31 Oktober 2020
Penulis —  ibenkz_69

A Taste of Honey

Setelah kencan di Ciawi, kami kemudian sering untuk membuat janji kencan lagi. Kadang di hotel di Ciawi tersebut, kadang di Cisarua atau di dalam Kota Bogor saja. Bahkan kami pernah melakukannya di dalam rumahnya ketika suaminya mengantar anaknya ke tempat neneknya.

Aku tak berani melakukannya lagi di dalam kamar kosku. Rasa takut ketahuan selalu menghantuiku kalau ia mengajak, kadang dengan memaksa untuk melakukannya di kamar kosku. Sebenarnya kalaupun ia terlihat masuk ke kamarku, orang akan maklum saja karena tahu aku memberikan les privat kepada Eka, anaknya.

Hubungan kami kelihatannya aman-aman saja. Tidak ada gunjingan mengenai kami berdua, karena kamipun saling menjaga dan menempatkan diri kami dengan baik. Kalau lagi ada orang lain kusapa dia dengan Ibu Heni, kalau pas tidak ada orang lain apalagi ketika ia mengerang di bawahku tentu saja kupanggil ia dengan mesra, Hanny.

Hanny pernah bercerita kalau dia sebenarnya tidak mencintai suaminya. Pernikahannya dulu terjadi untuk membalas budi keluarganya. Dia tidak berdaya dan tidak bisa menolak. Setiap kali berhubungan dengan suaminya, sebenarnya ia bisa mendapat orgasme, namun entah mengapa orgasmenya tidak bisa tuntas terlepas seakan masih ada yang menahan.

Sekali waktu sehabis olah tubuh bersamanya, kami saling bercerita tentang banyak hal. Mulai dari kehidupan kuliahku, saat-saat indah ketika kami bersama-sama dan pengalaman lainnya. Sampai ketika kusinggung tentang otot perut yang kukencangkan sehingga memberikan efek penis menjadi lebih keras ia menanggapi dengan antusias.

Akhirnya kudapatkan jawabannya setelah dalam sebuah artikel di sebuah majalah kesehatan kubaca tentang senam Kegel. Ternyata kekuatan otot ini bisa dilatih dengan latihan tertentu. Setelah kubaca dan kubandingkan dengan artikel lain, aku mulai berlatih senam Kegel. Tidak sulit dan bisa dilaksanakan di mana-mana dan kapan saja.

Latihan dilakukan dengan menggerakkan otot antara anus dan penis dengan berkontraksi seolah-olah sedang menahan kencing. Otot ini dapat dikenali dengan mudah. Pada saat (maaf) BAB ada gerakan yang menutup (maaf lagi) lubang dubur dan memotong (minta maaf untuk terakhir kali) tinja.

Aku kadang melatihnya ketika di kampus sedang mengikuti kuliah, kadang saat duduk di angkot dan melihat wanita seksi yang menggoda. Sekalian sambil membayangkannya. Aku sengaja belum memberitahukan pada Hanny. Aku ingin melatihnya sendiri terlebih dahulu. Setelah sebulan lebih berlatih maka aku merasakan kekuatan penisku bertambah dan kenikmatan yang didapat Hanny meningkat.

Hanny semakin penasaran dengan kejutan-kejutan kecil yang kuberikan lewat otot Kegelku sewaktu kami bergumul di atas ranjang. Setelah yakin dengan hasil latihanku, barulah hal ini kukatakan padanya.

“Ihh.. Curang ya. Dapat ilmu baru nggak bagi-bagi”, katanya sambil mencubit dan memukuli punggungku.

“Aku nggak enak saja. Masak murid ngajarin gurunya”, kataku.

“Aihh..“. Ia tersipu-sipu malu. Tangannya semakin sering mencubit dan memukuliku. Kusergap dia dan kurebahkan untuk menerima kenikmatan dari otot Kegelku.

Kehidupan terus berjalan. Tak terasa sudah enam bulan aku dengan Hanny ber-ahh, ehh, ohh ria. Ujian semester membuat aku stres dan suntuk. Hanny tahu kalau aku lagi ujian semester. Selama ujian ia sengaja tidak menampakkan diri dihadapanku, takut mengganggu konsentrasi katanya. Ekapun juga tidak berani datang untuk memintaku memberikan les.

Begitu habis masa ujian maka akupun dapat bernapas dengan lega. Rasanya badan dan pikiran lelah sekali, karena seperti umumnya mahasiswa lainnya cara belajarku juga SKS, Sistem Kebut Semalam. Karena rasa capek yang luar biasa maka malam itu aku tidur cepat sekali sampai lupa mengunci pintu dan mematikan lampu kamar.

Esoknya aku bangun kesiangan dan duduk di teras kamar. Kuperhatikan sekitarku. Pikiranku melayang, memutar ulang peristiwa-peristiwa yang terjadi selama enam bulan. Aku menarik napas dalam dan mengeluarkannya perlahan. Rasanya seperti mimpi saja.

Bapak dan ibu kosku juga sangat baik kepadaku. Aku sering ngobrol dengan mereka sambil numpang nonton TV di rumah induk. Tiba-tiba aku tersentak ketika ibu kosku memanggilku.

“To.. Anto. Kamu baru bangun ya. Sudah selesai ujiannya?” ibu kosku bertanya.

“Sudah Bu, makanya tadi malam tidurnya keenakan dan bangun kesiangan”, kataku sopan.

“Ya sudah. Saya mau berangkat ke pasar. Kalau mau makan ada nasi di atas meja. Tapi jangan lupa kalau sudah selesai makan cuci piringnya. Ha.. Ha.. Ha. Bercanda, jangan dimasukin hati. Pintunya jangan lupa dikunci dan taruh ditempat biasa!” katanya sambil berjalan keluar.

“Eh hampir kelupaan.. Tadi pagi kulihat Ibu Heni mengetuk-ngetuk pintu kamarmu, tapi karena kamu belum bangun ia pulang lagi. Ada apa sih?” Ibu kosku bertanya sambil membuka pagar.

“Ahh.. Paling juga urusan pelajarannya Eka”, jawabku menghindar.

Ibu kosku sebenarnya cukup cantik. Sisa-sisa kecantikan masa mudanya masih terlihat. Inner beautynya muncul. Namun justru karena kebaikan dan inner beautynya itulah maka aku juga tidak berani sembarangan. Bahkan bercanda menjurus hal-hal yang porno pun aku tidak berani. Padahal kalau kami lagi ngobrol bertiga dengan suaminya, ia terkekeh-kekeh sambil memukuli tangan suaminya kalau humor suaminya mulai menjurus.

Aku mengambil kunci rumah induk di tempat yang sudah kami sepakati bersama. Kunci rumah memang tidak pernah dibawa. Takut kalau tiba-tiba ada anaknya yang datang atau aku memerlukan sesuatu. Lingkungan ini memang aman, pikirku. Aku masuk ke dalam rumah dan makan nasi panas hanya dengan ikan asin kesukaanku.

Aku keluar rumah, mengembalikan kunci pintu di tempatnya dan kembali ke kamarku. Dari balik kaca nako, rumah Hanny terlihat sepi. Jam segini anaknya sekolah dan suaminya kerja. Tidak ada suara tape atau radio yang biasa dia putar.

Aku mandi dan mengelus kejantananku yang mulai bereaksi. Sejak berhubungan dengan Hanny aku hanya sekali berswalayan ketika gairahku naik dan keadaan tidak mengijinkan. Hmm. Sambil bersiul aku menyabuni dan menggosok tubuhku. Tiba-tiba saja aku ingat waktu kencan di Ciawi yang pertama, dimana ia kusetubuhi dengan cepat dan masih mengenakan baju.

Aku percepat mandiku dan segera berpakaian. Kusemprot tubuhku dengan Eternity, yang hanya kupakai pada saat-saat tertentu, termasuk jika aku ada kencan dengan Hanny. Kukenakan kaus tanpa lengan dan celana pendek selutut dari bahan katun.

Aku mengaca di depan cermin dinding dan kulihat bayanganku. Tubuh tegap atletis dengan kumis terurus rapi. Upss, aku lupa mencukur jenggotku hari ini. Kuraba daguku. Kasar seperti digosok dengan sikat halus. Biasanya jenggotku kucukur tiga atau empat hari sekali. Kucari-cari pisau siletku, tapi tidak ketemu juga.

Aku keluar dari kamar dan berjalan ke rumah tetanggaku tersayang. Sekilas kuamat-amati rumahnya dan keadaan sekitarnya. Sepi.

Aku membuka pintu pagar dan beberapa saat aku mengetuk pintu depan. Tok tok tok! Tidak ada sahutan. Kucoba kuketuk lagi namun juga tidak ada sahutan. Kucoba menarik selot pintu. Tidak terkunci. Kemana penghuninya pikirku.

Aku masuk, menutup pintu, meneliti ruang tengah dan kamarnya, kosong. Kulongokkan kepalaku di pintu dapur, kosong juga. Aku tidak tertarik untuk melihat kamar mandi di sudut dapur karena tidak ada suara guyuran air. Kemana Hanny, tanyaku dalam hati. Aku akhirnya kembali ke ruang tamu dan duduk di sofa panjang.

Beberapa saat kemudian aku dikejutkan dengan sebuah hembusan nafas dan gigitan di telingaku. Saking asyiknya membaca artikel tentang penjelajahan ruang angkasa aku sampai tak sadar berada di mana.

“Heyy.. Pencuri masuk ke rumahku!” sebuah bentakan pelan dan lembut terdengar.

“Haa.. Haa.. Hi.. Hii. Kaget ya, makanya jangan suka masuk rumah orang tanpa ijin!” lanjutnya.

Rupanya Hannyku. Ia berdiri membungkuk agak menyamping. Ia hanya mengenakan daster longgar sehingga payudaranya terlihat menggantung malu-malu. Rambutnya basah dijepit dengan jepitan rambut ke atas sehingga tengkuk yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan lehernya yang jenjang seakan-akan menantangku.. Sekilas harum sabun mandi dan shampo tercium olehku.

“Nggak, aku tadi ketuk-ketuk pintu nggak ada sahutan, akhirnya kubuka karena tidak terkunci. Kulihat kamar sampai dapur juga kosong”, kataku sambil menatapnya.

“Kamu nggak lihat sampai kamar mandi sih, kan kita bisa mandi bersama”, katanya manja.

“Aku sudah mandi. Cium ketekku kalau tidak percaya”

“Hussh.. Mulai kurang ajar kamu. Orang tua disuruh cium ketek”.

“Kok nggak kedengaran mandinya”.

“Iya, tadi baknya masih kosong sehingga aku mandi pakai shower, sekaligus keramas”.

“Berapa ronde tadi malam?” kataku menggodanya tanpa merasa cemburu. Wajar saja ia digauli suaminya. Aku saja yang memang kurang ajar.

“Idiih, kamu ini memang benar-benar..“.

Tangannya mencubit pinggangku. Kali ini tegangan listrik yang mengalir di tubuhku naik secara mendadak, tapi kemudian normal lagi. Kalau saja tubuhku ini alat elektronik tentu akan cepat jebol karena tegangan yang naik drastis melebihi tegangan normal.

Ia duduk di sampingku dan menempelkan tubuhnya dilenganku. Kembali dadanya menyentuh lenganku. Suhu tubuhku kurasakan makin naik.

“Sudah selesai ujian semesternya?”

“Sudah kemarin. Tadi malam keenakan tidur dan bangun kesiangan”.

“Baca apa sih asyik sekali?”

“Ini ada artikel tentang ruang angkasa”.

“Apa sih istimewanya?” tanyanya lagi.

Selama enam bulan aku mengenalnya, ia memang tidak berminat dengan soal-soal iptek. Ia sendiri mengakui bahwa wawasannya tentang iptek dan politik sangat kurang, namun kalau diajak bicara tentang kondisi kampung, trend busana dan hal-hal yang bersifat umum masih lumayan. Meski komentarnya kadang-kadang konyol dan terasa dangkal.

Aku memang tidak menemukan inner beauty dalam dirinya. Ketertarikanku semata-mata hanya karena nafsuku dan bentuk tubuhnya yang aduhai. Kadang-kadang bahkan aku berpikir bahwa inisiatifnya untuk variasi dalam bercinta bukanlah karena romantisme atau pengetahuan tentang hal-hal yang baru dalam hal hubungan sex, tetapi lebih merupakan sebuah naluri.

Kuletakkan majalah yang kubaca dan kulingkarkan tangan kananku di belakang bahunya. Kumainkan tali bra-nya. Ia duduk di samping kananku. Jemari kanannya memegang tanganku yang ada di tubuhnya, sementara tangan kirinya menyingkapkan celana pendekku dan mengusap pahaku. Kepalanya disenderkan di dada kananku.

“Han! Yang”

“Hmm.. Apa”

“Sudah berapa lama kita tidak bercinta?” tanyaku

“Hmm.. Kamu ujian dua minggu. Yah.. Kira-kira tiga atau empat mingguan”.

“Kalau aku ingin sekarang?” tanyaku dengan napas tertahan.

“Hussh.. Eka sebentar lagi pulang lho!”

Kami diam sambil terus kuciumi rambutnya. Ketika kucium tengkuk dan telinganya ia menghindar dan mengerang pelan, “Nghh.. Eeehh..“.

“Kamu ingat waktu kita bercinta di Ciawi pertama kali. Kusetubuhi kamu dengan cepat tanpa melepaskan bajumu?”

Ia berpikir sebentar dan mengangguk. Matanya berbinar dan bibirnya tersenyum. Agaknya dalam hal-hal yang menyangkut hubungan badan ia sangat cepat ingat dan tanggap.

“Kenapa? Kamu memang nakal sekali. Anto.. Anto”. Ia mengeleng-gelengkan kepalanya dan badannya bergetar merinding.

“Hiihh”.

“Aku ingin mengulanginya sekarang, disini”.

Kuremas dadanya dan kucium lehernya. Ia memberikan gerakan menolak, namun dengan lembut kuremas dadanya dan kucium keningnya agak lama. Ia menyerah.

Kurebahkan badannya ke sofa, aku duduk dibawah di dekat kepalanya. Kucium Hanny mulai dari rambut, kening, hidung, pipi, leher dan kemudian bibirnya menyambut bibirku dengan lumatan ganas. Ketika daguku yang berjenggot pendek kugesekkan ke lehernya ia meronta-ronta.

“Uffppss.. Sakit dan geli yang”.

Kini kami berciuman dengan dalam, french kiss. Tanganku meraba pahanya yang tertutup daster. Kumainkan jariku mengikuti garis celana dalam di pahanya. Tanganku ke bawah dan kusingkapkan dasternya. Bulu-bulu halus di kakinya kumainkan. Lututnya kucengkeram dengan lima jariku dan kugesek-gesek dengan kukuku.

“Uuhh.. Geli sayang”.

Digigitnya telingaku dan lidahnya terjulur menjilati lubang telingaku. Kepalaku mengelinjang menahan geli.

“Rasain sekarang..” katanya.

Tanganku mulai menarik ban celana dalamnya. Ia tiba-tiba tersentak dan bangkit dari sofa.

“Kenapa Hanny?” tanyaku kuatir kalau ia marah padaku.

Ia diam saja dan melangkah ke pintu, membukanya, memindahkan sandalku ke dalam dan “Klik” ia menguncinya. Korden jendela kaca depan dibiarkannya terbuka. Ia hanya mengecek korden kain transparan yang melapisi korden utamanya. Ia yakin bahwa jika ada orang yang datang dan menempelkan matanya di kaca jendelapun tidak akan melihat apa-apa di dalam rumah.

Aku berdiri dan menyongsongnya.

“Pengamanan level pertama”, katanya sambil tersenyum.

Akupun tersenyum pula. Hebat sekali Hannyku ini. Akupun ingat waktu kejadian pertama di kamar kosku, ketika ia memasukkan sandalnya dan sepatuku ke dalam kamar.

Kembali kami berciuman. Lidah kami saling memilin dan menjepit. Sedot menyedot silih berganti. Kubawa dia kembali ke sofa dan segera kubaringkan. Tanganku menyusup dari bawah dasternya dan menarik celana dalamnya, melanjutkan pekerjaan tadi yang sempat tertunda. Tangannya bergerak akan melepas jepit rambutnya, tapi kutahan.

“Jangan! Biar saja begitu. Aku sangat menikmati keindahan tengkukmu!”

Ia mengangkat pantatnya memudahkan aku melepas celana dalamnya. Aku berdiri di dekat kepalanya dan tak lama kemudian celana pendek dan celana dalamku sudah terlepas ditangannya. Ketika aku mau melepas kaus ditariknya tanganku sehingga aku jatuh diatas tubuhnya.

Tangan kiriku mulai menjalar di pahanya. Dasternya sudah tersingkap benar-benar mulus sekali pahanya. Kuremas-remas sampai ke pangkal pahanya. Ketika sampai di celah sempit antar dua pahanya, kumasukkan jari tengahku, dan kugaruk-garuk dinding vaginanya.

“Ah sayang. Kamu semakin nakal dan.. Pintar”.

Aku tidak menghiraukannya. Sementara itu tangan kananku meremas buah dadanya dari luar. Tangannya membalas dengan memegang bahkan mencengkram keras kejantananku. Terasa sedikit ngilu tapi nikmat. Kami memutar tubuh pelan-pelan karena tempatnya sempit. Dia mengarahkan agar posisiku di bawah. Akhirnya dengan susah payah karena ia tidak mau melepaskan pelukannya sementara tempat sempit, namun akhirnya aku sudah ditindihnya.

Dengan ganasnya ia menciumiku, seperti seekor elang yang mencabik-cabik buruannya. Terus ke leher dan lenganku yang terbuka. Diciuminya bulu ketiakku, dihirupnya napas dalam-dalam. Aku yakin saja karena sudah kuamankan dengan Eternity sebelum berangkat tadi. Kemudian ia menyingkapkan kausku, menjilati dan menggigit putingku.

Tidak lama kemudian kepalanya turun ke selangkanganku dan ia telah mengulum, menghisap kepala meriamku dan tangannya mengurut serta meremas batangnya. Pandai sekali ia memainkan meriamku.

“Hannyku.. Sayang.. Ohh. Ohh. Ahh. Nikmat sekali sayy” Aku pegang kepalanya dan aku tahan agar ia tidak melepaskan kulumannya pada kepala meriamku.

Aku bangkit dan kudorong ia ke belakang. Kembali aku berada di atas tubuhnya. Kusingkapkan dasternya sampai di dadanya. Bra transparan warna krem tidak mampu memuat gundukan payudara dan tidak mampu menyembunyikan putingnya. Kulepaskan kaitan bra-nya di punggung dan kutarik cup-nya ke atas. Kini giliranku menjilat dan menciumi putingnya.

“Ayo sayang.. Jangan.. Kau permainkan aku.. Ayo masukkan!! Sekarang.. Ya.. Ohh. Oohh.”

Kata-katanya terus meracau, apalagi ketika aku melahap habis gundukan payudaranya dengan mulutku dan kusedot, kukulum, kupilin dan kugigit dengan lembut putingnya.

“Ah.. Gil.. La.. Ennak ssayang.. Kamu.. Ohh.. Oohh”

Kukocok penisku dan kuarahkan ke guanya kemudian dengan sekali hentakan sudah masuk ke dalam lubang kenikmatannya. Kupompa perlahan lahan. Tubuhnya meronta-ronta. Kedua gunduk payudaranya bergoyang kencang. Kuraih payudaranya kanannya dengan tangan kiriku, aku pelintir putingnya sebelah kiri dan mulutku masih menggigit halus puting kanannya.

Kaki kananku kuturunkan ke lantai, sedang kaki kiriku kuluruskan sejajar permukaan sofa. Hanny mengangkangkan kakinya. Kaki kananya di naikkan ke sandaran sofa. Semakin cepat kocokanku, semakin cepat pula ia meronta.

Kedua kakinya ia jepitkan diatas tubuhku. Sampai akhirnya ia menggelinjang, kedua tangannya menekan keras kepalaku ke atas payudaranya. Ia hampir mencapai orgasmenya. Jepit rambutnya sudah terlepas dengan sendirinya, rambutnya sudah acak-acakan dan sebagian tergerai menempel di pipi dan mukanya yang basah oleh keringat.

“Ayo sayang. Aku sudah tak tahan lagi. Ayo.. Sayang, yah.. Please.”

“Iya ss.. Say, aku juga se.. Se.. Bentar la.. Gi..“.

Kedua tangannya meremas pantatku pantatku dan membantu mempercepat gerakan pinggulku. Kocokanku semakin kupercepat ketika kurasakan lahar panas akan meledak dari kepundannya.

“Yangg.. Oh.. Aku.. Ma.. U kel.. Luu.. Arr”

“Ohh.. Kita sama-sama.. Ouhh.. Yeeaah!”

Kukunci tangannya dan kuhempaskan tubuhku dengan kuat. Akhirnya bersama-sama kami mencapai orgasme yang luar biasa.

Kurebahkan tubuhku di atas tubuhnya. Ia memelukku, mencium kening dan bibirku.

“Terima kasih.. Sayang. Kamu benar-benar gila tapi perkasa dan hebat”.

Kutinggalkan rumahnya dengan langkah ringan. Sebelum masuk ke pagar rumahku, sekilas kudengar Eka berlari pulang dan memanggil Mamanya. Hmm, nyaris saja. Pengalaman yang seru dan menegangkan.

Sorenya Eka ke kamarku dengan membawa sebuah botol yang dibalut dengan kertas koran. “Dari Mama,” kata Eka sambil menyerahkannya kepadaku. Eka kemudian mengeluarkan buku pelajarannya dan sebentar kemudian aku sudah menerangkan kepadanya sampai jelas. Eka pamit pulang.

Kubuka kertas koran yang membungkus botol tadi. Sebuah botol pendek warna gelap. Label botol jelas dengan sengaja telah dirobek. Kubuka tutupnya dan kucium, bau anggur. Kemudian kulihat dengan lebih jelas lagi. Ternyata ginseng yang direndam dalam anggur kolesom. Kuperiksa koran pembungkusnya. Ada secarik kertas dan kubaca.

“Anggur merah cintaku. Nikmatilah diriku setiap saat kau mau. Ttd.. Honey”

Setelah beberapa kali bercinta dengan cara kilat, kami sepakat untuk menamakannya “Quicky.. Quicky” atau Q.. Q. Kedengarannya agak nakal dan jenaka tetapi nuansa romantisnya.

Secara iseng aku pernah menganalisis pelesetannya. Kalau Q.. Q diucapkan dalam bahasa Inggris “kyu.. Kyu”. Aku tidak tahu persis apakah kyu dalam bahasa Mandarin berarti sembilan. Tetapi sering kuperhatikan kalau dalam dunia perjudian kyu-kyu adalah 9-9. Kembali diucapkan dalam bahasa Inggris “nine-nine”.

Kode untuk keadaan aman adalah korden yang ditutup setengahnya. Untuk ajakan Quicky.. Quicky adalah tanda lingkaran dari pertemuan jari tengah dan ibu jari sementara jari lainnya lurus.

Quicky.. Quicky menjadi selingan kami dalam menuntaskan gairah bercinta ketika keadaan memang mengijinkan tapi waktunya sempit. Akhirnya kami bercinta ala Quicky.. Quicky di kamar kosku sampai beberapa kali. Kalau ia menghendaki Quicky.. Quicky di kamar kosku, ia mendatangiku dengan daster tanpa mengenakan celana dalam, dadanya kadang memakai bra kadang tidak.

Kurasakan Quicky.. Quicky membuat suasana agak menegangkan karena diburu waktu, namun ada sensasi tersendiri ketika kami sudah menggelepar lemas. Kadang-kadang kutunggu Hanny sehabis senam dan kami check in di Bogor lalu pulang sebelum senja. Sekali kami pernah melakukannya pada malam hari di teras belakang rumahnya yang terlindung dengan beralaskan karpet setelah lampunya kami matikan terlebih dahulu.

Suatu malam sekitar jam delapan aku bertemu dengan Hanny sedang membeli makanan di warung depan sana. Ketika penjaga warung mengatakan tidak ada uang kecil untuk kembalian belanjanya, Hanny meminta biarlah kembaliannya dibelikan permen saja. Kulihat ia mengambil permen rasa mint. Ketika pulang dan melewatiku ia mengedipkan sebelah matanya.

Kubiarkan ia berjalan pulang duluan. Kutahan langkahku sambil ngobrol dengan tetangga sebelah lainnya di mulut gang. Setelah berbasa-basi sebentar kemudian akupun pulang. Perlahan-lahan kulewati rumah tetanggaku, kuda binalku itu. Kulihat ia menunggu di pintu pagar depan rumahnya. Ia berbisik dan memberi tanda dengan tangannya agar aku lewat pintu pagar samping dan ke teras belakang.

Kubuka pintu pagar samping rumahnya dan menuju teras belakangnya. Teras belakangnya ini sangat terlindung dari pandangan orang yang lewat di gang. Terlihat gelap karena lampunya dimatikan. Hanny sudah duduk di lantai teras belakang menungguku.

“Say.. Mau ya? Aku sendirian sampai jam sepuluh malam ini” katanya.

Aku hanya diam dan memberi isyarat dengan mukaku. Kuperhatikan lantai terasnya sudah dilapis dengan karpet tebal 2 X 1, 4 m. Hannyku memang luar biasa. Ia selalu cekatan untuk urusan bercinta.

Aku duduk di sampingnya dan ia menggeser duduknya lalu memelukku dari belakang. Saat itu ia mengenakan baju tidur yang tipis sehingga lekuk-lekuk tubuh indahnya jelas membayang meskipun keadaan remang-remang.

Diciumnya tengkukku. Aku menggelinjang. Dadanya dirapatkan di punggungku. Buah dadanya yang padat menekan punggungku. Tangannya memegang tanganku dan meremas-remas jariku. Ia menggigit pundakku yang masih tertutup kaus.

Ada sesuatu yang kupendam dari tadi tapi aku segan untuk mengatakannya. Akhirnya aku bertanya, “Han.. Boleh aku bertanya?”

“Kenapa tidak boleh. Jangankan bertanya. Menggenjotku di ranjangpun kuijinkan”, katanya dengan nada sedikit tak senang.

“Apakah kamu juga melakukan dengan pemuda lainnya?” kataku sambil menunduk.

Ia terdiam. Aku merasa serba salah dan menyesal bertanya begitu.

“Kenapa kau tanyakan itu?” katanya berbisik sambil mengetatkan pelukannya di tubuhku.

“Aku dengar biasanya, wanita yang sudah agak berumur sering mencari pemuda untuk melampiaskan nafsunya”.

Ia kemudian tertawa kecil. “Maksudmu ini tentang tante girang dan gigolo?”

Aku mengangguk.

Akhirnya kamipun membahas tentang kehidupan antara tante girang dan gigolo. Banyak sekali kutanyakan hal-hal tentang mereka kepadanya dan ia menjawabnya dengan fasih. Aku semakin curiga kalau ia termasuk salah satu tante girang dan kupancing lagi semakin jauh. Justru ia yang bertanya padaku.

“Aku jadi curiga padamu To. Kamu kok kelihatannya tertarik dengan tante-tante?”

Aku jadi kikuk dan salah tingkah.

“Ahh.. Eee.. Ee ng.. enggak kok”.

“Dari caramu menjawab saya ragu dengan jawabanmu tadi. Aku memang punya banyak kenalan dan sering berkumpul dengan tante-tante yang sering berkencan gonta-ganti pasangan dengan anak-anak muda. Aku juga sering diajak untuk masuk ke dalam dunianya. Aku tidak mau karena aku sadar bahwa dunia itu tidak cocok untuk keadaanku.

Terlalu besar biayanya. Aku tak mampu. Aku juga mau ingatkan padamu, jangan kamu masuk dalam dunia mereka, karena sekali kamu masuk maka kamu akan terjerat dan akan diperbudak mereka. Kamu tidak bisa keluar dari lingkaran itu. Ingat kata-kataku ini. Ini bukan masalah aku bermaksud mengekang atau menguasaimu.

Aku menarik napas panjang. Tangannya meremas kejantananku. Aku membalikkan tubuhku dan dalam posisi duduk di karpet kami akan mengawali pendakian malam ini. Kulihat sekeliling kami. Gelap karena lampu teras dimatikan dan malam ini bulan akan muncul selewat tengah malam. Hanya ada bintang bertaburan yang terlihat jelas karena cuaca cerah tak berawan.

Kuperhatikan lagi bagian pekarangannya yang ditumbuhi rumput manila. Cukup terlindung oleh rimbunnya daun perdu dari pandangan di jalan. Kubisikkan padanya, “Aku mau bercinta ditemani oleh bintang”. Ia belum paham dengan kata-kataku.

“Kamu lihat bagian pekarangan yang ada rumput manilanya? Cukup gelap dan terlindung dari pandangan orang lewat”, kataku lagi. Ia kelihatannya mulai mengerti dengan arah pembicaraanku.

“Hmm. Kamu selalu penuh dengan ide gila dan liar. Tapi itu yang kusukai darimu”.

Karpet kami gulung dan kami bawa ke atas rerumputan. Kuedarkan pandanganku sekali lagi untuk meyakinkan bahwa kami tidak terlihat oleh orang yang lewat di gang. Kemudian segera karpet kami hamparkan di atas rumput manila. Terasa lebih empuk daripada ketika dihampar di lantai teras.

Kulucuti celana dalamnya terlebih dahulu. Demikian juga ia melepas celana pendek dan celana dalamku. Tanganku mengusap pundaknya yang terbuka. Kucium mesra dan kurasakan tidak ada tali di atas pundaknya. Kupikir dia tidak memakai bra.

Kususupkan tanganku dari bagian bawah gaun tidurnya hendak meremas payudaranya. Ternyata masih ada penutup yang masih menghalangiku. Hanny mengerti pikiranku

“Stripless.. Yang. Buka saja di punggung seperti biasa” bisiknya lemah.

Tanganku ke punggungnya dan sebentar branya sudah kucampakkan ke atas karpet. Kini kami sudah siap untuk mulai mendaki lereng-lereng kenikmatan.

Hanny duduk di sebelahku dan menatapku sejenak. Ia merogoh kantung baju tidurnya dan mengambil sesuatu, merobek lalu tangannya memasukkan sesuatu tadi ke mulutnya. Ia mendekatkan mukanya ke mukaku dan menggerayangi pipi dan telinga dengan mesra. Dari mulutnya tercium aroma mint yang segar. Rupanya ia makan permen.

Ia menindih tubuhku. Bibirnya mencium bibirku, lidahnya mendorong permen mint tadi ke luar dan menjepit dengan bibirnya. Kujilati bibir dan permen yang ada dimulutnya. Didorongnya permen ke dalam mulutku dan gantian ia yang menjilati bibir dan mulutku. Demikian aku dan dia saling berganti memainkan permen dalam mulut kami sampai akhirnya habis.

Payudara sebelah kanannya kuremas dengan tangan kiriku sementara tangan kiriku memainkanbulu halus di pahanya. Hanny mengerang dan merintih ketika putingnya kugigit kuat dari luar baju tidurnya.

“Aduhh.. Sakit To.. Ououououhh.. Nghgghh”.

Hanny mengusap rambutku dan menjilati lubang telingaku. Aku sudah mulai terangsang. Senjataku mengeras ditindih oleh perutnya.

Bibirnya bergerak ke bawah, ke perut dan terus ke bawah. Digigitnya meriamku yang sudah tegak. Ia mengisap-isap buah zakarku dan menjilatinya sampai ke daerah perbatasan dengan anusku. Aku tidak tahan dengan rasa nikmat yang menjalariku. Kugigit bibir bawahku.

Tiba-tiba meriamku bergerak refleks mengencang memberikan responnya ketika lidah Hanny menjilat kepalanya. Kemudian kuatur gerakannya dengan mengendalikan otot Kegel yang sudah kulatih. Kuangkat kepalaku sedikit, kulihat Hanny dengan asyiknya menjilat, menghisap dan mengulum meriamku. Aku terpekik kecil setiap lidahnya yang merah menjilati lubang meriamku.

Kembali kepalanya ke atas dan bibirnya menyambar bibirku. Kubalas dengan ganas dan kudorong lidahku ke dalam mulutnya, menggelitik langit-langit mulutnya. Lidahku kemudian disedotnya dengan kuat. Dia berjongkok di atas pahaku. Tangannya kemudian meremas dan mengocok meriamku. Meriamku semakin kaku dan membatu.

“Ouououaahhkk.. Puaskan dahagaku.. Berikan aku..” ia mendesah.

Tidak lama kemudian kurasakan pantat dan pinggul Hanny bergerak-gerak menggesek meriamku. Dan kemudian.. Blesshh. Kepala meriamku masuk ke dalam gua kenikmatannya. Terasa lembab, hangat namun tidak becek. Kurasakan dinding guanya berdenyut-denyut meremas kemaluanku. Rupanya dia sudah berlatih senam Kegel dan mempraktekkannya saat ini.

“Akhh.. Oukkhh”, kami saling merintih pelan.

Kami harus menahan suara kami agar jangan sampai ada orang yang kebetulan lewat di gang mendengarnya. Hanny mendongakkan kepalanya dan kujilati lehernya. Ia terus menggoyangkan pantat dan memainkan otot kemaluannya sehingga sedikit demi sedikit makin masuk dan akhirnya semua batang meriamku sudah ditelan oleh guanya.

Pantatnya bergerak naik turun untuk mendapatkan kenikmatan. Kadang gerakannya berubah menjadi maju mundur atau berputar-putar. Sesekali gerakannya menjadi pelan dan kontraksi ototnya dikuatkan mengurut meriamku. Kemudian ia mengangkat pantatnya dan dengan pelan menggesek-gesekkan bibir guanya pada kepala meriamku beberapa kali dan kemudian dengan cepat menurunkan pantatnya hingga seluruh batang meriamku tenggelam terhisap dalam putaran pantatnya.

Kusingkapkan gaun tidurnya dan kubuka lewat kepalanya. Kini ia telanjang bulat. Kuisap puting buah dadanya yang sudah membatu. Tangannya tidak mau kalah dan tergesa-gesa melepaskan kausku. Gerakannya semakin liar. Tanganku memeluk punggungnya. Badanku seolah-olah seperti menggantung pada badannya. Kuisap payudaranya yang bergoyang-goyang mengikuti gerakannya.

Ia memelukku dan merebahkan tubuhnya ke atas tubuhku. Gantian dia mengeksplorasi area sekitar dadaku sampai dada dan bulu dadaku basah oleh jilatan ludahnya. Kini gerakannya pelan namun bertenaga penuh. Pantatnya naik ke atas sampai meriamku lepas, kemudian ia menurunkan lagi dengan pelan dan kusambut dengan gerakan pantatku ke atas.

Tangannya meremas dan menjambak rambutku, punggungnya melengkung menahan kenikmatan. Mulutnya merintih dan mengerang agak keras. Kututup mulutnya dengan tanganku.

“Ssstt..!”, bisikku, “Jangan sampai nanti kami jadi tontonan orang.”

“Anto.. Ouhh Anto, aku mau… aku mau kelu.. ar”

“Sshh.. Shh.. Akupun.. Ju.. Ggghh”

“Anto sekarang ouhh.. Sekarang” ia memekik tertahan.

Kubalikkan tubuhnya. Hanny mengejang, kakinya membelit kakiku. Mulutnya mencari-cari bibirku dan kusambut agar ia tidak merintih-rintih. Vaginanya berdenyut kuat sekali dan pantatnya bergerak ke atas menyambut tusukan terakhirku setelah semua otot yang mendukung ketegangan penisku kukencangkan dan kutahan.

Pantatku bergerak kebawah dengan keras hingga meriamku terasa sakit. Mungkin sampai lecet karena iapun mengencangkan otot vaginanya. Tembakanku memancar deras dan sebagian mengalir keluar ke pahanya. Vaginanya terasa becek, namun sempit. Kupeluk punggungnya dan kuusap dengan kuat dari leher sampai ke pinggangnya.

Tubuhku melemas di atas badannya. Kucabut penisku yang sudah mengecil dan berbaring di sampingya. Kukecup lembut bibir dan keningnya. Tubuh kami yang basah oleh keringat terasa segar ketika angin bertiup agak kuat.

“Terima kasih Anto, kuda arabku. Kau sungguh hebat sekali. Aku nggak tahan setiap bercinta denganmu. Tubuhku serasa remuk semua” ia berbisik di telingaku.

“Akhirnya kita nggak jadi Q.. Q, malahan masuk dalam sebuah permainan yang baru”, katanya lagi.

Aku diam saja sambil mengelus-elus dan mencium rambutnya. Akhirnya Hanny bangkit setelah napasnya teratur dan menghela napas dalam-dalam. Ia mengenakan kembali gaun tidurnya. Akupun memakai celanaku dan sama-sama masuk ke dalam kamar mandi membersihan tubuh kami dari keringat dan ceceran sperma yang lengket di tubuh kami.

Setelah kembali ke pekarangan, membereskan karpet arena pertempuran tadi, Hanny kelihatan sedang memasak di dapur. Kudekati dan kulihat lima butir ayam kampung di dalam panci. Begitu air mendidih segera ia mengangkat telur ayam tadi, memecahkannya dalam sebuah gelas, menaburi dengan lada dan kecap asin ia mengaduknya.

Aku duduk di atas karpet di dalam kamarku merapikan pakaian yang kupakai tadi. Sebuah pengalaman yang baru. Kupikir tadinya kami akan melakukannya dengan cepat, namun kini kami mempunyai sebuah pengalaman baru yang indah. Bercinta di tempat terbuka.

“Wuuiihh, dahsyat man!!”, kataku dalam hati.

Paginya kuintip dari jendela, Hanny sedang menyapu. Ia dalam posisi membelakangi kamarku, daster bagian belakangnya sedikit naik karena ia menyapu sambil membungkuk. Kubayangkan sebentar kalau kami bercinta dalam posisi doggie style. Kubuka kaca nako dan aku bersiul. Ia menoleh, meleletkan lidahnya, menggoyangkan pantatnya dan kembali melanjutkan menyapu.

Beberapa hari kemudian Hanny mengajakku berenang di Cisarua. Sebenarnya kalau aku disuruh berenang sendirian ke sana, I.. Hh, sorry saja. Aku bisa kedinginan. Namun karena ada bara yang akan menghangatkanku dengan senang hati kuikuti ajakannya.

Hanya ada beberapa orang yang berenang di sana. Kupikir karena hari ini bukan hari libur atau akhir minggu. Jadi paling-paling hanya orang dari Bogor dan sekitarnya saja yang datang.

Selesai berenang kami tidak langsung pulang namun Hanny mengajakku jalan-jalan di kebun teh. Kami menyusuri jalan setapak, namun kemudian Hanny menyeretku masuk ke dalam kerimbunan rumpun teh agak jauh dari jalan setapak tadi. Yang kelihatan dalam pandangan kami cuma daun dan pohon teh saja. Jalan raya dan jalan setapak sudah tidak kelihatan.

Dikeluarkannya handuk besar yang dipakai mengeringkan tubuh seusai berenang tadi. Dihamparkannya di atas rerumputan di antara pepohonan teh. Hmm.. Rupanya ia akan mengulangi peristiwa di pekarangan rumahnya. Matahari sudah agak condong ke barat. Udara dingin menyapu tubuh kami.

“Ada orang lewat nanti Han!” kataku mengingatkan.

“Tidak ada. Pemetik teh tidak akan datang ke kebun sore-sore begini. Kalau nanti ada yang lewat pasti dia pasangan berbeda jenis seperti kita yang juga mencari tempat”, katanya sambil tertawa kecil.

Benar juga kupikir. Mungkin kalau hari libur banyak orang Jakarta yang mencari udara segar bisa saja tersesat sampai di tempat kami, namun sekarang bukan hari libur. Jadi kupikir aman saja. Resiko selalu ada, namun masih imbang dengan keuntungannya.

Tidak lama kemudian kami berdua sudah berbaring berpelukan dalam keadaan bugil. Kucium bibirnya dan kuremas buah dadanya. Ia merintih, nafsunya mulai bangkit. Kubalikkan tubuhnya sehingga membelakangiku. Kuciumi tengkuk, cuping telinga, leher dan punggungnya.

“Ouhh jangan kau siksa aku.. Ayo kita lanjutkan say..”

Kami kembali berbaring miring berhadapan. Kuremas dadanya dengan kuat, kupilin putingnya. Kemaluanku cepat mengeras. Mulutnya mencari bibirku ketika bibirku sedang menjilati lehernya. Kuangkat sebelah kaki yang ada di atas dan kucoba memasukkan kemaluanku ke dalam vaginanya. Beberapa kali kucoba dan hanya kepala penisku yang bisa menyentuh bibir vaginanya.

Kudorong pantatku maju mundur dengan pelan. Agak sulit melakukannya dalam posisi miring. Kuputar badannya, tubuhku kini ada di atasnya. Kugenjot vaginanya. Tak berapa lama kembali ia memainkan otot vaginanya. Aku membiarkan ia bermain sendiri tanpa membalas kedutan ototnya.

Pantatku kunaik-turunkan dan rasa nikmat menjalar di sekujur tubuh kami. Kadang pantatku kugantung dan ia menaikkan pantatnya, menyongsong dari bawah. Demikian dalam posisi ini kami bertahan beberapa saat sampai akhirnya aku merasakan denyutan yang kuat di ujung penis dan sualtu liran yang cepat mengalir dalam saluran kencingku.

Keringat sudah membanjir di tubuh kami. Dinginnya udara tidak terasa lagi. Kupacu kudaku mendaki lereng terjal menuju ke puncak penuh kenikmatan. Kami saling memagut, mencium, meremas dan menjilat bagian tubuh yang bisa kami capai dengan mulut dan tangan kami.

“Aku tidak tahan lagi. Hebat kamu To, aku keluar.. Oukhh”

“Eeahh.. Haahhnn.. Nnyyhh!”

Ia berteriak dan melengkungkan badannya. Kuselesaikan permainan ini dengan sempurna. Kutekan kemaluanku sedalam yang aku bisa. Tangannya mencengkeram handuk. Sunyi sejenak tanpa ada suara apapun kecuali napas kami yang hampir putus.

Hanny memutarkan tubuhnya tanpa melepaskan kemaluanku, dalam posisi di atasku.

“Luar biasa kamu Anto, aku.. Seperti.. Tidak mau melepaskanmu”.

“Akupun sangat puas, permainanmu juga hebatth”, kataku sambil mengacungkan jempol.

Kami turun ke Bogor dan pulang ke rumah. Malamnya ia ke kamar kosku sambil membawa sekantung anggur hijau untukku. Ia memberi kode jari tengah bertemu dengan ibu jari. Aku menggeleng, kukatakan bahwa tenagaku sudah habis, nanti malah kamu kecewa. Luar biasa wanita ini, seakan gairahnya tidak pernah padam.

Pengalaman berikutnya terjadi setelah kami bergumul ria di sebuah bungalow di kawasan Puncak. Sengaja kami memilih bungalow yang paling ujung dan sudut. Di belakang bungalow ada tanah kosong yang ditanami rerumputan selebar tiga meter dan kemudian dibatasi dengan tembok yang mengelilingi kompleks bungalow.

Satu babak permainan yang panjang dan liar sudah kami selesaikan dengan satu hentakan dan dengusan napas panjang. Keadaan ranjang berantakan sekali. Sprei sudah terlepas dan tersingkap kemana-mana. Bantal dan guling berjatuhan di lantai. Pakaian berceceran di lantai.

Setelah mandi bersama dengan air panas kubawa kursi plastik tanpa sandaran tangan yang ada di teras bungalow ke belakang. Aku bertelanjang ada, hanya mengenakan celana pendek tanpa celana dalam. Kupikir mengenakan celana dalampun percuma. Tetanggaku yang binal ini masih minta extra show.

Aku duduk sambil mengamati bunga yang banyak tumbuh di sana. Sejuknya udara puncak membuatku berniat masuk ke kamar. Tapi sebelum aku beranjak Hanny telah menyusulku dengan mengenakan jubah mandi. Aku yakin 101%, dia tidak mengenakan apa-apa lagi di baliknya.

“Enak juga duduk disini, sepi”, katanya sambil menjatuhkan pantatnya di pangkuanku. Tangannya langsung merangkul leherku. Hhh..

Kami mengobrol sambil sementara tubuhnya masih berada dipangkuanku. Sejuknya udara hilang begitu saja karena panas tubuh kami yang saling menghangatkan. Hanny mulai menggelitik telingaku dengan lidahnya.

“Lagi dong.. Yang!” bisiknya lirih.

Kuubah posisi duduknya sehingga ia kupangku dengan tubuh berhadapan. Kutarik rambutnya ke belakang sehingga kepalanya menengadah dan lehernya yang putih mulus segera basah oleh jilatan dan kecupanku.

Perlahan-lahan kejantananku bangkit kembali. Kemudian kutarik tali jubah mandinya. Mataku tak berkedip. Buah dadanya yang montok putih mulus dengan puting yang coklat kemerahan terasa menantang untuk kulumat. Kuremas-remas lembut payudaranya yang semakin mengeras.

“Ohh.. Teruss To.. Teruss..!” desahnya.

Kuhisap-hisap putingnya yang keras seperti kelereng, sementara tangan kiriku meremas pinggang dan buah pantatnya. Desahan kenikmatan semakin keras terdengar dari mulutnya. Kemudian ciumanku beralih ke ketiaknya. Hanny mengangkat lengannya untuk memberikan kesempatan padaku menciumi ketiaknya. Ia kegelian sambil mendesah, matanya terpejam dan kepalanya menengadah.

Ia mengikik ketika melihat kejantananku sudah setengah berdiri menempel pada perutnya. Tanpa basa-basi, ia menyambar kejantananku serta meremas-remasnya.

“Oh… ennaakk… terussh..!”

Desisanku ternyata mengundang gairahnya untuk berbuat lebih jauh. Ia kemudian melepaskan pelukanku dan berjongkok. Ditariknya celanaku hingga terlepas dan dengan serta merta melumat kepala kejantananku.

“Uf.. Sshh.. Auhh.. Nikmmaat..” Dikeluarkannya seluruh kemahirannya.

Ia tidak memberikan kesempatan kepadaku untuk berbuat banyak kecuali merintih dan memegang kepalanya. Dengan semangat, bibirnya mengulum dan tangannya mengurut kejantananku. Aku terbuai dengan sejuta kenikmatan. Tangannya terus mengocok, dan mulutnya terus melumat dan memaju-mundurkan kepalanya.

“Oh.. aduhh..!” teriakku dengan penuh kenikmatan.

Kuangkat lengannya, kami berdiri, kemudian berputar, kududukkan dia di atas kursi. Ia mengerti maksudku. Posisi duduknya agak maju, kakinya dibuka lebar. Kusibakkan pahanya semaik lebar. Aku melihat vaginanya yang berwarna merah muda dengan rumput hitam yang tebal tapi ditata rapi..

Aku berjongkok di depannya. Jari tengah dan ibu jariku membuka vaginanya. Dengan penuh nafsu, aku menciumi kemaluannya dan kujilati seluruh bibir luar dan sampai bibir dalamnya.

“Oh.. teruss.. An.. To.. Aduhh.. Nikmat..“.

Aku terus mempermainkan klitorisnya yang sebesar biji kacang tanah. Seperti orang yang sedang berciuman, bibirku merapat di belahan vaginanya dan lidahku terus berputar-putar di dalamnya.

“Anto.. oh.. teruss sayamgg.. Oh.. Hhh!!”

Desis kenikmatan yang keluar dari mulutnya, semakin membuat gairahku berkobar. Kusibakkan bibir kemaluannya tanpa menghentikan aksi lidahku.

“OOoh.. Nikmat.. Teruss.. Teruss..” teriakannya semakin merintih.

Ia menekan kepalaku dan menjepit dengan pahanya. Ia mengangkat pinggul, cairan lendir yang keluar dari dinding vaginanya semakin membanjir. Sebagaimana yang ia lakukan kepadaku, aku juga tidak memberikan kesempatan padanya untuk melepaskan kepalaku. Vaginanya sudah basah terkena ludah bercampur lendirnya.

“Sudah To.. Sudah.. Ayo kita..!!”

Aku meraih tangannya dan kubaringkan di atas rumput. Rambutnya sudah awut-awutan, jubah mandinya sudah melorot. Dengan sedikit mengerakkan badan, maka jubah mandinya pun terlepas, menjadi alas tempat kami bergulat. Kemudian kami sama-sama berpagutan bibir. Ternyata, wanita cantik ini benar-benar sangat agresif dan ekspresif.

Kugulingkan badanku, aku ingin untuk sementara ia yang mengendalikan kapal. Ia menjilat leher kemudian dada dan putingku. Aku merasakan nikmat yang luar biasa. Hanny tersenyum. Lalu kucium bibirnya. Kami berciuman kembali. Lidahnya dimasukkan ke dalam mulutku, menari dalam rongga mulutku dan menjilati langit-langit mulutku.

Gairah kami semakin bergelora dan kini saatnya untuk menimba kenikmatan. Kutarik buah kejantananku sehingga kelihatan semakin tegak dan memanjang. Pinggulnya naik dan bergerak di atas pahaku. Kumasukkan kejantannaku ke dalam vaginanya yang basah. Blesshh..

“Hhhahh!! Ooh… enakk..“.

Tanpa mengalami hambatan, kejantananku terus menerjang ke dalam vaginanya.

“Oh… Gimana.. Rasanya sayang… Ouuh!!” ia berbisik.

Batang penisku sepeti dipilin-pilin. Hanny terus menggoyangkan pinggulnya.

“Oh.. Hannyku.. Terus.. Sayang.. Mmhhkk..“.

Pinggulnya kuhujamkan lagi lebih dalam. Hanny dengan hentakan pinggulnya yang maju mundur, naik turun dan berputar semakin menenggelamkan kontolku ke liang kenikmatannya.

“Oh.. Isap dadaku.. Sayaangg, remass.. Terus.. Oh.. Uhhu..!” Erangan dan rintihan kenikmatan terus memancar dari mulutnya.

“Oh.. Hanny… terus lebih cepat..”, teriakku menambah semangatnya.

Goyangan pinggulnya semakin di percepat. Tangannya menekan kuat dadaku. Aku menaikkan pinggulku dan bergerak melawan arah gerakan pinggulnya agar bisa saling memberikan kenikmatan.

“Ahh.. Ah… aku.. Cepat.. Aku.. Maa.. Uu.. Keluuaarr.. Oh..!” ia mendesah.

“Jangan.. Ta.. Han dulu aku masih ingin menik.. Mati tu.. Buh.. Mu!” kataku terengah-engah.

Aku tahu wanita ini hampir mencapai puncak kulminasi kepuasannya.

Kemudian aku membalikkan tubuhnya, sehingga posisinya di bawah. Kuputar dan kunaikturunkan pinggulku. Iapun membalasnya dengan gerakan berlawanan. Kalau aku berputar ke kiri, ia ke kanan. Kalau aku menaikkan pinggul ia menurunkannya dan ketika aku menurunkan pinggulku, maka pinggulnya pun naik menyambut hantamanku sambil memekik kecil.

Kuberikan isyarat agar berhenti dulu sambil beristirahat sejenak. Kami hanya berdiam dengan saling memeluk. Kali ini tidak ada erangan atau pekikan. Yang ada hanya desisan kecil dan desahan lembut. Otot kemaluan kami saling berkontraksi. Rasanya kejantananku seperti diisap oleh sesuatu yang lembut. Tangannya terus mengelus punggung dan pinggangku.

Setelah beberapa saat berdiam, maka dengan perlahan aku mulai menggenjotnya lagi. Kuberikan irama 7-1. Aku menggenjotnya dengan pelan tujuh kali dan berikutnya kuhempaskan seluruh berat tubuhku di atas tubuhnya.

“Hhgghhkk..“. Ia menahan napas menahan gempuranku.

Bibirnya mengejar putingku dan mengulumnya.

“Ohh.. Hanny.. Geli.. Desahku lirih. Namun Hanny tidak peduli. Ia terus mengecup, mengulum putingku kanan kiri berganti-ganti.

Karena rangsangan pada putingku maka kupercepat genjotanku sehingga ia memekik-mekik kecil.

“Oh.. Anto.. Nikmatnya.. Jantanku.. Kamu..!”

Ia diam hanya menunggu dan menikmati gerakanku. Beberapa saat ia hanya diam saja, seolah-olah pasrah. Aku menjadi gemas, kutarik rambutnya kebelakang. Dadanya naik dan kugigit putingnya. Kukecup gundukan payudaranya kuat sampai memerah

“Ouhh.. Sakit.. Ped.. Dih. Ouhh..!”

Kurasakan aku tidak akan kuat lagi menahan desakan dalam saluran kencingku. Kutatap matanya dan kubisikkan, “Sekarang.. Yang.. Sekarang”.

Ia mengangguk lemah, “Yyachh.. Eghhkk”.

Begitu semprotan pertama kurasakan sudah diujung laras meriamku, maka kembali kuhempaskan tubuhku ke bawah. Hanny menyambutnya dengan menaikkan pinggulnya kemudian memutar dengan cepat dan kembali turun. Tangannya menjambak rambutku dan kemudian memukul-mukul rerumputan. Akupun menarik rambutnya dan kepalaku kutekan di lehernya.

“Oh.. To.. Anto.. kau begitu pintar memuaskanku. Gila.. Kau liar sekali kuda arabku”, ujarnya.

Denyutan-demi denyutan berlalu dan semakin melemah. Kukecup kening dan bibirnya dan menggelosor di sampingnya.

“Kalau begini terus rasanya aku tidak usah pakai pakaian saja To” katanya mesra sambil mengusap-usap dadaku.

Setelah beberapa lamanya berpelukan dan beberapa kali ciuman ringan, udara dingin kembali terasa.

Kami masuk ke dalam. Mandi berpelukan berendam dalam air hangat dan memejamkan mata. Setelah itu kami makan sate kambing dan minum air jahe untuk bekal pertempuran berikutnya. Aku sebenarnya sudah puas dan cukup, namun karena ia memintanya lagi maka aku harus bersiap lagi.

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu