aku mengumpulkan tenaga dengan menarik nafas panjang beberapa kali. Dan kudorong kontolku sekuat tenaga. Langsung masuk sedikit demi sedikit…!

Aku pun merapatkan dadaku ke dada Yuniar. Yang disambutnya dengan pelukan di leherku diiringi bisikan, “Kalau Bona tau… sudah lama aku memimpikan hal ini Bon…”

Lalu dipagutnya bibirku ke dalam lumatannya, sementara kontolku mulai kugerakkan sedikit demi sedikit, dengan hati - hati pula agar jangan sampai terlepas dari liang memek Yun yang luar biasa sempit menjepitnya ini.

Awalnya gerakan kontolku terasa seret sekali. Tapi lama - lama liang sempit itu menyesuaikan diri dengan ukuran kontolku, sehingga aku pun mulai lancar mengentotnya.

“Bona… oooh… obsesiku jadi kenyataan… luar biasa indahnya Boon… sekarang sekujur tubuh dan batinku sudah menjadi milikmu Bona… oooooh… Booonaaa… ini luar biasa indahnya Booon…”

Mulutku pun mulai aktif menjilati lehernya disertai gigitan - gigitan kecil yang tidak menyakitkan. Sehingga Yun semakin menggeliat, mendesah dan merintih - rintih histeris, “Booonaaaa… aaaaa… ssuuuhhhh… faaahhhh… Booonaaaa… ternyata lu… luar biasa indahnya sssseee… semua ini Booon…

aaa… aku… aku… mencintaimu Booon… jangan buang aku nanti ya Booon… aku cinta kamuuu… cintaaaa Booon… cintaaaa kamuuuu… sudah bertahun - tahun aku kagum padamu… dan sekarang bukan kagum lagi… sekarang aku cintaaaa… cinta padamu Booon… dengan segenap jiwakuuuu… dijadikan budak cintamu juga aku maaaauuuu …

Aku mendengarkan semua ocehan histerisnya itu. Namun mulutku sedang berpindah sasaran. Mengemut pentil toket kirinya, sementara tangan kiriku meremas toket kanannya.

Yuniar pun semakin klepek - klepek dibuatnya. Terlebih ketika aku mencium bibirnya, Yun langsung melumat bibirku dengan lahapnya.

Diam - diam aku membanding - bandingkan Yuniar dengan perempuan - perempuan lain yang pernah kugauli. Dan aku yakin… bahwa Yuniar ini yang paling enak di antara semua perempuan yang pernah kugauli. Sehingga aku merasa harus menyayanginya. Dan harus mempertimbangkan ke depannya kelak. Bukan sekadar melampiaskan nafsu birahi semata.

Dan… pada waktu aku sedang gencar - gencarnya mengentot, aku menarik kontolku sampai terlepas. “Uff… lepasss… gak disengaja,” ucapku pura - pura tak sengaja mencabut kontolku. Padahal aku ingin menyelidik sesuatu di bawah memek Yuniar. Darah perawan itu… Ya… setelah menyaksikan darah perawan itu, perasaanku jadi semakin luluh.

Kemudian kubenamkan lagi kontolku ke dalam liang memek Yuniar yang luar biasa enaknya ini.

“Kamu benar - benar masih perawan sebelum kumasukkan kontolku ke dalam liang memekmu,” ucapku sambil merapatkan pipiku ke pipi Yuniar.

“Ya iyalah… pacaran aja aku belum pernah. Mana bisa hilang virginitasku…” sahut Yuniar disusul dengan ciuman mesranya di bibirku. “Ini juga kalau bukan sama Bona sih takkan kuserahkan kesucianku.”

“Memangnya aku sebegitu istimewanya bagimu Sayang?” tanyaku sambil mencolek bibirnya yang sebenarnya sensual itu.

“Sangat penting… karena baru sekali ini aku merasakan cinta. Jadi… Bona adalah cinta pertamaku… semoga jadi cinta terakhir juga… ooooo… oooooohhhhh… Boooon… ini jadi enak lagi… ooooo… ooooooh…” ucapan Yuniar dilanjutkan dengan rintihan - rintihan histerisnya, karena kontolku sudah mulai mengentot liang memeknya lagi.

Mulutku pun mulai beraksi. Ketika tangan Yuniar direntangkan, kuserudukkan mulutku ke ketiaknya. Lalu menjilati ketiak yang harum deodorant itu, disertai dengan gigitan - gigitan kecil dan sedotan - sedotan kuat.

Yuniar pun semakin menggelepar - gelepar bersama rengekan dan rintihan histerisnya. “booon… ooooohhhhh… Boooon makin lama makin indah dan nikmat Booon… mungkin inilah yang disebut surga dunia Booon… oooo… ooooohhhhh… Boooon…”

“Ya, kita memang sedang berada di surga dunia Sayang,” sahutku terengah, tanpa menghentikan entotanku.

“Oooo… oooo… oooooh… benarkah Bona sayang padaku?”

Kucium bibir sensual Yuniar, lalu berkata terengah, “Aku… harus… menyayangi dsn melindungi cewek yang… telah menyerahkan kesuciannya padaku…”

“Ooooh… aku bahagia sekali mendengarnya…” ucap Yuniar disusul dengan ciumannya yang bertubi - tubi di pipi dan di bibirku.

Aku pun menggencarkan entotanku kembali. Maju mundur dan maju mundur terus di dalam jepitan liang memek Yuniar yang luar biasa sempitnya ini.

Aku bisa memperpanjang durasi entotanku. Tapi aku tak mau menyiksa Yuniar yang baru sekali ini merasakan disetubuhi. Karena itu ketika Yuniar berkelojotan sambil mendesah - desah… aku pun semakin mempercepat entotanku, dengan tujuan agar ejakulasiku berbarengan dengan orgasmenya Yuniar.

Maka pada suatu saat, ketika Yuniar mengejang tegang, kontolku pun menancap di liang memekya tanpa kugerakkan lagi.

Lalu kami seperti kerasukan. Saling cengkram dan saling remas dengan nafas sama - sama tertahan.

Lalu nafasku berdengus - dengus dengan kontol mengejut - ngejut sambil memuntahkan lendir kenikmatanku di dalam liang memek Yuniar yang juga tengah berkedut - kedut.

Croooottttt… crottt… crooootttt… croootttttt… crotttttt… croooooootttt… crooootttt…!

Kami pun terkapar dengan tubuh bermandikan keringat.

Lalu sama - sama terkulai di pantai kepuasan.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu